Sukses

Menangkal Kelalaian Orangtua, LSF Gerakkan Swasensor

Swasensor yang dicanangkan LSF, bertujuan untuk menangkal pengaruh buruk dari tayangan yang tidak pantas ditonton anak.

Liputan6.com, Jakarta Salah satu media hiburan paling menarik bagi masyarakat adalah tayangan televisi dan film. Hanya saja, bukan rahasia lagi bahwa banyak hal yang ditayangkan media audio visual kerap membawa pengaruh negatif, terutama bagi anak-anak.

Seringkali film yang ditayangkan di televisi maupun layar lebar menampilkan adegan-adegan yang kurang pantas disaksikan anak di bawah umur.

Film 50 Shades of Grey menampilkan adegan seks yang vulgar. Beberapa film ini rupanya jauh lebih parah.

Sayangnya hal ini kadang tidak didukung dengan sikap tegas para orangtua. Mereka kadang justru membiarkan anak-anak menonton televisi hingga larut malam. Padahal di jam malam tayangan televisi sudah tidak layak untuk ditonton anak-anak.

Untuk itu Lembaga Sensor Film (LSF) mencanangkan gerakan Swasensor atau sensor mandiri.

"Swasensor atau sensor mandiri ini sangat penting karena zaman sekarang banyak film-film yang tayang tidak hanya film nasional tapi juga film barat. Jadi self censored itu penting di teknologi yang semakin maju seperti saat ini," ujar Zaitunah Subhan, selaku Ketua Komisi II bidang Advokasi dan Tindakan Hukum LSF dalam sosialiasasi  di Bandar Lampung, Selasa (24/5/2016).

Dengan Swasensor, kemampuan individu untuk dapat menyensor sendiri film, iklan atau tayangan lainnya. LSF juga berharap para orangtua lebih mengawasi tontonan anak-anak mereka. Bagaimanapun juga, orangtua bertanggungjawab dalam pembentukan sikap dan karakter anak.

Sosialiasasi Swasensor LSF di Bandar Lampung (Eka Laili Rosidha)

"Bangsa ini punya budaya ketimuran, sangat sayang kalau negara ini disamakan dengan budaya Barat. Masih banyak adegan yang tidak pantas ditonton. Seperti ciuman sampai adegan yang mengandung unsur pornografi dan kekerasan," jelas Zaitunah.