Liputan6.com, Jakarta Bulan Juni sudah hampir berakhir. Artinya, film-film musim panas Hollywood sudah mulai membombardir Indonesia. Biasanya, ada satu kecenderungan dari film-film yang dirilis pada musim ini, yakni beranggaran raksasa dengan audio-visual yang dipoles habis, sementara jalan cerita pun tak perlu membuat alis terlalu berkerut. Independence Day Resurrgence yang saat ini tengah diputar di bioskop Indonesia, memenuhi semua "persyaratan" film musim panas tersebut.
Â
Â
Advertisement
Baca Juga
Anda tak salah bila merasa déjà vu dengan judul tadi. Karena film ini memang merupakan sekuel dari Independence Day keluaran tahun 1996. Seperti jeda antara kedua filmnya yang memakan waktu 20 tahun, Independence Day Resurgence berlatar dua dekade sejak peristiwa penyerangan alien pertama terjadi.
Dua puluh tahun setelah serangan tersebut, bumi diceritakan telah memiliki sistem pertahanan terhadap serangan makhluk angkasa luar, yakni Earth Space Defense (ESD). Sementara para pahlawan masa lalu, kini telah beranjak tua.
Mantan Presiden Thomas J Whitmore (Bill Pullman) yang kepalanya kini dipenuhi uban, dirawat oleh putri satu-satunya, Patricia Whitmore (Maika Monroe), yang sebenarnya merupakan pilot tempur berpengalaman. Dr Brackish Okun (Brent Spiner), terbaring dalam koma, sementara David Levinson (Jeff Goldblum), kini bekerja dalam ESD.
Suatu hari, menjelang Hari Kemerdekaan Amerika, EDS menembak jatuh sebuah pesawat luar angkasa yang mendekati bulan. Sejak itu, keadaan mulai tak beres. Thomas Whitmore mulai mendapat firasat akan ada serangan kedua yang jauh lebih dahsyat dari para alien. Dr Okun pun bangkit dari koma.Â
Benar saja, tepat pada 4 Juli, sebuah pesawat induk berukuran raksasa secara tak terdeteksi mendarat ke bumi. Para alien ini membawa kerusakan yang jauh lebih dahsyat dari serangan pertama.
Satu hal yang patut dicatat tentang Independence Day Resurgence adalah memiliki ensemble cast, alias karakter berjumlah besar dengan peran relatif sama penting. Selain yang telah disebut di atas, masih ada Jake Morrison (Liam Hemsworth), seorang pilot tempur yang juga pacar Patricia; Dylan Dubrow-Hiller (Jessie Usher), pemimpin pilot di ESD yang merupakan anak dari jagoan film perdana, Kapten Steven Hiller; Presiden Elizabeth Lanford (Sela Ward); ayah David Levinson yang agak urakan; dan lainnya.
Namun bukan deretan pemain ini yang menjadi daya tarik Independence Day Resurgence. Sejujurnya, "bintang utama" film ini adalah efek CGI alias computer generated imagery yang berhasil menghidupkan adegan "kiamat kecil" secara sensasional.
Penyajian tanah yang terangkat, ombak yang bergulung, serta orang-orang yang beterbangan ke udara, terasa begitu dramatis. Apalagi efek suara menggelegar yang menggetarkan kursi, membuat Independence Day Resurgence menjadi film yang pas betul untuk ditonton di bioskop.
Meski film ini begitu dahsyat dalam departemen audio-visual, harap jangan terlalu senang dulu. Pasalnya, Independence Day Resurgence lumayan kendur saat berbicara tentang performa aktor dan skenario.
Soal akting, kelemahan paling terasa pada pasangan Liam Hemsworth dan Maika Monroe, yang terasa lebih sibuk berpose di depan kamera dibanding berakting. Keduanya ditampilkan sebagai manusia ideal yang keren, cadas, pemberani, tangguh dalam keadaan apa pun.
Namun hasilnya, mereka malah seperti karakter tak manusiawi, yang tak peduli bahwa eksistensinya—dan orang-orang terkasihnya—bisa saja terhapus dalam hitungan menit. Adegan perpisahan maupun pertemuan yang harusnya emosional pun, malah terasa kering. Entah apa memang ini yang sang sutradara Roland Emmerich inginkan.
Melihat kecenderungan sepanjang film, tampaknya drama yang menyayat ala film Armageddon memang tidak menjadi tujuan sang sutradara. Gantinya, sisi komedi lebih ditekankan dalam film ini. Salah satunya lewat celetukan "pintar" yang dimaksudkan sebagai pemancing tawa. Atau mungkin juga plot tak logis yang terjadi di akhir film, yang berkaitan dengan ayah David dan sebuah bus sekolah.
Lain dari itu, apa lagi yang bisa diharapkan dari Independece Day Resurgence? Tentu saja propaganda tentang patriotisme dan kejayaan Amerika. Bila Anda berniat memainkan drinking game, yakni menenggak minuman setiap kali adegan yang menggambarkan hal ini muncul di layar, pasti perut Anda bakal kembung di penghujung film.