Sukses

Ice Age: Collision Course, Masihkah Mengundang Tawa?

Bisakah Ice Age: Collision Course mengundang tawa para penonton di bioskop?

Liputan6.com, Jakarta - Kehidupan tiga sekawan Sid si kukang (John Leguizamo), macan bertaring Diego (Denis Leary), serta Manny sang mamooth (Ray Romano), tampaknya tak pernah bisa tenang. Setelah melalui zaman es yang beku, pemanasan global, perpecahan benua hingga pertemuan dengan dinosaurus, kini mereka akan dihantam meteor raksasa. Gambaran tersebut ada di film Ice Age: Collision Course.

Bedanya, kali ini mereka melaluinya dalam jumlah rombongan yang lebih besar. Peaches (Keke Palmer), anak Manny dan Ellie (Queen Latifah), kini sudah dewasa dan memiliki pasangan sendiri, Julian (Adam Devine). Diego berpasangan dengan Shira (Jennifer Lopez), Sid juga mengawal neneknya.

Ice Age Collision Course

Sebagai film kelima dalam franchise Ice Age—meski jelas sudah lama tak berbicara tentang zaman es lagi—Collision Course menawarkan satu konsep yang tak jauh berbeda dengan film-film pendahulunya. Sementara ada ancaman dari luar yang mengancam esksitensi mereka, kawanan ini juga menghadapi tantangan yang bersifat emosional dari dalam kelompoknya.

Kali ini, masalah utama ada dalam keluarga Manny. Peaches, ingin segera memulai hidup baru bersama Julian dan meninggalkan keluarganya, satu hal yang dicegah mati-matian oleh Manny dan Ellie. Belum lagi hubungan panas dingin Manny dan calon menantunya, Julian.

Mudah dilihat, hal yang ingin diangkat dari kasus keluarga Manny ini adalah soal orangtua yang harus melepas anaknya tumbuh dewasa. Jelas, ini bukan satu tema yang baru. Penggarapannya juga tak terlalu istimewa.

Ice Age Collision Course

Yang menarik dari Collision Course justru cerita sampingan dari "maskot" Ice Age, Scrat, si tupai tamak yang terobsesi dengan sebutir biji pohon ek. Seperti film-film sebelumnya, tindakan konyol Scrat-lah yang menjadi sumber petaka hingga mengancam dunia.

Satu hal yang unik, kali ini Collision Course memberikan sedikit sentuhan futuristik lewat karakter ini. Petualangan Scrat dimulai saat ia menemukan piring terbang, dan tak sengaja membawa kendaraan ini ke luar angkasa. Dari sini, ia terbang ke Jupiter, melontarkan bulan keluar dari lintasannya, hingga mempengaruhi nasib planet Mars.

Bisa dibilang, bagian yang menampilkan Scrat adalah momen-momen paling menyenangkan dalam film garapan Mike Thurmeier dan Galen Chu ini. Sementara dalam kelompok Manny dan kawan-kawan, unsur humor lebih banyak dihidupkan oleh Sid dan tokoh-tokoh sampingan lainnya.

Ice Age Collision Course

Unsur humor sebenarnya juga tampak disisipkan lewat karakter Buck—musang gila yang sempat muncul sekilas dalam Ice Age: Dawn of the Dinosaurs. Hanya saja, tokoh yang diisi suaranya oleh Simon Pegg ini, banyak melakukannya lewat plesetan bahasa Inggris. Sehingga, banyak guyonan mungkin tak sampai ke penonton Indonesia yang lebih mengandalkan pada subtitle.

Begitu pun dengan cameo Neil deGrasse Tyson—ilmuwan yang sedang naik daun di media sosial dan budaya pop Amerika—mungkin juga tak begitu ditangkap oleh penonton Indonesia.

Secara garis besar, Ice Age Collision Course sebenarnya bukan animasi yang menampilkan satu hal istimewa dari segi cerita maupun sisi humor. Namun bila Anda kesengsem dengan empat film sebelumnya, boleh saja menghabiskan waktu dengan menonton Ice Age Collision Course, demi mendapat update terbaru dari binatang-binatang prasejarah dalam film ini.