Liputan6.com, Jakarta Mungkin tak sedikit orang yang malas menonton film yang dibuat jauh sebelum mereka lahir. Padahal, banyak film jadul yang bisa jadi jauh lebih menarik dari film-film yang beredar di masa kini. Salah satunya adalah film legendaris dari tahun 1956, Tiga Dara.
Kabar baiknya, film ini baru selesai direstorasi oleh SA Films, dan diubah dalam format digital beresolusi 4K. Tak hanya itu, film karya Usmar Ismail ini akan ditayangkan kembali ke bioskop Indonesia mulai 11 Agustus mendatang.
Advertisement
Baca Juga
Film ini juga telah diputar pada Rabu (3/8/2016) di bioskop XXI Metropole, Jakarta Pusat, sebagai pembuka hajatan Festival Film Indonesia 2016.
Mungkin ada suara-suara pesimis yang muncul dengan perilisan ulang Tiga Dara di bioskop. Mungkinkah ada penonton yang bersedia menyaksikan film hitam putih selama dua jam? Bila Anda termasuk yang masih ragu, silahkan membaca tulisan ini hingga habis. Karena mungkin saja, Anda hanya membutuhkan enam alasan berikut untuk tertarik menonton film Tiga Dara.
Cerita yang Manis dan Menarik
Cerita yang Manis dan Menarik
Salah satu poin penting yang menentukan betah atau tidaknya penonton menikmati sebuah film, adalah ceritanya yang menarik. Dan Tiga Dara, memiliki faktor ini.
Film Tiga Dara bercerita tentang tiga perempuan kakak beradik yang memiliki kepribadian jauh berbeda. Si sulung Nunung (Chitra Dewi), adalah seorang gadis pendiam yang lebih suka mengurus pekerjaan rumah. Ini berbeda dengan anak tengah, Nana (Mieke Wijaya), perempuan kenes si biang pesta. Sementara si bungsu Nenny (Indriati Iskak), adalah si bandel lincah yang suka ikut campur urusan orang lain.
Melihat Nunung yang tak juga menikah, sang nenek (Fifi Young) bertambah cemas. Di usianya yang makin tua, hanya satu hal yang ia inginkan, yakni melihat cucu sulungnya menikah. Hanya saja, Nunung sewot tiap kali hendak dijodohkan.
Semua berubah setelah datang Toto, lelaki yang tak sengaja menabrak Nunung dengan skuternya. Nana terang-terangan ingin menarik perhatian Toto, sementara Nunung diam-diam juga jatuh hati padanya. Melihat keruwetan ini, Nenny pun tak tinggal diam.
Advertisement
Jadul? Justru Makin Lucu
Jadul? Justru Makin Lucu
Tiga Dara, adalah film musikal yang memiliki unsur humor yang lumayan kental. Sumber kelucuan dalam film ini berasal dari dialog keseharian yang begitu cair dan terasa membumi, sehingga penonton masa kini pun masih bisa ikut tertawa.
Dibuat di tahun 1956, tentu saja aroma jadul terasa sangat kuat dalam film ini. Jangan berpikir soal ketinggalan zaman, justru era yang berberda membuat Tiga Dara menjadi semakin lucu. Misalnya saat tokoh Herman (Bambang Irawan), pemuda berkumis tipis yang bernyanyi sambil menggoda para gadis.
Tak hanya untuk memancing tawa, nuansa zaman dahulu ini setidaknya memperkenalkan pada generasi muda gaya akting hingga teknik pengambilan gambar di masa lalu.
Nuansa Retro
Nuansa Retro
Bukan rahasia lagi, tren masa lalu bisa kembali berulang di masa mendatang. Entah soal fashion hingga gaya hidup. Lihat saja, banyak seleb yang kembali mempopulerkan fashion retro dari beberapa dekade lalu. Atau keberadaan piringan hitam yang kini kembali menjadi tren.
Mengingat film Tiga Dara dibuat pada tahun 1950-an, nuansa retro dalam film ini tentu terasa begitu otentik. Termasuk busana yang digunakan para gadis dalam film ini. Contohnya gaun-gaun terusan yang kerap dikenakan Nana atau celana berpotongan pinggang tinggi yang sempat dikenakan Nenny, ternyata masih enak dilihat.
Untuk para wanita, gaya berpakaian ketiga dara dalam film ini, mungkin malah bisa menjadi salah satu inspirasi dalam berbusana
Advertisement
Masih Relevan Hingga Saat Ini
Masih Relevan Hingga Saat Ini
"Kapan nikah?"
Mungkin ini adalah pertanyaan 'keramat' yang begitu ditakuti banyak orang. Tak hanya di masa kini, pertanyaan ini pun ternyata sudah mengusik hati Bapak Perfilman Nasional, Usmar Ismail, sehingga yang ia menuangkannya lewat Tiga Dara.
Apalagi, topik ini ia sematkan pada karakter wanita yang dituntut cepat menikah sebelum menjadi 'perawan tua'. Karena topiknya yang 'kekinian', Tiga Dara terasa masih mampu berbicara dengan masyarakat Indonesia di masa sekarang.
Kualitas Teknis Film
Kualitas Teknis Film
Suka tidak suka, Indonesia memang termasuk abai dalam hal pelestarian arsip masa lalu. Termasuk soal film. Jangan heran bila kondisi fisik rol film Tiga Dara juga mengalami kerusakan parah. Tak hanya sobek, namun juga melengkung dan penuh jamur.
Untungnya, film ini telah berhasil direstorasi. Restorasi rol film secara fisik dikerjakan oleh laboratorium L'immagine Ritrovata di Bologna, Italia. Paola Ferrari dari departemen restorasi film L'immagine Ritrovata menyebut, kondisi rol film sudah sangat parah. "Yang pertama kami lakukan adalah membuka boksnya. Langsung terasa aroma sesuatu yang membusuk," katanya, dalam video dokumentasi Tiga Dara.
Restorasi juga dilakukan secara digital oleh PT Digital Indonesia selama delapan bulan. Ini, bukan pekerjaan mudah, karena film berdurasi dua jam ini memiliki sekitar 150 ribu frame. Setiap frame harus dikerjakan satu demi satu. Kerja keras ini membuahkan hasil manis. Film Tiga Dara hasil restorasi digital yang akan dipertontonkan ke publik memiliki kualitas audiovisual yang lebih baik dari aslinya.
Advertisement
Menyimak Karya Para Maestro Indonesia
Menyimak Karya Para Maestro Indonesia
Selain kesuksesan secara komersial maupun penghargaan yang diraih Tiga Dara, ada alasan lain yang membuat film ini punya kedudukan penting dalam dunia perfilman Indonesia. Yaitu, campur tangan para maestro Tanah Air dalam film ini.
Selain Usmar Ismail yang bertindak sebagai penulis naskah dan sutradara, dalam film ini sejumlah komposer besar seperti Ismail Marzuki dan Sjaiful Basri. Dalam film ini, salah satu aktris besar Indonesia sejak tahun 40-an, Fifi Young, juga ikut bermain.
Karena itu, perilisan ulang Tiga Dara adalah sebuah kesempatan emas untuk menyaksikan langsung karya para maestro seni Indonesia ini.