Sukses

Festival Film Dokumenter Yogyakarta Soroti Ketimpangan Sosial

Festival Film Dokumenter (FFD) diadakan setiap tahun sejak 2002 pada minggu kedua Desember.

Liputan6.com, Yogyakarta Sebanyak 71 film dokumenter dari 32 negara diputar selama tiga hari, Kamis sampai Minggu (8-10/12/2016) dalam Festival Film Dokumenter (FFD) 15 di Yogyakarta. Festival film ini menyajikan beragam cerita yang disatukan dengan satu tema besar yakni "Displacement". Lokasi pemutaran film berada di tiga tempat, yakni Societet Taman Budaya Yogyakarta, IFI Lembaga Indonesia Prancis, dan Kelas Pagi Yogyakarta (KPY).

"Setiap tahun kami mengangkat tema yang berbeda dan tahun ini dipilih Displacement yang dirancang untuk melihat isu satu tahun terakhir," ujar Fansiskus Apriwan, Programmer FFD 15 saat pembukaan acara di Taman Budaya Yogyakarta, Rabu (7/12/2016) malam.

Pemutaran film dalam pembukaan Festival Film Dokumenter (FFD) 15 di Yogyakarta (Switzy Sabandar)

Ia menjelaskan, tema ini merupakan bagian dari program perspektif yang menghadirkan tema sosial. Alasan mengangkat tema ini, tuturnya, untuk merespons isu yang berkaitan dengan perpindahan atau gerak dari satu tempat ke tempat lain, misal kekerasan yang menyebar dari satu tempat ke tempat lain, pengungsian, dan sebagainya.

"Dengan teman ini ingin melihat wujud ketimpangan yang terjadi di sekitar kita," ucapnya.

Direktur FFD 15 Greg Arya menuturkan festival ini diadakan setiap tahun sejak 2002 pada minggu kedua Desember. Tujuannya, mendatangkan film dari berbagai penjuru dunia dan menjadi wadah karya tersebut.

Menurutnya, dengan menonton dokumenter orang akan merasa dekat dengan isu dalam film tersebut, dan akhirnya bisa melihat persoalan sehari-hari dari sudut pandang orang lain.

Festival Film Dokumenter (FFD) 15 di Yogyakarta (Switzy Sabandar)

Greg juga tidak menampik, seringkali orang merasa bosan menonton film dokumenter karena tidak seperti menonton film fiksi. Untuk itu, ia membagikan tips menonton film dokumenter. Salah satunya, orang harus senang dan sadar dengan isu sosial yang ditonton atau setidaknya memilih tema dengan isu sosial yang diminati.

"Kalau tidak senang cenderung merasa bosan," tuturnya. Terlebih, ada film dokumenter yang pemaparannya lambat dan lama serta tidak dramatis seperti fiksi. Selain itu, kata dia, penonton juga sebaiknya membekali diri sebelum menonton sehingga memperoleh wawasan baru yang dapat dibandingkan dengan wacana yang dibawanya.