Sukses

Live By Night: Pertaruhan Ben Affleck di Kursi Sutradara

Selama ini Ben Affleck dianggap telah berhasil mengarahkan sejumlah film seperti Argo dan The Town. Bagaimana dengan Live by Night?

Liputan6.com, Jakarta Ben Affleck mungkin lebih dikenal publik sebagai aktor. Namun jangan lupa, ia sebenarnya juga seorang sineas yang cukup menjanjikan.

Dua piala Oscar ia raih berkat keterlibatannya di belakang layar. Argo yang ia arahkan meraih gelar Film Terbaik di 2013, dan Naskah Terbaik untuk Good Will Hunting ia dapatkan bersama Matt Damon pada 1998. Belum lagi sejumlah film garapannya seperti Gone Baby Gone dan The Town yang diguyur pujian dari kritikus film.

Cuplikan film Live By Night

Kini Ben Affleck kembali dalam film terbarunya, Live By Night, yang sedang tayang di bioskop Indonesia. Film ini merupakan adaptasi dari novel darii penulis Inggris, Dennis Lehane, yang karya-karyanya telah banyak difilmkan. Di film ini, Ben Affleck mengambil tiga peran sekaligus, yakni sutradara, aktor utama, sekaligus penulis naskah.

Ia berperan sebagai Joe Coughlin, anak seorang kepala polisi yang masuk dalam dunia kriminal kecil-kecilan. Ia melakukannya dengan bantuan pacar rahasianya, Emma Gould (Sienna Miller). Perempuan pirang ini, adalah gundik Albert White (Robert Glenister), seorang ketua gangster di kota itu.

Cuplikan film Live By Night

Satu saat, ketika merampok sebuah bank, Joe melakukan kesalahan fatal yang menyebabkan tewasnya sejumlah anggota polisi. Dalam pelarian, ia menemui Emma, yang ternyata mengkhianatinya. Albert mengetahui hubungan Emma dan Joe, dan hendak membunuh pria muda tersebut. Beruntung, ia diselamatkan sang ayah. Namun gantinya, ia dijebloskan ke penjara.

Sekeluarnya dari penjara, dendam terhadap Albert White memenuhi hati Joe. Kesempatan balas dendam pertama datang dari ketua gangster saingan Albert, Maso Pescatore (Remo Girone), yang memperkerjakan Joe.

2 dari 2 halaman

Ben Affleck sebagai Sineas, Masihkah Mumpuni?

Secara visual, mudah rasanya terhanyut dalam Live by Night. Secara artistik, film ini memiliki production value yang baik, untuk menghidupkan Amerika di era tahun 20-an. Jalanan berdebu yang dilalui mobil convertible jadul, wanita bergaun flapper dan pria yang membenamkan wajahnya di bawah fedora, hingga gedung-gedung kuno, makin menguatkan nuansa itu.

Aspek historis dalam film ini pun cukup mengasyikkan untuk diikuti. Seperti dampak larangan jual beli miras di Amerika yang justru jadi ladang uang bagi para gangster. Atau bagaimana para penegak hukum, meski tak korup, tetap berkompromi dengan orang-orang dari dunia hitam ini.

Cuplikan film Live By Night

Namun sayang, dari segi plot, Live by Night terasa begitu kedodoran, terutama di bagian tengah film. Begitu banyak karakter dan percabangan plot yang dimasukkan ke badan cerita. Soal KKK, misalnya, masih bisa dipangkas di sana-sini tanpa mengurangi esensi cerita. Apalagi di sini film juga terasa datar. Penonton seakan dibawa dalam perjalanan yang tak jelas juntrungannya.

Untungnya, hal ini dibayar dengan bagian akhir yang cukup memberikan klimaks. Seperti crescendo yang datang tiba-tiba, tensi dan intensitas film ini naik tajam dengan adegan laga yang lumayan menegangkan. Setelah itu, penonton masih disuguhkan dengan klimaks kedua yang lebih menyerang secara emosional.

Cuplikan film Live By Night

Bisa dibilang, film yang juga dibintangi oleh Zoe Saldana dan Elle Fanning ini memang bukan film terbaik yang disuguhkan oleh Ben Affleck.

Jadi, bila Anda merindukan tontonan sekelas Argo atau Gone Baby Gone dari Ben Affleck, mungkin lebih baik Anda sekalian menunggu The Batman—yang sayangnya hingga sekarang belum jelas kapan akan ditayangkan.

 

Â