Liputan6.com, Jakarta - Mengikuti seri film-film X-Men, rasanya membuat kita seperti berada di dunia lain dengan banyaknya eksistensi mutan di dalamnya. Kini, dunia itu terasa berbeda dan lebih anyar melalui film ketiga Wolverine berjudul Logan. Film ini juga menandai berakhirnya 'karier' Hugh Jackman sebagai sang mutan bercakar besi.
Sejak tahun 2000, X-Men telah menghiasi layar lebar di seluruh dunia terutama di genre superhero yang pada saat itu masih sangat langka. Seiring berjalannya waktu, franchise film X-Men terus berkembang hingga film ketiganya yang rilis pada 2006, menimbulkan beragam tanggapan. Banyak yang mengaku kurang puas dengan akhir dari film berjudul X-Men: The Last Stand itu.
Advertisement
Baca Juga
Akhirnya, sebuah film berjudul X-Men Origins: Wolverine, dirilis pada 2009. Sayangnya, fans kurang puas dan malah mengkritiknya. Setelah film prekuel berjudul X-Men: First Class dirilis pada 2011, film kedua Wolverine tayang dua tahun kemudian dan menuai beragam opini. Logan yang kini telah tiba di bioskop Indonesia pun diharapkan bisa memberi kepuasan lebih.
Film Logan sendiri dikisahkan bertempat pada tahun 2029, ketika Logan alias Wolverine (Hugh Jackman) dan Profesor Charles Xavier (Patrick Stewart), harus bertahan tanpa kehadiran X-Men setelah satu perusahaan jahat sempat membuat dunia porak poranda.
Keadaan lalu menjadi semakin rumit dengan kemampuan regenerasi mutan Wolverine yang mulai menghilang. Ditambah lagi, Xavier tengah menderita Alzheimer. Logan pun harus berhadapan dengan perusahaan tersebut bersama seorang anak perempuan bernama Laura Kinney.
Satu hal yang ada di kepala kita kalau mendengar nama Wolverine, pasti identik dengan film X-Men. Ketimbang The Wolverine, Logan memang banyak menyebutkan referensi dari film-film X-Men terdahulu, termasuk dieksposnya komik X-Men dalam film ini.
Di film ini, kita akan melihat akting yang serasi antara Hugh Jackman dan Patrick Stewart. Ditambah lagi, aktris muda Dafne Keen mampu menyedot perhatian kita dengan debutnya di layar lebar melalui Logan. Tak heran kalau Logan dinilai sebagai film mahakarya dari film-film sebelumnya di seri X-Men meskipun tentunya tak luput juga dari kekurangan.
Logan Lebih dari Sekedar Film X-Men dan Wolverine
Adegan aksi yang melibatkan Wolverine dan lawan-lawannya bisa disebut sebagai yang terbaik ketimbang dua film Wolverine sebelumnya. Rating R yang ditorehkan oleh 20th Century Fox, membuat film ini cenderung sadis, bahkan lebih keras ketimbang Deadpool yang rilis tahun lalu.
Di sini, kita juga bisa melihat Wolverine mengamuk dan menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri. Bahkan, pembawaan karakter antagonisnya dan lawan-lawannya pun sangat membuat kita jengkel dan membuat kita berpikir kalau musuh-musuhnya layak diperlakukan seperti itu.
Wolverine dalam film ini lebih memiliki hati dan peduli terhadap teman-temannya. Kehidupan Logan yang melarat di tengah dunia pasca-apokaliptik yang tengah dibangun kembali, digambarkan dengan sangat baik. Namun, sisi egoisnya masih terlihat kepada orang-orang yang tak dikenalnya dan mengingatkan kita pada watak Wolverine terdahulu.
Satu hal yang patut dipuji adalah cara skenario film ini berjalan. Sutradara James Mangold mampu membuat alur cerita yang mulus tanpa dan jelas tanpa harus berbelit-belit. Sehingga penonton pun bisa langsung mengerti maksud yang dituju dari karakter utamanya.
Rentetan adegan tak terduga juga mampu mengejutkan penonton, entah itu yang bersifat heroik maupun tragis. Tak heran beberapa pengamat menyebut film ini layak masuk nominasi Film Terbaik di Piala Oscar 2018.
Penampilan Dafne Keen sebagai Laura Kinney alias X-23 juga sangat luar biasa. Aktingnya di beberapa adegan drama serta di adegan laga, dilakoninya dengan sangat baik meskipun usianya masih 11 tahun. Keen hampir mengingatkan kita pada Chloe Grace Moretz yang tampil di film Kick-Ass sebagai Hit-Girl kala usianya masih 12 tahun.
Selain itu, Logan juga memiliki berbagai adegan humor yang mampu membuat kita geli meskipun sebelumnya kita telah disuguhi adegan tragis maupun menyedihkan. Satu hal lagi yang menjadi nilai tambah bagi film ini adalah betapa Wolverine akhirnya bisa menjadi karakter yang heroik di sepanjang sejarah franchise film X-Men.
Advertisement
Pengulangan dari Formula X-Men Origins: Wolverine
Di atas semua kelebihan dan hal-hal luar biasa dalam film Logan, terdapat beberapa hal yang membuat film ini kurang sempurna. Katakan saja jumlah karakternya yang terlalu sedikit dan sama sekali tak menampilkan karakter X-Men entah lewat kilas balik atau cameo sekali pun.
Bagi yang memiliki ekspektasi untuk melihat adegan perang kecil di akhir film, tentu harus bersiap untuk sedikit kecewa. Banyak adegan yang terlalu berfokus pada panorama ketimbang kegiatan karakternya.
Selain itu, kita juga dibuat bingung dengan garis waktu dalam film ini. Penonton tak diberi petunjuk mengenai kapan tepatnya film ini berlangsung: Apakah setelah epilog X-Men: Days of Future Past, ataukah di dunia alternatif setelah X-Men: The Last Stand dan The Wolverine?
Peradaban modern yang kontras dengan melaratnya kehidupan Wolverine dan Profesor X pun tidak digali dengan sangat mendalam. Sehingga, hal tersebut malah menyisakan segudang misteri yang sangat mengganggu pikiran kita setelah keluar dari bioskop.
Terdapat juga beberapa adegan yang berasal dari formula X-Men Origins: Wolverine meskipun dikemas secara berbeda dan lebih baik. Contohnya ketika Wolverine dan rombongan mendapatkan bantuan dari satu keluarga, musuh berat yang sekuat dirinya, serta pertemuan Wolverine dengan beberapa mutan di bagian terakhir film.
Adegan kekerasan yang terlalu sadis juga terkadang dibuat dalam porsi agak berlebihan. Penonton seolah dipaksa untuk melihat cipratan darah di hampir semua adegan perkelahian. Alhasil, terdapat efek samping di mana kita merasa lelah dan enggan menonton film ini untuk kedua kali dalam waktu dekat.