Liputan6.com, Jakarta - Penantian para pecinta film superhero Marvel terhadap Spider-Man: Homecoming akhirnya berakhir sudah. Pada Rabu (5/7/2017), fans di Indonesia sudah bisa menyaksikan kembali aksi sang Manusia Laba-laba di layar lebar.
Menjadi daur ulang kedua—alias waralaba ketiga si Manusia Laba-Laba—Spider-Man: Homecoming membawa lagi Spider-Man ke dalam jagat cerita Avengers setelah Captain America: Civil War. Kisahnya pun berselang setelah film yang berpusat pada pertikaian para superhero Avengers itu.
Advertisement
Baca Juga
Kisah Spider-Man: Homecoming dibuka beberapa waktu setelah kejadian dalam The Avengers. Sekelompok pembersih kota yang dipimpin oleh Adrian Toomes diminta Damage Control yang bekerja di bawah pemerintah, untuk menghentikan pekerjaan mereka. Toomes dan anak buahnya pun menggondol teknologi alien untuk dikembangkan demi kepentingan mereka sendiri.
Di masa kini, Peter Parker, yang telah menjelma sebagai Spider-Man, melakukan tugasnya sebagai pahlawan super usai kejadian di Captain America: Civil War. Ia berada di bawah pengawasan Tony Stark alias Iron Man sambil menjalani aktivitasnya sebagai seorang pelajar. Namun, ia sangat terobsesi untuk bisa menjadi anggota Avengers dan melakukan segala cara agar bisa diakui sebagai superhero.
Namun, semuanya berubah ketika Spider-Man memergoki kelompok pimpinan Adrian Toomes yang sedang menjalankan aksi kriminal. Peter Parker, di balik kostum Spider-Man, seketika berambisi untuk membongkar aksi kelompok Toomes sampai akhirnya ia harus berhadapan dengan Vulture.
Berbeda dengan film-film Spider-Man sebelumnya, Spider-Man: Homecoming lebih banyak mengekspos teknologi kostumnya yang didesain oleh Tony Stark. Film ini masih menjaga kisah cinta Peter Parker, komedi yang dominan, serta kompleksnya latar belakang penjahat utama.
Simak juga video berikut ini:
Â
Banyak Hal Baru dan Berbeda
Kehadiran Spider-Man: Homecoming menandai bahwa Spider-Man kini sudah menjadi bagian dari waralaba Marvel Cinematic Universe atau jagat film Marvel. Tentunya konsep tersebut ikut dibarengi dengan berbagai macam hal baru.
Dari segi adegan laga, Spider-Man: Homecoming bertempat di lokasi yang belum pernah ditampilkan di lima film Spider-Man sebelumnya. Bisa dibilang, banyak formula baru dalam segi aksi yang dimasukkan ke dalam film ini.
Selain itu, untuk pertama kalinya kita tidak disuguhi adegan meninggalnya Ben Parker (paman Peter Parker, suami Bibi May) serta digigitnya Peter oleh laba-laba yang terkena radiasi. Namun, momen ketika ia terlibat dalam pertarungan antar superhero di Captain America: Civil War menjadi hal penting dalam film ini.
Suguhan komedi yang tak wajar serta ocehan dari mulut Peter Parker saat menjadi Spider-Man, banyak yang berhasil membuat kita tergelitik. Bahkan karakter Ned Leeds cukup mencuri perhatian dengan momen-momen jenaka yang disuguhkan.
Kelebihan lain film ini adalah kemampuan sutradara Jon Watts meracik kejutan di beberapa adegan penting. Bahkan, ia berhasil membangkitkan keinginan penonton untuk menyaksikan kembali tiga film Iron Man dan The Avengers melalui kemunculan Robert Downey Jr dan Jon Favreau sebagai Tony Stark dan Happy Hogan.
Ditambah lagi, terdapat kemunculan beberapa karakter yang tak asing lagi serta cameo pencipta Spider-Man, Stan Lee, yang tampil cukup kocak. Film ini memiliki klimaks yang tak terlalu dibuat-buat serta ending yang kocak. Terdapat ending tambahan yang bisa dijadikan sebagai awal kisah untuk film kedua nanti. Ending bonus di penghujung credit juga bakal membuat kita cukup sebal campur geli layaknya ketika kita menyaksikan adegan bonus di film Deadpool.
Advertisement
Sifat Kekanak-kanakan yang Menyebalkan
Di Spider-Man: Homecoming, Peter Parker digambarkan sebagai siswa SMA yang memiliki karakteristik remaja labil dan kekanak-kanakan. Ia selalu terjebak pada pemikirannya sendiri tanpa memahami orang lain dan selalu bertindak semaunya. Keputusannya pun selalu berubah-ubah. Watak Peter tersebut menjadikan film ini jadi terasa menyebalkan.
Minimnya bumbu drama asmara, mungkin bakal membuat fans film sebelumnya, The Amazing Spider-Man, merasa bahwa film ini hambar. Ditambah lagi Peter Parker dibuat persis seperti dalam komik klasiknya: kaku, kutu buku, dan pasrah saat ditindas oleh teman-temannya, terutama Flash Thompson. Pecinta Peter Parker versi Andrew Garfield tentu akan geleng-geleng kepala.
Meskipun tak banyak, kemunculan Tony Stark alias Iron Man dalam film ini membuat Spider-Man: Homecoming terasa seperti Avengers versi mini. Ditambah lagi, beberapa adegan penting terlalu menyorot hal-hal yang berkaitan erat dengan Avengers seperti markas para superhero itu serta senjata teknologi alien dari film pertama Avengers. Membuat film ini seolah tidak berdiri sendiri.
Selain itu, terdapat beberapa momen yang cukup membosankan seperti ketika Spider-Man terjebak di sebuah gudang, maupun ketika ia sedang melacak keberadaan Toomes dan anak buahnya. Ada kesan bahwa Jon Watts masih belum mampu mengemas suasana seperti itu dengan lebih menarik.
Skenario cerita Spider-Man: Homecoming juga terkesan biasa saja. Meskipun adegan laganya banyak bertempat di lokasi yang belum ada di film-film sebelumnya, namun pemecahan konflik antara Spider-Man dan Vulture terasa kurang istimewa.
Selain Peter Parker, watak beberapa karakter mungkin terasa menyebalkan bagi beberapa penonton meskipun sesuai dengan alur ceritanya. Perubahan hati yang terlalu drastis pada karakter antagonisnya juga membuat ending film ini jadi kurang gereget.