Sukses

Nuansa Cinta Sandhy Sandoro

“Tampang Melayu, suara Negro,” puji pengamat musik Denny Sakrie kepada Sandhy Sandoro saat peluncuran album Sandhy di Hardrock Café, Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta: Dua tahun lalu, bisa jadi tidak banyak orang Indonesia mungkin yang mengenal namanya. Namun hari ini, siapa yang tak kenal Sandhy Sandoro. Setelah malang melintang di negeri orang, Sandhy kembali ke Tanah Air dan merilis album di bawah naungan Sony Music Indonsia.

Pada 2010 ini, Sandhy merilis sebuah album dengan judul seperti namanya, Sandhy Sandoro. Sebuah album berisi 14 lagu hasil karya ciptaan sendiri yang sebagian besar adalah lagu dengan lirik berbahasa Inggris.

Cinta menjadi tema utama dari album self titled itu. Tembang berjudul Bunga Mimpi yang menjadi single pertama album itu, misalnya. Lagu itu menceritakan penantiannya untuk mendapatkan sang pujaan hati yang berakhir dengan manis.

Menurutnya, lagu itu memang ditujukan untuk pujaan hatinya. “Walau banyak perempuan cantik yang singgah di hati, di sisi saya selalu ada sweet woman,” ungkap Sandhy saat peluncuran album barunya tersebut di Hardrock Café Jakarta, Jumat (22/10) malam.

Selain lagu Bunga Mimpi, Sandhy juga menciptakan sebuah lagu lain yang ditujukan untuk sang pujaan hati. Salamanja, judulnya. Rasa cintanya terhadap sang pujaan juga menjadi inspirasi romantisme dalam tembang ini.

Meski didominasi oleh tema cinta, ternyata bukan hanya si "Cupid" yang menjadi inspirasi musisi berusia 36 tahun itu. “Love, life, good, and bad times, adalah inspirasi terbesar saya. Makanya lirik yang diangkat dalam album ini bermacam-macam,” jelasnya.

Baginya, cinta bukan hanya berarti hubungan antara dua manusia. Tema kehidupan dan kemanusiaan  dalam lirik tembang-tembang seperti Why Don`t We, `In The Name of Peace, Down on The Street, dan You And I, memang mewarnai album yang ia anggap sebagai masterpiece itu. Lagu End of  The Rainbow yang terpilih sebagai lagu terbaik di ajang Pesnya Goda 2009 di Rusia juga diselipkannya dalam album itu.

Meski melemparkan lagu-lagu berbahasa Inggris di pasar lokal, Sandhy mengaku tidak takut. “Yang penting itu membuat lagu-lagu yang indah. Tidak peduli dalam bahasa apa pun. Jika kita membuat sebuah lagu indah—secara aransemen dan lirik—yang mampu menyentuh, maka kita tidak perlu khawatir musik kita tidak akan didengar orang,” tuturnya.

Optimisme Sandhy ini bukannya tanpa alasan. Menurut salah satu petinggi Sony Music Indonesia Ian Djuhana, sejak dilemparkan ke pasaran, album Sandhy memang laris manis. “Dalam beberapa minggu penjualannya telah mencapai chart top ten. Meskipun sekarang pembajakan marak dan musik bisa dengan mudah diunduh di internet, namun ternyata penjualan fisik (keping CD) albumnya tetap oke,” jelasnya.

Bukan itu saja, pengamat musik nasional Deny Sakrie pun memuji kualitas vokal yang dimiliki pria yang hobi bolak-balik Jakarta-Berlin itu.  “Tampang Melayu, suara Negro,” ujar Deny yang juga hadir saat launching. “Tidak pelak kehadiran Sandhy di belantika musik Tanah Air akan memberikan suatu warna tersendiri. Karakter vokalnya benar-benar kuat dan timbre suaranya juga unik. Ia mengingatkan saya pada Seal (musisi soul dan R&B kulit hitam asal Inggris) di tahun 90-an atau Gito Rolis kalau versi lokalnya.”

Dengan suaranya yang indah, Sandhy berhasil merangkak dari musisi jalanan di Berlin menjadi juara di ajang mencari bakat New Wave 2009 yang ditonton jutaan orang di Eropa. Rencananya, Sandhy juga akan semakin dalam menancapkan kuku di dunia internasional dengan membuat sebuah album bersama musisi kondang Amerika Serikat Diane Warren.

So,
jika Anda pecinta musik pop atau yang sedikit berbau-bau Jazzy, why don`t you try Sandhy?(CHR/MRQ)