Sukses

5 Fakta tentang Usmar Ismail yang Wajib Diketahui Penggemar Film

Ternyata, ada beberapa fakta menarik tentang sosok Usmar Ismail.

Liputan6.com, Jakarta - Google Doodle Indonesia hari ini, Selasa (20/3/2018), kembali menampilkan satu tokoh penting Tanah Air. Kali ini, yang diangkat adalah Usmar Ismail.

Nama Usmar Ismail, seharusnya tak asing bagi pecinta film di Indonesia. Pasalnya, ia adalah sineas yang mendapat julukan Bapak Perfilman Indonesia.

Semasa hidupnya, ia meraih sejumlah pencapaian yang sangat menonjol. Tak hanya itu, namanya kini bahkan diabadikan dalam beberapa hal.

Ternyata, ada beberapa fakta menarik tentang sosok Usmar Ismail. Disarikan dari sejumlah sumber, berikut beberapa di antaranya: 

2 dari 6 halaman

1. Film Nasional Pertama

Film yang disutradarai Usmar Ismail, Darah dan Doa, disebut sebagai film Indonesia pertama, karena digarap sepenuhnya oleh orang Indonesia. Film yang rilis pada 1950 itu sebenarnya bukan film pertama Usmar Ismail. Sebelumnya, ia mengarahkan film Harta Karun dan Tjitra.

Selain film-film ini, ia juga dikenal lewat karya-karyanya seperti Lewat Djam Malam, Enam Djam di Djogdja, Tiga Dara, dan lainnya.

3 dari 6 halaman

2. Ditawan Belanda

Dikutip dari FilmIndonesia.or.id, semasa Perang Kemerdekaan, Usmar Ismail aktif sebagai jurnalis di sejumlah media. Hal ini sempat membuatnya mendapat pengalaman tak enak. Pada 1948, ia pernah ditawan Belanda atas tuduhan melakukan subversi. Kala itu, ia datang ke Jakarta sebagai wartawan politik Kantor Berita Antara.

 

4 dari 6 halaman

3. Piagam dari Presiden Soekarno

Pencapaian Usmar Ismail di bidang perfilman, mendapatkan perhatian dari Presiden Soekarno. Pada 1962, ia menerima penghargaan di bidang kebudayaan, Piagam Wijayakusuma.

5 dari 6 halaman

4. Kontroversi Anak Perawan di Sarang Penjamun

Anak Perawan di Sarang Penjamun, film Usmar Ismail yang diadaptasi dari novel Sutan Takdir Alisjahbana, sempat diboikot oleh sebagian masyarakat. Hal ini merupakan imbas dari suhu perpolitikan Indonesia - Malaysia yang panas kala itu.

Oleh PKI dan Lekra, film tersebut dianggap mengkhianati bangsa karena pro Malaysia. Namun ada pula yang beranggapan boikot ini muncul karena latar belakang Sutan Takdir Alisjahbana yang kala itu menjadi dosen di Universitas Malaya. Rosihan Anwar dalam bukunya, Sejarah Kecil Petite Histoire Indonesia, menulis bahwa PKI menganggap Sutan Takdir Alisjahbana sebagai seorang kontrarevolusioner.

Rosihan menulis bahwa Lekra bahkan berkampanye bahwa Usmar Ismail adalah kaki tangan imperialis Amerika.

6 dari 6 halaman

5. Diabadikan

Atas jasa-jasanya, nama Usmar Ismail kini diabadikan dalam sejumlah hal mulai dari ruas jalan hingga Gedung Perfilman yang berada di Rasuna Said, Jakarta Selatan.

Nama Usmar Ismail juga diabadikan sebagai tajuk penghargaan perfilman dari jurnalis film, yang malam puncaknya digelar saat Hari Film, pada 30 Maret.