Liputan6.com, Jakarta - Rasa kehilangan terhadap Chrisye bukan hanya terjadi pada 30 Maret 2007. Tepat di tanggal itu, Chrisye berpulang untuk selamanya. Jutaan fans dan masyarakat Indonesia, mengalami rasa kehilangan hebat.
Sebelas tahun berlalu, kehilangan yang cukup dalam terhadap kepergian Chrisye masih terasa, tak cuma untuk keluarga, tapi industri musik nasional.
Hampir satu dekade, tak ada musisi yang bisa menyamai kegemilangan prestasi sang "Puspa Indah". Catatan 31 album--termasuk dengan Guruh Gipsy, 21 album studio, dan sembilan album kompilasi--belum bisa ditandingi oleh solois pria mana pun di Tanah Air.
Advertisement
Wajar saja, jika akhirnya penyanyi kelahiran Jakarta, 16 September 1949 ditahbiskan sebagai legenda musik.Â
Baca Juga
Â
Buku, Konser dan Film
Semasa hidup, Chrisye merupakan sosok yang introvert. Tak banyak orang yang mengenal pemilik nama lengkap Chrismansyah Rahadi, kecuali melalui lagu-lagunya yang membahana sejak memutuskan bermusik medio 1960-an.
Sepeninggal Chrisye, rekaman memori kehidupannya pun dihadirkan. Berbagai macam medium disajikan untuk mengenal sekaligus mengenang penyanyi yang memulai kariernya bersama band Sabda Nada--hingga kemudian berganti nama menjadi Gipsy, cikal bakal Guruh Gipsy.
Medium buku misalnya, ada sejumlah karya tulis yang lahir dari keingintahuan terhadap Chrisye. Diantaranya; Chrisye: Sebuah Memoar Musikal dan The Last Words of CHRISYE (Alberthiene Endah), Chrisye Kesan di Mata Media, sahabat dan Fans dan 10 Tahun Setelah Chrisye Pergi : Ekspresi Kangen Penggemar (Nini Sunny).
Sebelas tahun Chrisye berpulang, tak terhitung banyaknya konser dan tribute yang dibuat untuk mengenangnya. Klimaksnya, film biografi Chrisye yang diperankan Vino G Bastian meluncur di layar bioskop akhir 2017 lalu.
Â
Advertisement
Generasi Milenial
Chrisye boleh disebut sebagai musisi lintas generasi. Karya-karyanya tetap abadi hingga abad milenial.
Banyak penyanyi muda yang kembali memperkenalkan Chrisye melalui lagu yang diaransemen ulang.
Sebut saja; "Aku Cinta Dia" (Vidi Aldiano), "Panah Asmara (Afgan), "Pergilah Kasih" (D'Masiv), "Anak Jalanan" (Sandhy Sondoro) hingga "Galih dan Ratna" (GAC).
Museum Chrisye
Melihat banyaknya kenangan terhadap Chrisye yang terserak, tercetus sebuah ide untuk mengumpulkannya melalui sebuah museum.
Menurut Ferry Mursyidan Baldan, selaku Ketua Komunitas Kangen Chrisye (K2C), karya-karya dan warisan bermusik Chrisye sangat melimpah. Tapi untuk ukuran Chrisye yang sederhana, membuat museum jelas hal yang berlebihan.
"Tidak perlu museum. Tetapi bisa lewat Chrisye Corner, jadi setiap orang yang ingin tahu mengenai Chrisye, nostalgia dengan lagu-lagunya sekaligus beli merchandise yang dijual, bisa dilakukan di tempat itu," kata Ferry Mursyidan Baldan, dalam sebuah wawancara.
Â
Advertisement