Sukses

Film Dokumenter Indonesia Tuai Pujian di Forum Docs By The Sea 2018

Docs By The Sea 2018 menyedot banyak sineas film dokumenter Asia Tenggara.

Liputan6.com, Kuta - Lembaga nirlaba In-Docs, yang secara konsisten mendukung para sineas film dokumenter Indonesia sejak 2002, kini bekerjasama dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dengan menggelar kegiatan Docs By The Sea 2018.

Docs By The Sea tahun kedua ini diselenggarakan di Hotel The Patra Kuta, Bali sejak 2 hingga 9 Agustus 2018. Seperti tahun lalu, acara ini dihadiri banyak sineas film dokumenter Asia Tenggara. Total terdapat 21 film panjang dan 10 film pendek.

Para sineas film dokumenter Indonesia pun turut mempresentasikan film andalan mereka masing-masing di Docs By The Sea 2018. Film-film tersebut adalah The Flame, Help Is on the Way?, Nchay Looking for Haven, Philosophy Gang: Your Fantasy Right Here!, The Poly Bag Poly Bag Journal, dan Sculpting the Giant.

Tak hanya sineas film panjang, sebanyak lima sineas film pendek Indonesia juga turut mendapat sorotan dan pujian dari para investor internasional selama sesi pitching forum Docs By The Sea 2018 yang digelar sejak 7 hingga 9 Agustus.

2 dari 3 halaman

Forum Global

Digelar sejak 2017, Docs By The Sea menjadi forum global yang menghubungkan para sineas dokumenter Indonesia serta Asia Tenggara dengan para pelaku industri dan investor film dokumenter internasional.

"Tak ada batasan untuk para sineas, semua boleh membuat lebih dari satu film. Kami juga tidak mematok harus film dengan isu-isu yang seksi, semua tema bisa diangkat," ujar Amelia Hapsari selaku Direktur Program In-Docs kepada Liputan6.com di Hotel The Patra Kuta, Bali, Rabu (8/8/2018) malam.

 

3 dari 3 halaman

Kondisi Demokrasi

Bicara soal alasannya merangkul para sineas dokumenter di Asia Tenggara, Amelia Hapsari selaku Direktur Program In-Docs memiliki berbagai alasan. Salah satunya adalah terkait kondisi demokrasi di beberapa negara Asia Tenggara.

"Docs By The Sea ini bisa memberikan ruang yang bersifat mendukung dan aman untuk suara-suara yang independen, akhirnya bisa dibuat. Belum tentu di negara-negara mereka sendiri akan mendapatkan dukungan," ia menyampaikan kepada para pewarta.

"Misalnya Filipina, Kamboja, atau Myanmar. Bisa dibantu storytelling dan financing juga. Itu menjadi motivasi kami di In-Docs untuk mendorong suara-suara independen agar bisa tetap hidup di tengah keadaan demokrasi Asia Tenggara yang fragile," ia menambahkan.