Sukses

Sorot Pernikahan Era Kolonial, Film Nyai Diangkat dari 5 Novel Legendaris

Film Nyai tayang perdana di Jakarta dalam rangkaian master class bersama Garin Nugroho.

Liputan6.com, Jakarta - Sutradara Garin Nugroho baru-baru ini telah meluncurkan garapannya berjudul film Nyai . Namun begitu, film ini tidak akan ditayangkan di bioskop-bioskop seluruh Indonesia.

Nyai hanya akan hadir di layar-layar alternatif serta dalam rangkaian master class bersama Garin Nugroho mulai tahun ini, mengutip dari press release yang diterima redaksi Liputan6.com, Selasa (9/10/2018).

Film Nyai berlatar belakang tahun 1926-1927. Di era itu awal sejarah film Indonesia tercipta. Film ini berkisah tentang kehidupan seorang "nyai" yang diadaptasi dari beberapa novel dengan judul sama.

Kisahnya mengangkat cerita tentang sosok perempuan pribumi yang menikah dengan laki-laki Belanda pada masa kolonial. Fenomena nyai memang marak pada periode itu.

Novel-novel yang menjadi inspirasi Garin Nugroho untuk film Nyai adalah Nyai Isah (1904) karya F. Wiggers; Seitang Koening (1906) karya R.M. Tirto Adhisoerjo; Boenga Roos dari Tjikembang (1927) karya Kwee Tek Hoay; Nyai Dasima (1960) karya S.M Ardan, dan Bumi Manusia (1980) karya Pramoedya Ananta Toer.

2 dari 5 halaman

Pengantar Sejarah Film Indonesia

Berangkat dari hal tersebut, Nyai dirasa mampu menjadi pengantar sejarah film Indonesia, baik keterkaitan film ini dengan aspek sejarah industrialisasi awal abad 20, sejarah transformasi sastra ke film hingga teater ke film, keterkaitan film dengan politik kolonial, maupun sejarah film Indonesia di awal pertumbuhannya.

"Film saya yang ini memang tidak akan beredar di bioskop-bioskop reguler, tapi layak untuk ditonton karena film ini bisa menjadi pengantar sejarah film Indonesia. Maka kami akan memperbanyak pemutaran dengan komunitas-komunitas dan melengkapinya dengan rangkaian master class," ujar Garin Nugroho.

Film berdurasi 89 menit ini dibuat dengan proses one take, one shot, dan real time. Makanya film ini terasa menggunakan metode panggung yang melibatkan para pemain teater.

"Ini eksperimen baru saya yang saya buat di tahun yang sama dengan film Setan Jawa (2016). Tapi karena produksi film ini sangat independen dan dengan tim yang kecil, maka metode distribusinya juga bergerak secara independen. Film ini unik dan juga memberikan perspektif baru di perfilman Indonesia," ungkap Garin yang sudah 37 tahun terjun di dunia perfilman.

3 dari 5 halaman

Master Class

Pemutaran spesial film yang diperankan oleh Annisa Hertami Kusumastuti, Rudi Corenz, Chawatie, dan Gunawan Maryanto ini, akan dilengkapi dengan master class bersama Garin Nugroho. Terdapat juga pakar film Ong Hari Wahyu (Riset Visual dan Penata Artistik), serta Andhy Pulung (Editor dan Produser) yang juga tim di balik film Nyai.

Periode pertama pemutaran spesial akan diadakan di dua kota, yakni Jakarta dan Surabaya. Garin Workshop juga bekerjasama dengan Pusat Pengembangan Perfilman (Pusbang Film) Kemdikbud serta CGV Cinemas sebagai mitra penyelenggara pemutaran spesial dan master class tersebut.

"Kami ingin mengundang masyarakat untuk menikmati sinema kami tidak hanya sebatastempat untuk menonton film dalam dan luar negeri. Tapi kami juga mengundang untuk menggunakan sinema kami sebagai ruang ekspresi budaya yang bisa dilakukan di dalam ataupun di luar auditorium," ujar Manael Sudarman, Sales and Marketing Division Head CGV Cinemas.

Hingga kini, CGV Cinemas telah memiliki 47 bioskop dengan lebih dari 300 layar yang tersebar di 23 kota seluruh Indonesia. CGV Cinemas akan terus membuka lokasi baru hingga mencapai 1000 layar melalui 100 bioskop di seluruh Indonesia pada 2020.

"Sebagai bentuk kepedulian kami terhadap perkembangan industri film Indonesia, kami berkomitmen untuk terus menambah layar ke seluruh Indonesia. Dengan penambahan layar, berarti semakin besar kesempatan untuk para sineas untuk filmnya bisa dinikmati khalayak ramai," tambah Manael Sudarman untuk penayangan film Nyai.

4 dari 5 halaman

Jadwal Pemutaran

Pemutaran spesial film Nyai diadakan pada 6 Oktober di CGV Pacific Place, Jakarta dan pada 12 Oktober di CGV BG Junction, Surabaya. Master class akan diadakan satu hari setelah pemutaran tersebut di masing-masing kota.

Peserta master class diutamakan adalah pembuat film muda yang berusia minimal 17 tahun dan sudah pernah menyutradarai film pendek minimal satu buah. Kelas ini diadakan secara gratis dan terbatas hanya untuk 50 peserta.

Tidak hanya ingin berhenti di sini, Garin Workshop juga akan membuka kerjasama dengan komunitas film di seluruh Indonesia untuk mengadakan rangkaian pemutaran dan master class di kota-kota lainnya.

Film Nyai tayang perdana di Busan International Film Festival pada Oktober 2016. Kemudian di Torino International Film Festival 2016, Singapore International Film Festival 2016, Rotterdam International Film Festival 2017, dan Goteborg International Film Festival 2017. Melalui kerjasama tersebut, diharapkan film Nyai bisa banyak ditonton pencinta film Indonesia.

5 dari 5 halaman

Tentang Garin Nugroho

Garin Nugroho lulus dari Fakultas Film Institut Kesenian Jakarta dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Garin dianggap pelopor film generasi baru pasca-1990. Film-filmnya telah menembus berbagai film festival, baik Cannes, Venice, dan Berlin Film Festival.

Mulai berkarier dari kritikus film dan pembuat dokumenter, karya- karyanya merepresentasikan peta dan persoalan sosial, budaya, dan politik Indonesia. Telah 34 tahun berkarya, karya-karyanya sangat luas, dari film, iklan, video musik, teater, instalasi seni, buku, menulis kolom surat kabar, hingga mendirikan festival film JAFF (Jogja NETPAC Asian Film Festival).

Karya - karyanya sejak 10 tahun terakhir meluas menjadi karya instalasi seni dan teater. Karya teaternya yang diadaptasi dari film Opera Jawa telah melahirkan trilogi karya panggung.

Karya terbaru Garin Nugroho yang berjudul Setan Jawa kini tengah berkeliling dunia tampil di gedung-gedung pertunjukan besar dan berkolaborasi dengan orkestra besar dunia.

Film terbarunya yang berjudul Kucumbu Tubuh Indahku (Memories of My Body) “ baru saja tayang perdana di Venice Film Festival 2018 dan sedang tur ke berbagai festival film lainnya.