Sukses

Dua Garis Biru, Drama yang Menyisakan Sensasi Hangat di Relung Hati

Dua Garis Biru menampilkan pasangan muda yang dimabuk kepayang hingga hal tak diinginkan terjadi pada mereka.

Liputan6.com, Jakarta Dua Garis Biru karya perdana sineas Gina S. Noer. Ia juga menulis naskah film ini. Menampilkan tema klasik tentang hamil di luar nikah, Dua Garis Biru yang merupakan naskah original, memberi banyak kejutan dari banyak aspek.

Sebagai karya perdana, Dua Garis Biru menetapkan standar baru yang lumayan tinggi. Sebuah pencapaian yang harus dilampaui Gina S. Noer dan sineas pendatang baru lain di masa mendatang. Seperti apa kisahnya?

Dua Garis Biru menampilkan pasangan muda yang dimabuk kepayang yakni Dara (Zara) dan Bima (Angga). Keduanya bersekolah di kelas yang sama. Suatu siang, Bima bermain di rumah Dara. Perbuatan terlarang pun terjadi di sana. Tak disangka, Dara hamil.

Dara tak mau aborsi dan berupaya menyembunyikan kehamilannya. Suatu siang, saat duduk di pinggir lapangan basket, sebuah bola membentur kepala Dara. Ia dilarikan ke UKS. Para guru memergoki kehamilan Dara. Peristiwa ini menggegerkan sekolah.

2 dari 4 halaman

Menyimpan Banyak Kekuatan

Orang tua Dara, Rika (Lulu) dan David (Dwi) dipanggil ke sekolah. Begitu pula orang tua Bima, Yuni (Cut) dan Rudy (Arswendy). Rika dan David tak dapat menyembunyikan kekecewaan mereka saat mengetahui Bima pelakunya. Mau tak mau, Dara dan Bima dinikahkan. Pernikahan ini tak lantas menyelesaikan masalah. Rumah tangga keduanya diwarnai sejumlah persoalan. Apalagi, saat Rika berencana menyerahkan bayi Dara ke orang lain yang lebih siap mengasuh.

Dua Garis Biru menyimpan banyak kekuatan. Sebagian wajah drama film ini dibuat cair oleh komedi yang tercipta dari situasi. Menariknya, unsur komedi ini dieksekusi para pemain yang selama ini indentik dengan drama. Adegan Yuni marah sambil mengulek sambal dan menyebut nama Adam membuat kami terbahak. Adegan ini didahului kedatangan kakak Bima, Dewi (Rachel) dari Bandung. Ia menuju kamar Bima, memukuli adiknya dengan tas seraya bertanya, mengapa saat berbuat tak memakai kondom.

Puncak pencapaian Gina dan para pemain, adegan di UKS. Dieksekusi tanpa putus alias one take, Gina membiarkan para pemain menjadikan ruang UKS layaknya panggung teater. Dua tokoh utama film ini tak berdaya. Sementara para karakter pendukung diberi ruang gerak leluasa. Amarah Dwi Sasono terasa sangat emosional dan bikin merinding. Lulu Tobing mengakhiri amarah dengan meninggalkan ruangan. Di saat yang sama ia meninggalkan sorot mata tajam yang merefleksikan kekecewaan sekaligus sakit hati mendalam.

3 dari 4 halaman

Amarah

Di ruang yang sama, kita melihat Cut Mini membungkus amarah dengan sikap pasrah, terduduk lemas. Upayanya menahan emosi gagal lalu diekspresikan lewat sebuah tamparan yang tepat sasaran hingga terasa dramatis. Lalu ada Arswendy yang berusaha menengahi namun kebijaksanaannya tak mampu melegakan semua pihak. Pertikaian ini hingga sekarang masih membekas di benak kami. Adegan ini simbol kegagalan orang tua sekaligus upaya dua remaja bangkit dari keterpurukan.

Dua Garis Biru memfiturkan banyak adegan berkesan. Ini bersumber pada performa enam tokoh kunci yang tampil gemilang, yakni Angga, Zara, Cut, Lulu, Dwi, dan Arswendy. Penampilan mereka tak kan berkesan jika tak dibekali naskah dengan dialog genius. Gina dengan luwes menyentil persoalan surga dan neraka lewat haru biru percakapan dua generasi (Yuni dan Bima). Pun kami tak akan lupa momen air mata Lulu yang menetes di pipi, kala mendampingi putrinya mendengarkan lagu di ranjang.

Selain bicara soal pilihan dan konsekuensi, Gina mengingatkan bahwa anak semestinya lebih baik dari orang tua. Ini tercermin dalam adegan sederhana saat Dara bertengkar dengan Rika. Dalam emosi, Dara meninggikan suara. Mendengar pertikaian ini, David menengahi dan mengingatkan Dara agar tidak bicara dengan nada tinggi kepada ibunya. “Papa juga begitu!” Dara merespons peringatan ayahnya. Jleb! Seketika David serasa ditampar. Ia menghela napas sejenak.

4 dari 4 halaman

Buah Terlarang Versi Kekinian

Yang keluar dari mulut David kemudian mencubit nurani kita sebagai penonton. “Dara, kamu bukan Mama. Juga bukan Papa. Kamu harus lebih baik dari Papa dan Mama,” ujar David melirih seraya menatap putrinya.

Menyajikan konflik yang dekat dengan realita di masyarakat, Dua Garis Biru bagaikan cermin besar yang memungkinkan siapa pun berkaca dan berbenah diri. Film ini sangat mungkin mendapat nominasi di ajang festival untuk kategori film, penyutradaraan, naskah, akting, penyuntingan, dan lagu tema.

Sangat jarang kita menemui drama keluarga di layar lebar dengan naskah sekuat Dua Garis Biru. Unsur komedinya tak merusak pilar drama. Dialognya efektif membangun karakter dan membimbing penonton ke puncak konflik. Tidak menggurui, menyisakan sensasi hangat di relung kalbu saat keluar dari bioskop. Penokohannya kuat dan beralasan.

Dua Garis Biru layak disebut sebagai salah satu film terbaik tahun ini. Film ini menjadi Buah Terlarang atau Akibat Buah Terlarang versi kekinian. (Wayan Diananto)