Liputan6.com, Jakarta Yang ditawarkan Bebas bukan cuma kenangan. Selain menempatkan diri sebagai mesin waktu berbahan bakar nostalgia, Bebas adalah benih yang tumbuh menjadi pohon dengan dahan berupa sejumlah pertanyaan. Di antaranya, apakah kita telah menjadi diri sendiri?
Apakah cita-cita kita di era putih abu-abu telah terwujud atau malah berbelok arah? Pertanyaan lain, apakah urusan kita dengan diri sendiri telah selesai? Bebas membawa kita ke era 1990-an yang mengesankan dengan topik melintasi waktu dan ruang.
Advertisement
Baca Juga
Bebas seperti pistol dengan sediaan banyak peluru (baca: kekuatan). Kekuatan pertama yang tak bisa dicuri dari Bebas, penyuntingan gambar yang teliti, lembut, dan menciptakan harmoni. Berkat penyuntingan gambar ciamik, alur cerita Bebas yang terdiri dua kurun waktu berbeda bergerak dinamis, enak diikuti, dan sejumlah lawakan pun bekerja efektif.
Lawakan bebas mewakili dua generasi berbeda. Jidat seluas Parkir Timur jelas milik generasi 1990-an. Gaya bicara sok Inggris dijamin bikin generasi Instagram terbahak.
Geng Bebas
Cerita Bebas berawal ketika Vina (Marsha Timothy) menengok ibunya (Sarah Sechan) di rumah sakit. Tak disangka pasien kanker di dekat kamar ibunda Vina adalah Kris (Susan Bachtiar), sahabatnya semasa SMA. Mendengar Kris hanya punya waktu dua bulan untuk hidup, Vina tergerak untuk mengumpulkan beberapa teman SMA. Vina lantas menghubungi Jessica (Indy Barends). Keduanya melacak keberadaan Jojo (Baim Wong) dan Gina (Widi Mulia) dengan bantuan Dedi (Edward Suhadi). Pencarian ini membuat Vina yang asli Sumedang terkenang masa SMA, tahun 1995.
Vina kala itu anak baru. Kedatangannya ke Jakarta disambut Kris (Sheryl Sheinafia), Gina (Zulfa Maharani), Jojo (Baskara Mahendra), Suci (Luthesa) dan Jessica (Agatha Pricilla). Mereka mendirikan geng Bebas, yang terinspirasi dari lagu Iwa K, yang diputar radio Prambors Rasisonia. Pencarian teman-teman SMA membuat Vina sadar, ada yang belum selesai dalam dirinya. Vina selama ini menerima apa pun yang terjadi dalam hidupnya hingga punya suami dan anak. Tak punya keberanian untuk bersikap, termasuk menyatakan cinta kepada seorang pria semasa SMA.
Perbedaan kurun waktu adalah celah yang dimanfaatkan Mira dan Gina untuk menumbuhkan para personel geng Bebas. Kita melihat Vina bertumbuh. Sama seperti Jessica yang bekerja di perusahaan asuransi, Jojo dan pasangannya, Gina dengan perubahan hidup yang dramatis, dan masih banyak lagi. Kita juga melihat ada hal-hal yang sejak dulu tak berubah seperti makanan favorit atau pekerjaan salah satu tokoh. Entah ini bentuk kesetiaan atau memang tak punya pilihan. Berubah atau tidak, itulah romantika hidup.
Advertisement
Lepas dari Sunny
Riri Riza memotret para tokoh di film Bebas dengan realistis. Apa yang terjadi di Bebas sangat mungkin kita alami. Bisa jadi, kehidupan salah satu geng Bebas pernah, sedang, atau akan kita rasakan. Cerita yang dekat dan disajikan dengan tempo cepat membuat Bebas mudah dinikmati. Membangkitkan suasana riang, sedih, atau bikin kita senyum-senyum sendiri. Bebas mengirim beragam emosi yang bersumber dari alur hidup setiap tokoh. Nyaris semua pemain tampil prima.
Kredit patut diberikan pada Widi Mulia, Marsha Timothy, dan Baim Wong. Pertemuan ketiga tokoh ini di rumah kontrakan, di gang yang tak bisa dilalui mobil adalah momen paling mengharukan bagi kami. Adegan ini dieksekusi dengan dramatisasi tidak berlebih. Namun kita bisa merasakan duka saat Baim dan Marsha saling berpandangan. Saat Widi mengejar sahabatnya di gang untuk memberikan stoples berisi kue, yang dulu mengikat pertalian mereka dengan latar kamar mewah.
Kekuatan Bebas lainnya datang dari kumpulan lagu yang berenergi. Tak semua lagu mewakili dekade 1990-an. “Sendiri” milik almarhum Chrisye, misalnya, seingat kami dirilis di tahun 1980-an. Meski begitu pemunculan lagu ini didasari alasan kuat mengingat salah satu karakter Bebas menyukai musik lawas. Lagu ini mengiringi momen manis yang menyadarkan salah satu tokoh untuk menyelesaikan apa yang belum tuntas. Bebas bisa jadi salah satu film terbaik tahun ini. Diadaptasi dari film Sunny yang laris di Korea Selatan, Bebas mampu berdiri sendiri.
Potret Sebuah Generasi
Ia mewakili Indonesia di era 1990-an berikut keresahan yang timbul di antaranya. Bebas bukan sekadar alat nostalgia. Benar, “Cukup Siti Nurbaya” mengingatkan kita pada kegeniusan Ahmad Dhani dan kecantikan Bianca Adinegoro.
Benar, “Kebebasan” milik Singiku mengingatkan kita pada si cantik Andhara Early yang mengenakan kawat gigi di video musik karya Glenn Kainama. Video klip itu menang di ajang tahunan Videp Musik Indonesia. Benar juga, kita punya rapper cewek segahar Denada yang mewujud di lagu “Kujelang Hari.”
Atau Andre Hehanusa yang menjadi cetak biru bagi sejumlah pangeran pop Tanah Air dari Glenn Fredly hingga Afgan yang datang sesudahnya. Di atas parade lagu yang melenakan ini, Bebas mengingatkan kita pada cikal bakal reformasi lewat pembredelan media hingga tukang nasi goreng abal-abal. Era 1990-an, momen penting sekaligus titik genting yang mengubah wajah Indonesia untuk selamanya. Bebas, mengabadikan momen-momen itu untuk kita ingat seterusnya.
Bebas adalah potret sebuah generasi, sebuah masyarakat, sebuah bangsa, juga sebuah pribadi. Ia mewakili kelompok dan di saat bersamaan terasa sangat personal. Kami tak kan lupa pada adegan seorang tokoh bertemu dengan dirinya sendiri dari masa lalu. Keduanya saling memeluk, pertanda ia telah selesai dengan diri sendiri.
Riri Riza mengeksekusi adegan ini penuh rasa, membuat mata kami berkaca lalu basah. Bebas tak berhasil mencetak box office di Tanah Air, karenanya segeralah menonton sebelum masa edarnya di bioskop berakhir.
Pemain: Marsha Timothy, Widi Mulia, Indy Barends, Susan Bachtiar, Baik Wong, Luthesa, Maizura, Zulfa Maharani, Agatha Pricilla, Sheryl Sheinafia, Sarah Sechan, Baskara Mahendra, Edward Suhadi
Produser: Mira Lesmana
Sutradara: Riri Riza
Penulis: Mira Lesmana, Gina S. Noer, Kang Hyoung-Cul
Produksi: Miles Films, CJ Entertainment, Ideosource Entertainment, BASE
Durasi: 1 jam, 59 menit
(Wayan Diananto)
Advertisement