Sukses

Kasus Wanprestasi Ashanty Bakal Disidangkan di PN Purwokerto

Martin Pratiwi kembali melaporkan Ashanty terkait kasus wanprestasi ke Pengadilan Negeri Purwokerto.

Liputan6.com, Jakarta - Perseteruan antara Ashanty dengan rekan bisnisnya, Martin Pratiwi, masih terus berlanjut. Sebelumnya, Martin sempat mencabut gugatannya terkait kasus wanprestasi di PN Tangerang, Banten.

Dua bulan berselang, Martin Pratiwi kembali melaporkan Ashanty terkait kasus wanprestasi ke Pengadilan Negeri Purwokerto. Hal ini disampaikan oleh pengacara Martin, Udhin Wibowo.

Menurut sang kuasa hukum, kliennya siap untuk berhadapan kembali dengan Ashanty di meja hijau. Sidang perdana rencananya akan digelar pada 31 Oktober 2019.

 

2 dari 5 halaman

Sidang Pertama

"Kita sudah daftarkan di tanggal 11 Oktober 2019 dan untuk sidang pertama diagendakan tanggal 31 Oktober, Kamis depan agendanya mediasi," papar Udhin Wibowo di Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (25/10/2019).

Meski tetap membawa kasus ini ke jalur hukum, bukan berarti pihak Martin Pratiwi menutup pintu damai. Semua akan terjawab setelah menjalani sidang mediasi.

3 dari 5 halaman

Terbuka untuk Damai

"Kita terbuka kalau memang ini diselesaikan secara damai. Kita berharap itu yang terjadi. Kalau memang secara kekeluargaan enggak bisa diselesaikan, ya tentu upaya terakhir jalur hukum," ungkap sang pengacara.

Diketahui, sebelumnya memang sudah ada kesepakatan antara Ashanty dengan Martin Pratiwi untuk memindahkan perkara perdata ini ke Pengadilan Negeri Purwokerto.

4 dari 5 halaman

Perjanjian Tertulis

"Pemindahan ke PN Purwokerto dari PN Tangerang karena proses perjanjian saya dan Mba A. (Dalam perjanjian) tertulis apabila ada permasalahan akan dilakukan (diselesaikan) di PN Purwokerto," ungkap Martin Pratiwi di tempat yang sama.

Saat di PN Tangerang, Martin Pratiwi menggugat Ashanty dengan nominal Rp 9,4 milar. Setelah dicek ulang, kini nominal tersebut bertambah jadi Rp 14,3 miliar.

5 dari 5 halaman

Tak Hanya Kerugian Materiil

"Kan selain kerugian-kerugian secara materiil yang benar-benar dirugikan, kita juga ada bunga dan lain-lain. Jadi kenapa itu bisa menjadi Rp 14 miliar sekian, juga karena ada perbedaan perincian," papar Udhin Wibowo.

"Karena waktu di Tangerang beliau sendiri sebagai prinsipal yang mengajukan. Nah setelah dikomunikasikan dengan penasehat, coba kita dudukkan perkara ini, kita coba lihat dokumen-dokumennya. Ternyata nilainya tidak seperti di Tangerang," ia mengakhiri.