Liputan6.com, Jakarta Bagi yang belum menonton Terminator: Dark Fate, ada aturan yang mesti Anda camkan. Pertama, abaikan tiga jilid terakhir Terminator, yakni Terminator: Rise of Machines (2003), Terminator: Salvation (2009), dan Terminator: Genesys (2015). Terminator: Dark Fate adalah lanjutan langsung dari Terminator: Judgment Day tahun 1991.
Jadi jangan kaget jika di Terminator: Dark Fate, karakter Sarah Connor yang diperankan Linda Hamilton tetap hidup. Terminator: Dark Fate diproduseri James Cameron dan David Ellison.Â
Â
Advertisement
Baca Juga
James Cameron menggagas lahirnya The Terminator dan mengantar Terminator: Judgment Day meraih empat Oscar. Terminator: Dark Fate yang berjarak 28 tahun dari film terdahulu diharapkan memuncaki tangga box office.
Film ini didanai 180 juta dolar AS (sekitar 2,5 triliun rupiah). Terminator: Dark Fate sejauh ini telah meraup pendapatan kotor 50,3 juta dolar AS (704 miliar rupiah).
Menyandingkan pemain veteran dan para bintang muda, Terminator: Dark Fate mengirim nuansa nostalgia dan kesegaran di saat bersamaan.
Sinopsis
Dibuka dengan hari yang buruk bagi Daniella (Natalia Reyes). Ia dan kakaknya, Diego (Diego Boneta) bekerja di pabrik. Namun posisi Diego telah digantikan robot. Tak terima, Daniella menemui atasan. Saat itulah, ia mendapati ayahnya, Ramos (Enrique Arce) menyusul.
Saat Daniella mendekati Ramos, Grace (Mackenzie Davis) yang datang dari masa depan mencegah seraya menghajar Ramos. Rupanya, ia Ramos palsu jelmaan Rev-9 (Gabriel Luna), mesin dari masa depan yang mencoba membantai Daniella. Usai membunuh Ramos dan Diego, Rev-9 mengejar Daniella.
Kejar-kejaran tak terhindarkan. Apalagi, Rev-9 sebagai robot pemusnah generasi terkini mampu melacak keberadaan musuh sejauh apa pun. Dalam kondisi terdesak, Grace dan Daniella ditolong Sarah (Linda Hamilton). Grace semula curiga kenapa Sarah bisa muncul di saat yang tepat.
Sarah mengaku mendapat pesan via ponsel berisi titik koordinat. Titik koordinat ini rupanya lokasi penyergapan Terminator. Usut punya usut, pengirim pesan itu adalah T-800 (Arnold Schwarzenegger). T-800 kini mencoba hidup layaknya manusia. Ia dinamai Carl.
Advertisement
Bukan Hal Baru
Sekitar setengah jam pertama Terminator: Dark Fate tak ada cerita apa-apa. Hanya mengisahkan siapa Daniella, bagaimana hubungannya dengan ayah dan kakak. Pengenalan tokoh di sela kejar-kejaran yang terlalu sensasional tapi sukses menyita seluruh atensi Anda.
Dunia Daniella seolah kiamat lantaran jadi anak sebatang kara. Dari sini kita tahu siapa sasaran dan tersangka. Belum ada kejelasan soal mengapa harus Daniella yang mati. Bagi yang sudah menonton The Terminator dan Terminator Judgment Day, ini bukan hal baru.Â
Berputar-putar
Selama menonton kami membayangkan seberapa tipis naskah film ini. Minim dialog, dengan penjelasan secukupnya, dan lebih banyak menggambarkan aksi kucing-kucingan yang merefleksikan dua kepentingan dari dua kubu. Kubu pertama melancarkan misi.
Kubu lain, menyelamatkan sasaran. Hanya itu, berputar-putar, dan kita menanti dua jawaban di babak akhir. Pertama, lakon kita selamat enggak, ya? Kedua, kalau selamat, bagaimana mematikan musuh? Mengingat, ditembak tak bisa mati. Dilindas mesin pun masih hidup.
Dalam situasi seperti ini, ada dua model penonton. Pertama, penggemar fanatik Terminator yang mungkin bertanya-tanya terkait kelanjutan nasib Skynet, kisah hidup Sarah yang dinilai tragis, dan setumpuk unsur nostalgia dari era Judgment Day.
Kedua, penonton yang tak mengikuti Terminator secara runut. Mereka bisa jadi bingung saat diminta mengabaikan tiga jilid terakhir karena bisa jadi justru itulah yang mereka tonton. Mereka mengenal Terminator dan Arnold dari Rise of the Machines, Salvation, serta Genesys.Â
Advertisement
Ruang Nostalgia
Saat diminta menonton kembali versi klasiknya, mungkin tak punya waktu. Kami misalnya. Baru lahir saat The Terminator dirilis. Bebas saja, sih menikmati film model begini. Toh, di tengah film kita melihat kilas balik kehidupan Sarah dan mengapa ia kini menghabiskan sisa hidup untuk memburu Terminator. Penggemar mungkin hanya bungah dengan aksi bertubi yang disuguhkan namun kecewa pada garis waktu serta penceritaan. Mengingat, Terminator: Dark Fate bertutur dengan pola dan bahkan, konflik yang sama.
Tak ada sesuatu yang baru dan ini membuat Terminator: Dark Fate terasa tak lagi relevan. Bagi yang menganggap karya Tim Miller sebatas hiburan, jelas Terminator: Dark Fate menyenangkan. Ketegangan menggelinding bagai bola salju. Makin mendekati akhir, makin kita gemas dan turut merasakan apa yang dirasakan para protagonis. Ndilalah, tiga protagonis ini perempuan semua. Menarik melihat mereka stres dan dipaksa putar otak di fase kritis. Terminator: Dark Fate unggul dari aspek penataan adegan. Grafik konfliknya terus menanjak.
Â
Di sisi lain, Tim Miller menyisakan ruang nostalgia yang cukup leluasa. Pertemuan Sarah dan T-800 untuk kali pertama setelah dua dekade lebih digarap dengan bersahaja, emosional, dan entah kenapa terasa epic! Sayang, Natalia Reyes tak mampu membalik keadaan. Setelah merasakan kiamat bertubi dalam hidup, kami tidak melihat transformasi yang meyakinkan dari korban menjadi pahlawan. Tak ada kekuatan menggugah dari dalam dirinya yang membuat kita percaya dia bisa menjadi sumber harapan dunia.
Â
Â
Â
Â
Pemain: Natalia Reyes, Mackenzie Davis, Linda Hamilton, Arnold Schwarzenegger, Gabriel Luna, Diego Boneta, Enrique Arce
Produser: James Cameron, David Ellison
Sutradara: Tim Miller
Penulis: David Goyer, Billy Ray, Justin Rhodes
Produksi: Paramount Pictures, Skydance Media
Durasi: 2 jam, 8 menit
Â
(Wayan Diananto)