Sukses

SHOWBIZ UNCENSORED: Aku Depresi Karena Diputus Vokalis Band Terkenal (Bagian 2)

Tak ada orang di apartemen, maka kubiarkan air mata berlinang. Ikuti kisah Showbiz Uncensored bagian ke-2 kali ini.

Liputan6.com, Jakarta Tiba di apartemen. Lift menerbangkanku ke lantai 18.

Pintu kututup. Aku bersandar di balik pintu, tubuhku perlahan melorot, lalu bersimpuh di lantai. Tak ada orang di apartemen, maka kubiarkan air mata berlinang. Aku menangis dari tanpa suara sampai akhirnya terdengar.

Kecewa yang semula mengendap di dada merayap ke ubun-ubun. Entah mengapa tangis malam itu membuatku terasa (sedikit) lebih lega. Perlahan aku bangun dari lantai, beringsut ke kamar mandi, membersihkan muka, dan membasuhnya dengan air dingin.

Di kaca kumelihat wajah yang kini tanpa makeup. Di batin kumelihat hati yang kini tanpa cinta.

"Halo, Bo," sapaku dari ujung telepon, beberapa menit setelah beringsut dari kamar mandi ke ruang tidur.

"Sorry tadi gue lagi ribut sama Aidan. Sampai enggak dengar telepon dari lo."

"Ribut kenapa lagi sih, Selasiiih?" Faiz menanya balik.

"Malas ngebahas, ah. Besok saja, ketemu di lokasi syuting Kebagusan, kan? Gue jam 7 pagi melaju, ya. Daaah bo!"

Lalu sepi. Suasana yang selama ini paling kubenci. Kulirik ponsel yang masih ada dalam genggaman. Rupanya baru jam 22.15. Ingin memejam tapi tak bisa. 

2 dari 9 halaman

Tapi Malu

Kubuka tirai jendela, menatap gedung-gedung bertingkat berikut lampu-lampu mobil yang berjingkrak di jalanan. Merah kuning berkedip-kedip dengan genit, bergerak searah maupun berlawanan. Toh itu tak bisa meramaikan suasana hatiku yang mendadak senyap. Ingin rasanya menelepon Mama dan berkeluh kesah, tapi malu.

Mau diam-diam menghubungi Papa, aku khawatir jawaban yang kudengar dari ujung sana adalah, "Papa bilang juga apa? Dari awal, kan Papa sudah enggak setuju kamu jalan sama vokalis band itu!".

 

3 dari 9 halaman

Ingin Papa dan Mama Bahagia

Sejak lulus audisi menjadi pemeran pendukung di sinetron harian (sebut saja) Aura Cinta, lima tahun silam, aku putuskan meninggalkan Yogyakarta. Pikirku, sudah cukup menyusahkan Papa dan Mama selama sekolah. Setelah lulus SMA dan jadi bintang sinetron, yang aku inginkan hanya bikin Papa dan Mama bahagia sekaligus bangga.

Papaku pengusaha. Mamaku dokter kandungan. Hampir tiap hari di rumah sakit aku melihat wanita berbadan dua. Dari yang hamil muda, trimester dua, sampai yang panik lantaran beberapa jam lagi melahirkan. Papa Mamaku punya dua anak. Kakakku, Bima Susetya, lulus S2 di Inggris. Akhirnya Mas Bima diterima jadi pegawai negeri di salah satu kementerian republik ini. 

 

 

4 dari 9 halaman

Aku Selalu Gagal

Aku yang sejak awal tidak tertarik bekerja di balik meja, memang ingin jadi seniman. Mimpi semula menjadi aktris layar lebar. Sayang, main film tak semudah yang dibayangkan.

Berulang kali menjalani audisi untuk layar lebar garapan rumah produksi ternama, aku selalu gagal. Justru kontes adu bakat yang digelar produk kecantikanlah yang membawaku ke layar kaca. Tak apa. Siapa tahu jalannya memang harus melipir. Sinetron dulu, main film kemudian.

 

5 dari 9 halaman

Jalan Masih Sepi

Hampir sejam mataku menerobos kaca jendela apartemen. Lama-lama lelah juga. Lalu badanku tehuyung, bersandar di tepian kaca jendela dan tak terasa, saat kubuka mata, sudah jam setengah enam pagi. Aku baru-buru mandi.

Pak Kresna yang stand by dari jam 5 pagi di lobi apartemen kuminta masuk untuk membantuku mengusung dua koper berisi baju ganti, alat rias, dan perangkat "lenong" lain.

Sejurus kemudian, mobil melaju ke Kebagusan. Lalu lintas lancar, jalanan masih sepi. Sesepi hati ini. Halah! Maklum tak ada ucapan sugeng morning lagi dari Aidan.

 

6 dari 9 halaman

Masih Hangat

Tiba di lokasi syuting rumah mewah di Kebagusan, Faiz menyapa dengan nada sinis, "Yakin semalam cuma ribut, Beb?"

"Booo, ini masih pagi. Harus banget, ya mengawali hari dengan mencurigai artis lo sendiri?" jawabku ogah-ogahan.

"Mata sembap, pertanda kurang tidur dan banyak pikiran. Padahal jam 10-an malam lo udah di apartemen," Faiz menyambung.

"Terus lo berharap gue jawab apa, Faiz Rifa yang terhormat?"

"Beb Lintang, ribut sama putus itu beda jauh. By the way, ini naskah Kasih Untuk Selasih episode ke-100. Masih hangat karena baru aja difotokopi sama kru."

 

7 dari 9 halaman

Bagian Adegan

Deg. Aku terperenyak. Darimana Faiz tahu aku putus dengan Aidan? Apa mungkin Aidan mengabari Faiz? Jika ya, buat apa? Selama ini, Aidan dan Faiz tak seakrab itu.

Tak mau ribut di pagi hari, kuputuskan untuk mendalami naskah dan menghafal dialog. Beginilah ritme kerja di lokasi syuting sinetron harian. Naskah datang di lokasi syuting.

Reading alias pendalaman karakter dilakukan sambil jalan. Belum lagi kalau ada adegan baru yang mesti ditambahkan. Atau, produk yang ingin pasang iklan dengan menjadi bagian adegan alias built in.

8 dari 9 halaman

Berkemas

Di lokasi syuting sinetron harian, semua serbacepat. Syuting hari itu berlangsung ringkas. Ini karena sebagian kru menginap di lokasi syuting. Jadi saat ada callingan pagi, mayoritas set di lokasi sudah siap. Tinggal para pemain menghafalkan dialog lalu berlakon di depan kamera. Di sela syuting, sesekali wajah Aidan berkelebat di benakku.

Untungnya, dialog Selasih yang kuperankan di episode ke-100 ini singkat-singkat. Selasih masih ditindas oleh mama tiri dan dirayu Pak Sasongko, ayah dari kekasihnya. Nahas betul nasib Selasih.

Syuting hari itu selesai jam 19. Kemudian syukuran digelar dengan mengundang 50 anak yatim. Usai potong tumpeng, makan bersama, dan pembagian santunan kepada adik-adik yang lucu ini, aku masuk ke ruang rias untuk berkemas.

Karena aku pemeran utama, aku dapat ruang rias dan ruang istirahat sendiri. Saat itulah Faiz masuk dan menyerahkan naskah episode ke-101. Kubaca sekilas dan yes, Selasih melakukan perlawanan terhadap mama tiri dan Pak Sasongko. Selamat tinggal masa-masa penindasan! Ha ha ha!

 

9 dari 9 halaman

Makin Tak Terbendung

"Ini naskah terbaru. Episode 101 ini babak baru. Ada pemain baru, Venussa Marcelli yang dulu jadi tokoh antagonis di sinetron Aura Cinta. Lo masih ingat, kan?" beri tahu Faiz seraya menyerahkan naskah.

"Ya, gue ingat, kok. Dan ya, semalam Aidan mutusin gue," jawabku.

Seketika Faiz mengunci ruang rias dan memelukku. Saat itulah air mataku kembali gugur. Faiz mengusap punggung lalu membisik, "Enggak apa-apa kalau lo merasa enggak baik-baik saja hari ini, Beb. It’s oke, Beb."

Sementara tangisku makin tak terbendung.

(Bersambung)

Anjali L

 

Disclaimer: 

Kisah dalam cerita ini adalah milik penulis. Jika ada kesamaan jalan cerita, tokoh dan tempat kejadian itu hanya kebetulan. Seluruh karya ini dilindungi oleh hak cipta di bawah publikasi Liputan6.com.