Liputan6.com, Jakarta “Mas Anji, aku mendukungmu. Saat ini Covid seolah menjelma menjadi kepercayaan baru yang tabu/pamali bahkan haram untuk dibantah,” tulis seorang artis via fitur pesan langsung di Instagram.
Lebih lanjut, ia menulis pesan lanjutan buat Anji. “Setiap kali ada opini yang terasa asing (tidak mengikut) pendapat umum tentang Covid, selalu saja ada yang merasa marah dan tersakiti,” katanya.
Advertisement
Baca Juga
“Aku masih terlalu pengecut untuk bersuara Mas Anji,” pungkas figur publik ini sembari membubuhkan emotikon wajah tertunduk lemas dan tangan menjura. Tangkapan layar ini diunggah Anji.
Mata dan Mulut Ditutup
Anji mengunggahnya dengan latar gambar wajah seseorang yang ditutupi mulut dan matanya. Sementara kedua tangannya dipegangi pihak lain, seolah simbol kebebasan yang terpasung.
Pelantun “Dia” dan “Berhenti Di Kamu” itu mengunggah di akun Instagram terverifikasi miliknya, Minggu (26/7/2020), disertai status teks soal pentingnya bersuara.
Advertisement
Diam Bukan Jawaban
“Seorang Artis dengan lebih dari 19M follower mengatakan ini pada saya. Ada beberapa banyak lainnya juga. Orang tidak bersuara, karena takut/malas diserang oleh arus besar yang berbeda pendapat. Seberapapun menyebalkannya, orang-orang harus berani menerima perbedaan pendapat,” cetus Anji.
Di pengujung status teks, pemilik album Luar Biasa mengingatkan, “Karena terkadang, diam bukan jawaban.” Tulisan Anji mejeng di akun gosip Instagram dan dikomentari banyak orang.
Lebih Bikin Sakit Kepala
Seorang warganet berakun @falla_adinda mengunggah tangkapan layar status teks Anji di Twitter disertai keterangan, “Post Mas Anji yang ini lebih bikin sakit kepala daripada yang ybs mempermasalahkan fotografer.”
Warga republik Twitter beramai-ramai mengomentari Anji. Salah satunya, penyanyi Fiersa Besari. Pelantun “Pelukku untuk Pelikmu” mencuit ulang status teks @falla_adinda disertai keterangan, “Anji bader bat dah ah. Dikata jangan dulu macem-macem.”
Advertisement
Keluarga Yang Tak Kan Kembali
Selanjutnya, Fiersa Besari mengingatkan, “Berpendapat itu hak. Tapi, patut diingat, apa yang bagimu sekadar opini, bagi orang lain adalah pengalaman traumatis.”
“Apa yang bagimu sekadar angka, bagi orang lain adalah kerabat dan keluarga yang takkan kembali. Mungkin bisa sedikit berempati jika tidak mungkin satu visi,” pungkasnya.