Liputan6.com, Jakarta - Dena Rachman memutuskan untuk menjadi transgender. Mantan artis cilik ini mengungkap pertama kali merasa dirinya berbeda dengan lelaki pada umumnya, adalah saat memasuki masa pubertas yaitu SMP.
Lantas apa yang membuat Dena Rachman memilih jalan untuk menjadi transgender. Apakah ia pernah mengalami kejadian kelam di masa lalu?
"It is normal, menurut gue sih itu normal ya, gue enggak ngerasa gimana-gimana. Pendidikan selalu menjadi yang utama, gue selalu berprestasi kebetulan jadi mereka (orangtua) juga enggak pernah ada masalah," kata Dena Rachman, di YouTube Daniel Mananta, Senin (16/11/2020).
Advertisement
"Jadi sama sekali enggak ada masalah ya kayak childhood trauma itu enggak sih, dengan keluarga maksudnya ya," sambung pemilik nama lengkap Renaldy Denada Rachman.
Baca Juga
Trauma pada Diri Sendiri
Ia hanya memiliki masalah dengan diri sendiri. Dena Rachman mengaku pernah mengalami trauma pada dirinya. Karena saat itu, ia belum terbuka dengan perbedaan yang ia rasakan.
"Trauma gue adalah dengan diri gue sendiri, karena aku merasa berbeda, aku berusaha menyesuaikannya. Terus gue mulai curhat kelas 2 SMP ada teman sekelas gue tiba-tiba datang dan bilang, 'Udah deh lo jujur aja ama kita, kita bisa ngerasain kok, lo enggak usah pura-pura'," paparnya.
"Waktu itu yang kayak takut, enggak ngerti, bingung, terus jadi ya sudah deh. Itu mungkin pertama kali gue came out ke publik jadi ke teman dulu. Pertama kali gue bisa berekspresi apa adanya tuh di SMP," sambung Dena Rachman.
Advertisement
Pergumulan
Sejak SMP hingga SMA Dena Rachman juga dikelilingi oleh teman-teman yang menyayangi dan menerima dirinya apa adanya. Itulah mengapa ia merasa bahwa masalah sebenarnya ada pada dirinya sendiri.
"Tapi ya pergumulan gue dengan diri gue sendiri, aku tahu ada sesuatu yang sifatnya formal yang enggak bisa fulfill. Aku merasa enggak nyaman, aku merasa it was not me, dan gue enggak bisa menjadi diri sendiri," ucap desainer 33 tahun ini.
Tak Ada Teman Curhat
Terlebih, saat itu Dena merasa tak memiliki siapa pun yang bisa dijadikan teman untuk mencurahkan isi hatinya. Jadi, berbagai perasaan berkecamuk dalam benaknya sendiri.
"Gue banyak bertanya sama diri sendiri kenapa gue dilahirin ya, gue enggak mau kok. Tapi kenapa aku ngerasa kayak gini, dan enggak punya orang yang bisa dicurhatin karena enggak ngerti waktu itu," ia memungkaskan.
Advertisement