Liputan6.com, Jakarta Selalu ada kali pertama dalam segala hal termasuk jatuh cinta. Jatmiko (Bhisma Mulia) dalam kisah Sobat Ambyar adalah pemain pemula, kalau tak mau dibilang amatir, dalam percintaan.
Dialah poros Sobat Ambyar, sebuah film tribute untuk The Godfather of Broken Heart, Didi Kempot. Karya sineas Charles Gozali dan Bagus Bramanti ini bermain-main dengan kisah cinta yang berpotensi menjadi klise.
Advertisement
Baca Juga
Kecermatan dalam memilih pemain, tata artistik, kurasi lagu, dan pengaturan porsi drama-komedi menjadikan film ini sukses mengambyarkan hati penonton. Berikut resensi film Sobat Ambyar.
Kopi Atas Nama Bangsa Indonesia
Hari itu, Jatmiko dan Kopet (Erick Estrada) berencana menutup kedai kopi La Vittoria yang sepi. Lalu, cewek ayu bernama Saras (Denira Wiraguna) datang memesan kopi atas nama Bangsa Indonesia. Inilah cinta pada pandangan pertama.
Jatmiko yang pemalu akhirnya berkenalan setelah membantu Saras kabur dari kejaran Anton (Emil Kusumo) dan Tomi (Dede Satri). Atas nama cinta pula, ia membantu Saras mengerjakan skripsi produk, dengan meneliti biji kopi warisan orangtua Jatmiko.
Saras lulus, lalu pulang ke Surabaya selama dua minggu. Yang bikin Jatmiko gelisah, pesan WhatsApp-nya yang sudah contreng biru tak kunjung dijawab. Tak kuat menanggung rindu, ia nekat menyusul Saras ke Surabaya membawa boneka beruang raksasa dan kue tar.
Maksud hati bikin kejutan, yang terkejut justru Jatmiko. Pasalnya, Saras punya gandengan baru, atasannya sendiri, Abdul (Rezca Syam). Berangkat bareng rindu, pulang berkawan nelangsa. Jatmiko lupa, siap jatuh cinta berarti siap patah hati.
Advertisement
5 Lagu di Lautan Tembang
Sobat Ambyar terasa segar berkat banyak faktor. Pertama, keberanian memilih pemain baru. Bhisma Mulia selama ini lebih dikenal lewat FTV. Dalam catatan kami, ini kali pertama Denira Wiraguna menjadi pemeran utama layar lebar.
Sebelumnya ia mendukung film laris seperti Dear Nathan dan Teman Tapi Menikah. Erick Estrada beberapa kali muncul sepintas di film karya Fajar Nugros. Kombinasi segar ini segera menyita perhatian.
Selanjutnya, kesadaran para kreator bahwa mereka dihadapkan pada lautan lagu patah hati karya Lord Didi. Mustahil memasukkan semua lagu sang maestro. Karenanya, Charles dan Bagus memilih 5 lagu populer untuk mewakili hati yang patah.
Keberanian memalingkan muka dari “Sewu Kutha” dan “Stasiun Balapan” patut diacungi jempol. Mereka tahu persis lagu apa yang dibutuhkan untuk menjadi nyawa film.
Beri Obor Kepada Maling
Erick dan Mo Sidik (sebagai Pak Faris) adalah sinyal tawa. Penempatan mereka di dunia Jatmiko bukan tanpa risiko. Kebanyakan porsi, melunturkan hawa patah hati. Terlalu sedikit, membuat film jadi depresif. Di sinilah, kejelian duo Bagus-Gea sebagai penulis naskah diuji.
Kopet, dalam bahasa Jawa, artinya (maaf) kotoran manusia. Jelas ini bukan nama sebenarnya. Masyarakat Jawa, khususnya Solo, menyebut ini karapan atau nama panggilan yang populer di lingkungan yang bersangkutan.
Kehadiran Kopet bukan pemanis atau pelengkap penderitaan. Ia salah satu fondasi yang membuat Jatmiko hidup. Kopet adalah motivator sekaligus “rem injak” yang menjambak Jatmiko saat kebablasan. Darinya, kita belajar hati seumpama rumah.
Saat jatuh cinta, jangan berikan hati seluruhnya. “Kowe bar kemalingan, Jat. Terus saiki kowe menehi obor nyang maling kuwi dinggo ngobong omahmu,” Kopet mengingatkan. Sementara Pak Faris, dengan porsi singkat, hadir memberi solusi untuk menyempurnakan titik balik tokoh utama.
Advertisement
Bukan Sekadar Cinta-cintaan
Dari aspek teknis, kentara sekali Sobat Ambyar disiapkan dengan detail. Satu detail yang membuat hati kami menghangat ada dalam adegan Jatmiko minta maaf pada Anjani (Sisca JKT48).
Keduanya saling peluk dan bertangis-tangisan. Lalu mata kamera melebarkan sudut pandang. Tampaklah foto almarhum ayah-ibu mereka seolah menatap Jatmiko dan Anjani yang berdamai.
Dari sini, kita melihat Sobat Ambyar bukan sekadar cinta-cintaan. Ia sejatinya film keluarga. Saat masalah membelit, acapkali solusinya sebenarnya ada di rumah. Hanya, kita yang kurang teliti mencari.
Bukan berarti film ini tanpa kelemahan mengingat tak ada film yang sempurna di muka bumi. Detail kosakata, seperti biasa menjadi problem film Indonesia berbasis daerah.
Petunjuk yang Ditabur Saras
Di awal film, Sisca JKT48 tampak meraba-raba logat Jawa yang pas dan baru ketemu di pertengahan. Pun kami agak deg-degan mendengar kata sak juto, mengingat orang Solo biasanya membilang sakyuto untuk padan kata satu juta.
Akhirnya, Sobat Ambyar bukan kisah cinta biasa. Ia menjelma drama keluarga dengan penokohan lebih dalam. Jatmiko jelas pemula dalam permainan cinta. Padahal, Saras sejak awal sudah menabur petunjuk.
Ia kehilangan sosok ayah. Maka yang dicarinya adalah pria mapan yang mengayomi lahir dan batinya. Maka, ia ogah menjadi “suster” saat pacarnya sakit. Maka, ia jatuh cinta hanya kepada orang yang selalu ada saat ia butuh.
Advertisement
Kalah Dadi Mawa...
Masih ada setumpuk prinsip "maka" lain dari Saras selama menjalin cinta. Apakah ini salah? Tentu saja tidak. Latar kehidupan Saras membuat motivasinya terasa halal saja.
Jatmiko tak menyadari petunjuk ini (lain dengan penulis yang sudah terlatih patah hati). Merujuk pada judul resensi ini, dalam permainan cinta Saras versus Jatmiko, siapa yang pulang dengan hati babak belur? Tentu kita menuding Jatmiko.
Tapi tunggu, perhatikan baik-baik, air muka Saras kali terakhir pamit pada Jatmiko. Orang Solo mengenal istilah, kalah dadi mawa (arang) menang dadi awu (abu). Jauh di lubuk hatinya, Saras tahu persis, menyakiti hati orang lain tak pernah merupakan sebuah kebahagiaan.
Pemain: Bhisma Mulia, Denira Wiraguna, Sisca JKT48, Erick Estrada, Mo Sidik, Asri Welas, Didi Kempot
Produser: Linda Gozali Arya, Charles Gozali
Sutradara: Charles Gozali, Bagus Bramanti
Penulis: Gea Rexy, Bagus Bramanti
Produksi: Magma Entertainment, Rapi Film, Paragon Pictures
Durasi: 1 jam, 41 menit