Sukses

Sharon Stone Jadi Korban Kekerasan Seksual Saat Kecil, Pelakunya Kakek Sendiri

Sharon Stone dan sang adik bersama-sama memutuskan untuk mengungkap pengalaman pahit masa lalu ini dalam memoir.

Liputan6.com, Los Angeles - Memoir Sharon Stone yang bertajuk The Beauty of Living Twice, akhirnya dirilis pada Selasa (30/3/2021) kemarin. Dalam buku ini, bintang film Basic Instinct tersebut menuliskan sejumlah rahasia masa lalunya yang selama ini tak diketahui publik.

Salah satunya adalah bahwa sang aktris Hollywood pernah menjadi korban kekerasan seksual.

Dilansir dari People, Rabu (31/3/2021) bukan hanya dirinya yang menjadi korban, tapi juga sang adik, Kelly. Sharon Stone menyebutkan bahwa pelaku kekerasan seksual ini tak lain adalah kakeknya sendiri.

 

2 dari 5 halaman

Kesepakatan Bersama

Dalam sebuah wawancara dengan The New York Times terkait perilisan bukunya ini, Sharon Stone mengungkap bahwa ia dan Kelly bersama-sama memutuskan untuk mengungkap pengalaman pahit masa lalu ini dalam memoir tersebut.

Ia juga mengatakan keduanya sempat menceritakan hal ini kepada sang ibu.

3 dari 5 halaman

Dibacakan kepada Ibu

"Kami berbicara dengan ibuku dan awalnya dia tak banyak bereaksi, lalu ia menulis surat kepadaku mengatakan bahwa informasi itu begitu membingungkannya," kata Sharon Stone,

Sang ibu merasa hal ini begitu mengerikan dan tak ingn membicarakannya secara langsung. Namun hal ini berubah total saat sang ibu sempat tinggal bersama Kelly. Saat memoir ini selesai ditulis, Sharon Stone bahkan sempat membacakannya kepada sang ibu selama lebih dari tiga hari.

4 dari 5 halaman

Ditulis Ulang

"Aku saat itu sedang sakit flu. Aku berada di tempat tidur saat aku menyelesaikan buku ini, lalu aku merekam satu setengah jam pernyataannya," kata Sharon Stone.

"Dari sini aku banyak menulis ulang bukunya. Dan di sinilah aku mendedikasikan bukuku kepadanya," ia menambahkan.

 

5 dari 5 halaman

Refleksi Sharon Stone

Memoir ini merupakan hasil refleksi Sharon Stone selama beberapa dekade. Ia meyakini bahwa saat seorang menginjak umur 40 tahun, komunitas pria kulit putih mulai mengatakan kepada wanita bahwa mereka tak lagi berharga.

"Kurasa saat kita makin tua, kita mendapat tekanan dari masyarakat yang mencoba mengatakan bahwa nilai kita sudah berkurang," kata wanita 63 tahun tersebut.