Sukses

Melihat Kisah Pejuang Wanita Asal Aceh yang Ditakuti Belanda di Film Tjoet Nja' Dhien

Film kolosal Tjoet Nja' Dhien yang dibintangi Christine Hakim dan disutradarai oleh Eros Djarot dapat disaksikan secara online di Mola

Liputan6.com, Jakarta Film kolosal Tjoet Nja' Dhien yang dibintangi Christine Hakim dan disutradarai oleh Eros Djarot dapat disaksikan secara online di Mola. Film yang rilis pertama kali tahun 1988 atau 33 tahun lalu ini sekarang hadir dalam versi yang lebih jernih usai direstorasi di Belanda. 

Visual dan sound film yang lebih baik itu membuat FIlm Tjoet Nja' Dhien menjadi tontonan yang menarik bagi generasi milenial dan Z yang menyukai film sejarah dan kisah-kisah pahlawan nasional. Terlebih lagi, saat ini masih dalam suasana peringatan kemerdekaan Republik Indonesia.

Sinopsis dan Alur Cerita

Film Tjoet Nja' Dhien merupakan film biografi yang menceritakan perjuangan pahlawan nasional wanita asal Aceh, Cut Nyak Dien atau Tjoet Nja' Dhien dalam melawan penjajahan Belanda di masa Perang Aceh.

Tjoet Nja Dhien yang diperankan Christine Hakim merupakan tokoh pejuang kemerdekaan asal Aceh yang terlahir dari keluarga bangsawan religius. Bagi orang-orang terdekatnya, Tjoet Nja Dhien dikenal sebagai sosok perempuan gigih dan vokal menyuarakan perlawanan atas penindasan yang dilakukan Belanda. 

Tjoet Nja' Dhien senantiasa mendukung dan mendampingi sang suami, Teuku Umar sejak perang Aceh pecah. Setelah Teuku Umar tewas dalam sebuah serangan mendadak di Meulaboh, Tjoet Nja' Dhien kemudian mengambil alih peran memimpin pasukan untuk melawan Belanda.

Peperangan berlangsung sengit, berpindah-pindah dari kota ke kampung hingga gerilya di hutan. Meskipun sakit karena rabun mata dan encok, Tjoet Nja Dhien tetap gigih bertempur, tidak pernah lelah untuk memberikan semangat rakyat Aceh agar terus berjuang. Serangan bertubi-tubi Belanda dan pengkhianatan membuat Tjoet Nja’ Dhien terpojok hingga akhirnya ditangkap oleh Belanda.  

Perlawanan rakyat Aceh kala itu menjadi perang terpanjang dalam sejarah penjajahan Belanda. Tidak hanya mengulas strategi yang diambil oleh Tjoet Nja’ Dhien dan dilema-dilema yang dihadapi sebagai pemimpin, tetapi juga menampilkan kekalutan tentara Belanda saat melawan rakyat Aceh.

2 dari 4 halaman

Perjalanan Perang Aceh Digambarkan dengan Cermat

Setiap perjalanan perang Aceh ditampilkan dengan cermat oleh sang sutradara Eros Djarot. Mulai dari menggambarkan kehidupan rakyat Aceh di masa penjajahan, sehingga harus berpindah-pindah tempat dan menyusuri hutan. Penggambaran lain yang sesuai dengan catat dokumentasi milik Belanda adalah penangkapan Tjoet Nja’ Dhien saat hujan deras.

Dikutip dari Antara, Eros Djarot mengatakan bahwa isu yang ada dalam film masih relevan dengan kondisi saat ini. Sehingga penting bagi anak-anak muda untuk menonton film Tjoet Nja Dhien.

"Dengan mengenal sejarah kita sendiri, selain akan membuat tahu siapa kita, generasi milenial dapat menjelaskan kepada dunia, siapa kita sebenarnya," kata Eros.

Menurutnya, film kolosal bukan sekedar menjadi sebuah film yang memiliki sejarah panjang, tapi juga mengabarkan kepada penonton masa kini bahwa banyak persoalan khususnya di film ini yang masih sangat terkait dengan persoalan terkini.

Berkat kekuatan cerita dan akting pemain, Tjoet Nja' Dhien menjadi salah satu film terbaik dalam sejarah perfilman Indonesia. Bukan saja berhasil meraih delapan piala citra, tetapi juga menjadi film Indonesia pertama yang diputar di Festival Film Cannes pada 1989.

Pemeran Film Tjoet Nja' Dhien

Film Tjoet Nja’ Dhien menampilkan bintang-bintang film terbaik Indonesia, diantaranya Christine Hakim yang saat itu berusia 28 tahun berperan sebagai Tjoet Nja' Dhien, Slamet Rahardjo sebagai Teuku Umar dan Pietrajaya Burnama sebagai Pang Laot serta  Rudy Wowor sebagai Veltman. Melibatkan banyak pemain pendukung, film Tjoet Nja' Dhien juga menampilkan dialog bahasa daerah Aceh, Indonesia dan juga bahasa Belanda.

Pemeran lainnya antaranya Rita Zaharah sebagai Nya' Bantu, Roy Karyadi sebagai Voorneman, Ibrahim Kadir sebagai Penyair, Rosihan Anwar sebagai Habib Meulaboh, Muhamad Amin sebagai Teuku Leubeh, Hendra Yanuarti sebagai Tjoet Gambang, Kamaruzaman sebagai Agam kecil, Huib "John" van den Hoek sebagai Van Heutz, Fritz G. Schadt sebagai Vetter, Herald Meyer sebagai saudagar dan Robert Syarif sebagai Verbrough.

3 dari 4 halaman

Biaya Produksi Film yang Fantastis

Film Tjoet Nja Dhien yang tayang perdana tahun 1988 lalu itu menghabiskan biaya produksi sekitar Rp1,5 miliar. Angka yang fantastis untuk sebuah film yang diproduksi pada masa itu, karena umumnya pembuatan film kolosal hanya menghabiskan Rp500 juta. Dibutuhkan waktu 3 tahun lamanya untuk benar-benar menyelesaikan film Tjoet Nja Dhien. Di balik biaya produksi yang tinggi ternyata para aktor utama yang terlibat dalam film ini tidak dibayar.

Penghargaan yang Diraih Film Tjoet Nja' Dhien

Film Tjoet Nja' Dhien berhasil memenangkan 8 Piala Citra dalam Festival Film Indonesia 1988. Mulai dari Film Terbaik, Sutradara Terbaik (Eros Djarot), Pemeran Wanita Terbaik (Christine Hakim), Skenario Terbaik (Eros Djarot), Cerita Asli Terbaik (Eros Djarot), Tata Sinematografi Terbaik (George Kamarullah), Tata Artistik Terbaik (Benny Benhardi) dan Tata Musik Terbaik (Idris Sardi)

Tidak hanya sukses menjadi salah satu film Indonesia terbaik sepanjang masa, Tjoet Nja’ Dhien juga menjadi film Indonesia pertama yang diputar di Festival Film Cannes pada 1989. Film ini bahkan sempat diajukan Indonesia kepada Academy Awards ke-62 tahun 1990 untuk penghargaan Film Berbahasa Asing Terbaik.

4 dari 4 halaman

Apresiasi Film Tjoet Nja' Dhien

Film Tjoet Nja’ Dhien direstorasi di Belanda oleh Eye Film Museum Amsterdam dan IdFilmCenter Foundation Jakarta ini pun mendapatkan apresiasi dari berbagai kalangan masyarakat, mulai dari Menteri, sineas perfilman hingga para netizen.

Hanung Bramantyo memberikan dukungan atas restorasi film Tjoet Nja’ Dhien. Bagi Hanung, film Tjoet Nja’ Dhien adalah masterpiece. Tak ketinggalan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno juga melontarkan apresiasi atas restorasi film Tjoet Nja’ Dhien. Menurut Menparekraf Sandiaga Uno, film tersebut sangat penting bagi perfilman Indonesia.

Tayang Gratis di Mola

Film Tjoet Nja’ Dhien tayang di Mola mulai 17 Agustus 2021 dengan kualitas audio dan visual yang lebih jernih, setelah direstorasi di Belanda oleh Eye Film Museum Amsterdam dan IdFilmCenter Foundation Jakarta.

Penonton tidak dikenakan biaya apapun, alias gratis. Untuk bisa menyaksikan Tjoet Nja’ Dhien, selama masa promosi berlangsung, penonton cukup melakukan registrasi dan login saja di website atau aplikasi Mola dan selanjutnya bisa langsung menyaksikan film tersebut.

Christine Hakim mengungkapkan rasa syukurnya karena akhirnya film Tjoet Nja’ Dhien bisa ditonton masyarakat Indonesia bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke 76 tahun. 

“Semoga kehadiran film Tjoet Nja’ Dhien di Mola bisa menjadi inspirasi, motivasi dan menambah kekuatan serta semangat di tengah ujian menghadapi pandemi,” tambahnya.

Perwakilan Mola Mirwan Suwarso mengatakan, “Film Tjoet Nja’ Dhien merupakan bentuk komitmen Mola untuk selalu menghadirkan film-film terbaik, baik Indonesia maupun internasional. Apalagi bertepatan dengan Kemerdekaan Indonesia, penayangan film ini merupakan upaya Mola untuk memperkenalkan perjalanan sejarah Indonesia bagi generasi muda, supaya bisa lebih menghargai negeri dan pahlawan-pahlawannya yang berjasa dalam meraih kemerdekaan.

“Film ini juga merupakan bukti dukungan kami terhadap industri perfilman Indonesia, terutama di masa pandemi yang serba sulit seperti saat ini. Mola memfasilitasi industri film Indonesia untuk menjadi bioskop digital sebagai alternatif baru bagi produser-produser film Indonesia,” tambah Mirwan. 

Mola dapat disaksikan melalui berbagai sarana di antaranya perangkat streaming full HD Mola Polytron, aplikasi mobile dan situs Mola (www.mola.tv) 

 

(*)