Liputan6.com, Jakarta Geliat perfilman di Tanah Air nyatanya masih begitu tinggi di tengah pandemi. Terbukti dari banyaknya materi yang diterima Lembaga Sensor Film untuk produk film di layar lebar, televisi, platform digital, termasuk juga untuk produk-produk iklan.
Saat menggelar konferensi pers terkait Laporan kinerja LSF RI tahun 2021, Ervan Ismail selaku wakil ketua LSF, menyebut bahwa berdasarkan aplikasi data berbasis elektronik e-SiAS LSF, sepanjang periode Januari-Desember 2021 total materi sensor yang telah didaftarkan ke LSF tercatat sebanyak 40.640 judul.
Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya. Artinya, meski di tengah pandemi nyatanya kreatifitas insan perfilman tetap produktif membuat produk-produk film, baik film komersil, festival, maupun iklan.
Advertisement
"Kita bersyukur di masa pandemi ini kita tetap produktif. Jumlah sensor film ternyata tetap meningkat," kata Ervan Ismail pada Selasa (22/3/2022).
Baca Juga
Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dua Tidak Lulus
Dari jumlah tersebut, materi yang ditetapkan Lulus sebanyak 40.638 judul, sedangkan yang Tidak Lulus dan dikembalikan ke pemilik film terdapat dua judul materi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kinerja LSF di bidang penyensoran telah melampaui target Renstra (Rencana Strategis) tahun 2021.
"Sebagaimana policy, kita memang tidak mencantumkan judul yang tidak lulus. Justru pasti akan memunculkan rasa penasaran. Kami nggak mau begitu, percayalah kalau LSF tidak meluluskan itu, bukan karena film itu kami tolak. Tetapi ada proses dua arah dari LSF dan film tersebut," kata Rommy Fibri Hardiyanto, ketua LSF.
"Tidak menutup kemungkinan dua judul film tersebut akan menjalani revisi dan lulus sensor di tahun ini," sambungnya.
Advertisement
Dialog dan Penyensoran Ulang
Dari Laporan Kinerja LSF tahun 2021, diketahui bahwa sepanjang Januari sampai dengan Desember 2021, berlangsung 16 kali dialog terkait dengan 16 judul (film, sinetron, dokumenter, dan film iklan), yang melibatkan 13 perusahaan film. Umumnya, permohonan dialog diajukan karena pemilik film merasa berkeberatan terhadap penggolongan usia yang telah ditetapkan LSF. Mereka memohon penurunan penggolongan usia, kendati untuk itu harus melakukan revisi sesuai kriteria.
Selain dialog, Undang-Undang Perfilman juga memberikan wewenang kepada LSF untuk “mengembalikan film dan iklan film yang mengandung tema, gambar, adegan, suara, dan teks terjemahan yang tidak sesuai dengan pedoman dan kriteria sensor kepada pemilik film dan iklan film untuk diperbaiki”.
Menurut catatan Subkomisi Penyensoran (Komisi I LSF), yang bertugas menindaklanjuti permohonan recensor, sepanjang 2021, tercatat 69 surat permohonan recensor atas materi sensor film dan iklan film. Terdiri atas 52 judul program TV, empat judul film layar lebar, tiga judul materi jaringan informatika, sembilan judul materi iklan TV, dan, satu judul iklan film. Dari 69 materi recensor tersebut, 49 judul disetujui dan 20 judul tidak disetujui.
Kebijakan Melindungi
Kendati sudah ada kebijakan dialog dan penyensoran ulang dalam rangkaian penyensoran film, masih banyak yang beranggapan bahwa penyensoran film mengekang kreativitas sineas. Padahal, penyensoran film merupakan amanat dari Undang-Undang Perfilman. Dalam laporan kinerja LSF 2021, Komisi II LSF, yang antara lain menangani pemantauan, mencatat bahwa sepanjang 2021 telah melaksanakan 8.858 kali pemantauan – hanya di televisi dan jaringan informatika, karena selama pandemi bioskop tidak beroperasi.
Dari jumlah tersebut, terdapat 7.597 kasus temuan. Antara lain, 2.602 tayangan tanpa melalui proses sensor, 2.793 film yang saat penayangan tidak mencantumkan STLS (Surat Tanda Lulus Sensor), 2.602 film yang ditayangkan dengan data film berbeda dengan yang didaftarkan untuk disensor. Bahkan ada 149 film yang ditayangkan dengan STLS yang sudah kedaluwarsa, selain 1.912 film asing yang ditayangkan dengan sulih suara (dubbing).
Advertisement