Liputan6.com, Jakarta - Gara-gara Warisan adalah debut pelawak tunggal Muhadkly Acho sebagai penulis naskah merangkap sutradara. Sebuah pertaruhan dalam kariernya yang selama ini dikenal sebagai aktor lewat Surya Yang Tak Dirindukan hingga era Imperfect.
Sebelumnya, ia pernah menulis naskah Kapal Goyang Kapten yang digarap sutradara Raymond Handaya. Dalam film yang dirilis tahun 2019 itu, Muhadkly Acho memerankan Chaka.
Gara-gara Warisan adalah drama keluarga berbumbu komedi. Dikemas dengan hangat oleh Starvision, rumah produksi yang telah melahirkan film lebaran sukses seperti Get Married, Sweet 17, hingga Ghost Writer sekalipun.
Advertisement
Baca Juga
Resensi Film Nitram: Napak Tilas Pembantaian di Port Arthur 1996, Akting Caleb Landry Jones Bersinar Terang
Resensi Film The Exorcism of God: Tragedi Pendeta Kerasukan Iblis Yang Diusirnya dari Tubuh Jemaat
Review Film Drive My Car: Indahnya Mampir ke Masa Lalu Orang Lain Untuk Tebus Resep Sakit Hati
Dirilis sebagai film Lebaran yang tayang mulai Sabtu, 30 April 2022, ia bersaing dengan KKN Di Desa Penari dan Kuntilanak 3. Akankah ia berhasil mencuri perhatian penonton? Berikut review film Gara-gara Warisan.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pukulan Telak
Pukulan telak diterima Dahlan ketika sang istri, Salma (Lydia Kandou) meninggal dunia. Setelahnya, ia menikahi Astuti (Ira Wibowo). Sebagai ibu tiri, ia baik namun kehadirannya ditolak anak kedua Dahlan, Laras (Indah Permatasari).
Dahlan sangat menyayangi si bungsu Dicky (Ge Pamungkas) dan bersikap keras terhadap anak pertama, Adam (Oka Antara). Ini menyisakan luka di hati si sulung, yang dibebani banyak hal dari merelakan paha ayam untuk Dicky hingga mengorbankan cita-cita jadi atlet sepakbola.
Padahal, ia telah dipanggil ikut seleksi pemain oleh PSSI. Setelah dewasa, Adam hanya jadi karyawan outsourcing untuk menangani keluhan pelanggan. Menikahi Rini (Hesti Purwadinata), Adam dikaruniai anak laki-laki dan tinggal di rumah kontrakan sempit.
Advertisement
Hubungan Orangtua dan Anak
Laras yang kadung sakit hati pergi dari rumah dan jadi pengurus panti jompo dibantu Benny (Ernest Prakasa). Suatu hari, Dahlan meminta anak-anaknya pulang untuk mengurus usaha penginapan keluarga. Adam, Laras, dan Dicky diminta bergiliran memimpin.
Yang terbaik akan diwarisi penginapan. Adam yang terimpit masalah finansial bertekad memenangkannya. Begitu pula, Laras yang kehilangan donatur panti asuhan dan Dicky, yang berjuang melawan kecanduan.
Hubungan orangtua dan anak, tema yang mudah terkoneksi dengan siapa saja. Ini modal emas Gara-gara Warisan. Apalagi, alurnya digerakkan pemain dengan jam terbang tinggi. Yayu Unru sebagai Dahlan adalah yang terbaik. Cinta tergambar jelas di sorot matanya saat menatap Lydia.
Penohonan dalam Film
Pun ketika berinteraksi dengan pasangan baru, kita melihat cinta tapi beda rasa. Kehilangan membuatnya sadar ada yang tak bisa diganti dan Yayu dengan reputasi meraih 2 Piala Citra mampu mengekskusi itu dengan apik.
Bagian drama dibangun dengan lumayan rapi. Kombinasi Oka-Indah-Ge tidak bisa dibilang buruk. Oka dengan emosi yang tertahan sejak awal menemukan momentum untuk meledak. Laras di tangan Indah adalah perpaduan idealisme dalam memandang hidup dan keyakinan.
Berprinsip tapi punya sisi lemah yang membuat karakter ini terasa manusiawi. Ge dengan rekanan Sheila Dara menjadi lebih utuh. Sheila memberi energi kepada Ge sehingga tokoh Dicky punya bahan bakar tambahan untuk melaju ke partai puncak yang emosional.
Advertisement
Pilar Komedi Versus Drama
Tokoh-tokoh pendukung pun tampil prima. Yang paling kentara, Lukman Sardi. Presense-nya sejak kali pertama muncul sembari buka kaca jendela mobil saja sudah mengisyaratkan energi negatif yang mesti diantisipasi. Ia paling jago soal beginian.
Gara-gara Warisan punya sejumlah catatan untuk Acho sebagai sineas debutan. Salah satunya, pembagian porsi drama dan komedi. Berupaya membagi dua sama rata. Saat dicermati, sejatinya tak semua lawakan yang dibawa Asci Resti, Lolox, Ence Bagus, dan Dicky berhasil.
Penempatannya pun ada yang malah menggerus departemen drama. Satu contoh, ketika Laras balik ke panti dengan berlinang air mata lalu memeluk seorang nenek yang tengah berbaring. Berharap ada waktu ekstra untuk adegan seemosional ini, nyatanya malah terputus untuk sketsa lain.
Beratnya Jadi Adam
Porsi komedi alangkah baiknya direduksi mengingat setiap anggota keluarga Dahlan bermotif dan kompleks. Butuh waktu tambahan bagi masing-masing tokoh untuk selesai dengan diri sendiri lalu menyelesaikan konflik satu sama lain.
Gara-gara Warisan adalah film keluarga. Jika ditonton oleh seluruh anggota keluarga, masing-masing akan punya titik peka yang berbeda dalam film ini. Titik peka saya sebagai anak sulung, jelas berada di Adam.
Dialah sulung yang diminta jadi contoh ideal soal pendidikan, standar sukses, dan harus mengalah dengan yang lebih muda. Sejujurnya dibutuhkan pundak ekstra kuat untuk menyangga ekspektasi plus kewajiban sebesar ini.
Advertisement
Adu Kuat
Melihat Adam, rasanya ingin menghampiri layar lebar, memeluknya dan bilang: Dear Adam, anak pertama pundaknya memang harus kuat. Baru 10 menit film bergulir, mata sudah berkaca-kaca melihat Adam kecil dengan beban besar.
Selebihnya adalah adu kuat antara hati penonton melawan konflik Gara-gara Warisan yang meruncing hingga menjelang menit akhir. Hasilnya? Saya “kalah” karena mewek dua kali.
Pemain: Oka Antara, Indah Permatasari, Ge Pamungkas, Yayu Unru, Ira Wibowo, Lydia Kandou, Ernest Prakasa, Marini
Produser: Chand Parwez Servia, Ernest Prakasa
Sutradara: Muhadkly Acho
Penulis: Muhadkly Acho
Produksi: Starvision Plus
Durasi: 119 menit