Liputan6.com, Jakarta Seorang Youtuber Rusia bernama Mak berkolaborasi dengan Albert Setiawan untuk membahas Token Sangkara ($MISA).
Kolaborasi ini dicanangkan berbarengan ketika luar negeri mendapat sorotan yang luar biasa di tengah merosotnya seluruh mata uang Kripto.
"Kami mencoba menghubungi kontak yang ada di website dan ngobrol dengan CMO Sangkara $MISA, Albert Setiawan," ungkap Mak dalam keterangannya.
Advertisement
Kata dia, pihaknya memang men-develop token Sangkara $MISA, NFT Market Place SangkaraNFT.com, platform Music Bantayahall.com, platfom Film Pamorstudio.com, dan berbagai usaha digital lainnya.
Baca Juga
Â
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Mengandalkan Banyak Bantuan
Albert Setiawan pun turut menjelaskan bahwa Sangkara $MISA adalah startup yang mengandalkan banyak bantuan dari teman-teman di luar negeri untuk bisa seperti sekarang.
"Di tengah situasi krisis kepercayaan kepada mata uang Kripto, pihaknya memberikan jawaban yang berbeda, membuat Mata Uang Kripto sebagai aset digital dan bukan mata uang," kata Albert soal Sangkara.
Â
Advertisement
Keunikan
Aset digital artinya memperlakukan aset kripto sebagai bagian dari perusahaan itu lalu menjadikan perusahaan sebagai underlyingnya. Kurang lebih seperti saham namun berbentuk token.
Keunikkan dari Sangkara $MISA membuat harga Sangkara naik 10 kali lipat dalam 2 minggu terakhir. Pilihan Sangkara termasuk untuk Audit CERTIK. Hanya listing di CEX (Centralized Exchanger) Dunia.
Membuat seluruh dunia menjadikan Sangkara $MISA menjadi salah satu token primadona di situasi saat ini. Naiknya tidak seperti token lain yang 100.000 persen, tetapi bertahap sedikit demi sedikit.
Â
Diundang Live
Albert Setiawan menambahkan bahwa selain diundang di Live Instagram oleh Mak, ia juga memiliki jadwal untuk berbincang dengan Orang Turki, Italia, dan India.
Albert juga sudah mendapat undangan memberikan kuliah di salah satu universitas besar di Kuala Lumpur, Malaysia.
"Memang kadang karya anak bangsa sulit dihargai di negeri sendiri, itu betul sekali, banyak yang berhasil di luar negeri, baru dihargai di Indonesia," tutup Albert.
Advertisement