Sukses

Amanda Rawles Susah Payah Pelajari Tari Piring di Film Ranah 3 Warna

Amanda Rawles bermain bersama Arbani Yasiz dan Teuku Rassya dalam film Ranah 3 Warna

Liputan6.com, Jakarta Bermain dalam sebuah film menjadikan aktris Amanda Rawles mendapatkan banyak tantangan. Seperti yang dialaminya saat bermain dalam film Ranah 3 Warna. Amanda memnceritakan beberapa tantangan menarik yang dia jalani saat melakukan proses syuting.

Dalam perannya itu Amanda Rawles diharuskan belajar bahasa Prancis dan juga tari piring. Maklum saja, latar belakang cerita film mengambil setting tahun 90an.

"Latar film ini kan tahun 90-an ya. Itu juga jadi tantangan buat aku. Terus aku juga harus menguasai bahasa Prancis dan juga Tari Piring," ujar Amanda Rawles saat ditemui di XXI Epicentrum Kuningan, Jakarta, baru-baru ini.

 

2 dari 5 halaman

Hal Baru

Bagi aktris kelahiran 25 Agustus 2000, mempelajari tarian bukanlah hal baru. Amanda mengaku memiliki ilmu dasar dari gerakan Tari Bali. Namun meski begitu dirinya tetap mengalami hambatan dalam memperlajari Tari Piring.

"Aku dulu punya basic ilmu Tari Bali sebetulnya. Tapi, sangat berbeda dengan Tari Piring, walau lumayan mengerti dengan yang berbau tari-tarian. Jadi familiar, tapi tetap kesulitan dengan Tari Piring," kata Amanda Rawles.

 

3 dari 5 halaman

Workshop

Agar Tari Piring dilakoni secara autentik, Amanda Rawles mempelajarai aspek-aspek Tari Piring dan melewati proses workshop yang panjang.

"Itu piringnya nggak boleh jatuh dan nggak pakai tali. Megangnya pakai tangan. Proses workshop juga lumayan panjang," imbuh Amanda Rawles.

 

4 dari 5 halaman

Inspirasi

Film Ranah 3 Warna yang digarap oleh sutradara Guntur Soeharjanto membuat Amanda Rawles tersentuh dan mengingatkan kaum-kaum muda untuk selalu bersyukur dan terus mengejar impian mereka.

"Film ini sangat menyentuh hati. Menurutku, sangat menginspirasi anak-anak muda dalam mengejar mimpi," ujarnya.

 

5 dari 5 halaman

Cerita

Film Ranah 3 Warna diangkat dari Novel yang mengikuti kisah Alif Fikri, seorang pemuda yang berkeinginan untuk bersekolah di luar negeri.

Namun dalam menggapai keinginannya itu, Alif mengalami beberapa masalah dari aspek pendidikan, lingkungan dan asmaranya.

Ia diceritakan sudah lama menaruh hati kepada teman satu kampusnya yang bernama Raisa. Di sisi lain, sahabatnya yang bernama Randai pun memiliki perasaan serupa kepada perempuan tersebut.

Ada dilema yang dialami oleh Alif ketika harus memilih memperjuangkan cintanya atau mempertahankan persahabatannya.

Selain itu, ia juga sudah berjanji untuk menyelesaikan sekolahnya kepada sang ayah yang sudah meninggal.

Walaupun kerap mendapat cibiran dari lingkungan sekitarnya, Alif tetap bersabar dan bersemangat dengan berbekal doa ‘man shabara zhafira’ yang artinya ‘siapa yang sabar maka dia akan beruntung’.