Liputan6.com, Jakarta Memasuki musim penghargaan, sejumlah film kaliber festival berdatangan ke Indonesia. Salah satunya, Boy from Heaven yang dirilis di kawasan Amerika Utara dengan judul Cairo Conspirasy.
Film Boy from Heaven mewakili Swedia di ajang Oscar 2023 kategori Film Fitur Internasional Terbaik. Sayang, karya sineas Tarik Saleh ini gagal menembus nominasi. Meski begitu, bukan berarti ini ini tak ciamik.
Boy From Heaven dengan performa menjanjikan dari Tawfeek Barhom dan Fares Fares salah satu film penting tahun ini. Menegangkan dengan tuturan rapi plus isu aktual soal wajah Islam dalam pemerintahan Mesir.
Advertisement
Baca Juga
Resensi Film Kembang Api: 4 Orang Kopi Darat untuk Akhiri Hidup Bersama Tapi Gagal Melulu Sampai Emosi
Resensi Film Para Betina Pengikut Iblis: Pertemuan Manusia-manusia Ingkar Calon Penghuni Neraka
Resensi Film SAS: Red Notice, Skandal Proyek Britgaz Tewaskan Warga Sipil, PM Inggris Diduga Terlibat
Meraih dua piala di Festival Film Cannes 2022 termasuk Skenario Terbaik, berikut resensi film atau review film Boy From Heaven yang bisa Anda saksikan secara legal lewat platform streaming KlikFilm.
Diterima di Kampus Al Azhar
Adam Taha (Tawfeek Barhom) yang tinggal di kampung nelayan kawasan Manzala datang ke masjid. Imam Desa (Hassan El Sayed) memberinya sepucuk surat berisi kabar bahagia: diterima di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir.
Tiba di sana, Al Azhar dalam fase genting. Pasalnya, Imam Besar meninggal dunia. Kabar ini sampai ke telinga Pemerintah. Mereka menghendaki Imam Besar pengganti adalah Omar Beblawi (Jawad Altawil) sementara para akademisi melirik Al Durani (Ramzi Choukair).
Perang kepentingan terjadi. Suasana makin kacau setelah agen Pemerintah di lingkungan kampus, Zizo (Mehdi Dehbi) mengaku kepada atasannya, Kolonel Ibrahim (Fares Fares), bahwa identitasnya sudah ketahuan. Ia akan mencari agen pengganti.
Pilihan jatuh kepada Adam. Zizo mendekati Adam. Hubungan mereka menghangat. Apes, beberapa hari kemudian, Zizo tewas ditusuk belati oleh sejumlah pria. Ibrahim lantas merekrut Adam untuk mengecek siapa sang eksekutor.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Eksekusi Isu Sensitif
Bekerja sebagai “malaikat” alias mata-mata Pemerintah tak semudah yang dibayangkan. Pasalnya, ia harus meyakinkan geng Persaudaraan Muslim yang diduga kuat menghabisi Zizo di sekitar kampus. Kejutan yang tak dirindukan terjadi.
Salah satu petinggi Al Azhar yang paling disegani, Syekh Negm (Makram Khoury) alias Syekh Buta mengaku membunuh Zizo. Pemerintah makin gerah karena tahu persis bukan dia pelakunya. Apa motif di balik semua ini?
Isu sesensitif ini dieksekusi Tarik Saleh dengan cermat lewat pemilihan pemain yang pas. Secara fisik, Tawfeek Barhom merefleksikan pemuda kebanyakan. Wajahnya tampak awam, dihadapkan pada posisi nyaris tak punya pilihan ia mencoba mempelajari pola intrik.
Performa Tawfeek dan Fares
Di tangan sang aktor, Adam Taha memperlihatkan progres brilian memanfaatkan interaksinya dengan aktor senior Fares Fares yang sejak awal tampil konsisten. Interaksi keduanya kasual namun kentara sekali ada ranjau ketegangan yang siap meledak.
Ritme cerita Boy From Heaven cenderung lambat. Ini tak lantas membuat penonton terlelap. Rahasianya, terletak pada detail tarik ulur karakter utama pada pihak yang diduga terlibat pembunuhan. Di sana, ada momen saling curiga, kucing-kucingan. Ini sangat menegangkan.
Advertisement
Berpacu Melawan Waktu
Berpacu melawan waktu, seorang amatir mati-matian menyelamatkan diri dan keluarga. Momen-momen “di ujung tanduk” di-capture Tarik Saleh tanpa dramatisasi adegan dan score. Justru di sini letak ngerinya. Tiap adegan jadi terasa riil. Penonton jadi ketar-ketir sendiri.
Setiap pemeran pendukung yang tampil sekelebat maupun intens mendampingi tokoh utama punya fungsi signifikan. Ini membuat lingkar pergaulan Al Azhar jadi terasa ngeri-ngeri sedap. Kita tahu kampus ini rahim yang memproduksi populasi cendikiawan Muslim.
Di sana pula lahir benih-benih konflik di mana nyawa acapkali terasa (maaf) receh dan murah. Dalam konteks ini, jelas ada dua kubu yang akan terbentur kepentingan. Keberpihakan Tarik Saleh dalam mengelola cerita dipertaruhkan.
Daya Pikat Babak Pamungkas
Mengamini Pemerintah adalah orang yang dipilih Tuhan di muka bumi, Tarik akhirnya memihak dengan bijak. Ia tak 100 persen membenarkan langkah-langkah politis dalam drama dua jam lebih ini. Adam sebagai tokoh utama adalah statement lantang sang sineas.
Ini tergambar pada babak akhir yang menegangkan sekaligus mengharukan. Percakapan soal Umar bin Khattab, definisi Mukmin sejati, iman, dusta demi menguak kebenaran, dan upaya lari dari takdir Tuhan benar-benar bikin penonton termasuk kami merenung.
Advertisement
Emosi Tenang Namun Dalam
Disajikan dalam emosi tenang namun dalam, tanpa nada tinggi apalagi mata mendelik. Babak akhir Boy From Heaven adalah salah satu ending film terbaik tahun ini.
“Siapa kau sebenarnya?”
“Aku muridmu.”
“Kau bukan lagi mahasiswa. Kau tidak butuh siapapun untuk mengajarkan agamamu.”
Ini percakapan dua orang Muslim dari dua generasi. Namun efek rohaninya sangat universal, menyentuh nurani mereka yang nonMuslim sekalipun.
Pemain: Tawfeek Barhom, Fares Fares, Hassan El Sayed, Mohammad Bakri, Makram Khoury, Mehdi Dehbi, Ramzi Choukair
Produser: Kristina Aberg, Fredrik Zander
Sutradara: Tarik Saleh
Penulis: Tarik Saleh
Produksi: Atmo, Memento, Bufo
Durasi: 2 jam, 1 menit