Liputan6.com, Jakarta Sejumlah musisi sekaligus komposer mendatangi Gedung Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), guna menyatakan sikapnya terkait masa depan para komposer alias pencipta lagu.
Para komposer itu adalah Ahmad Dhani, Piyu Padi Rebor, Posan Tobing, Rieka Roeslan, Badai, Yovie Widianto, Dee Lestari, Dhenng Chasmala, Pika Iskandar dan Shandy Canester.
Baca Juga
Setidaknya ada 4 poin yang disampaikan mereka yang tergabung dalam Komposer Bersatu itu. Di antaranya soal sikap para pencipta lagu untuk tidak memberikan izin pihak lain membawakan lagu ciptaanya.
Advertisement
"Sikap pertama dapatkah pencipta lagu tidak menberi izin untuk lagunya dinyanyikan oleh penyanyi lain? Kesimpulannya dari kami adalah bisa," ucap Badai di Gedung Kemenkumham, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (18/4/2023).
Persoalan yang Disorot Ahmad Dhani dan para Komposer Bersatu
Komposer Bersatu juga menyoal hak pencipta, tidak berlakunya pencipta melarang karyanya dibawakan pihak lain, selama pengguna sudah melakukan perjanjian dan pembayaran royalti kepada LMK seperti yang tercantum pada ayat 5 Pasal 23.
"Sampai hari ini, para pencipta lagu tidak mendapatkan jawaban pasti maupun laporan penerimaan dari daftar yang dipertanyakan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa LMKN dan pihak penyelenggara (EO) tidak melaksanakan kewajiban mereka sepert inl diperintahkan UU. Sudah jelas terjadi pelanggaran terhadap UU Hak Cipta," kata Piyu.
Advertisement
Sikap Komposer Bersatu Terkait Kekhawatiran Akan Kolapsnya Sistem Pemungutan Royalti Bersifat Kolektif
Lebih lanjut, Badai menyampaikan sikap Komposer Bersatu, terkait kekhawatiran akan kolapsnya sistem pemungutan royalti bersifat kolektif, bila pencipta lagu tidak memberikan izin. Ia yakin, pelarangan ini tidak sembarang dilakukan para pencipta lagu.
"Untuk mendapatkan hak ekonomi secara maksimal, pencipta lagu wajib masuk dalam LMK. Kami semua masuk LMK, yaitu WAMI. Dan WAMI sebagai penerima kuasa diberikan hak untuk melarang atau memberi izin atas pemakaian lagu atau musik dari pemberi kuasa sesuai UU yang berlaku dengan pencipta," urai Badai.
Besaran Royalti yang Dianggap Tidak Wajar di Mata Komposer Bersatu
Adapun poin terakhir mengenai besaran royalti yang dianggap tidak wajar. Bahkan dalam laporan per kuartal (4 bulanan) yang diterima komposer, angka yang diterima hanya berkisar puluhan ribu hingga ratusan ribu saja.
"Untuk itu, kami meminta pada Pemerintah/LMKN untuk membuat SOP (juklak & juknis) dari pelaksanaan Pasal 23 UUHC, sehingga mekanisme pembayaran royalti performing right terlaksana dengan lebih efisien dan merata," pungkas Badai. (Liputan6.com/M. Altaf Jauhar)
Advertisement