Liputan6.com, Jakarta Dikenal sebagai penyanyi cilik dekade 1970-an, Sari Koeswoyo kini menjadi pelukis atau perupa dengan karakter spesifik yakni lukisan wayang. Sejumlah karyanya dipamerkan ke publik dalam pameran seni “Tombo Ati” di Artotel Mangkuluhur Jakarta.
Pameran seni “Tombo Ati” digelar mulai 10 Oktober 2023 untuk merayakan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia. Dalam pameran ini, lukisan Sari Koeswoyo dipajang bersama karya dua seniman lain yakni, Rosita Rose dan KaNA Fuddy Prakoso.
Tombo Ati dipilih sebagai judul karena bermakna dalam, yakni inner vision atau mata hati yang mengeksplorasi kedalaman emosi juga perjalanan spiritual manusia. Sari Koeswoyo lantas menceritakan romantika terlahir sebagai anak seniman legendaris Yok Koeswoyo.
Advertisement
“Jadi lahir sebagai anak legend sangat diharapkan oleh orang untuk menjadi seperti orangtuanya. Beban dari kecil itu yang selalu dibanding-bandingkan bahwa saya punya saudara sepupu yang juga penyanyi dan lebih terkenal. Itu juga menjadi beban,” katanya.
Bertemu Psikolog dan Psikiater
Kepada Showbiz Liputan6.com di Jakarta baru-baru ini, nama belakang Koeswoyo dan kesuksesan di masa kecil rupanya melahirkan trauma-trauma kecil di belakang panggung. Ia menyinggung pula tragedi kehilangan ibu lalu mendapat ibu baru. Fase stres dilewatinya.
“Kehilangan ibu, lalu mendapat ibu yang baru, sampai satu titik saya kehilangan apa yang saya percaya sehingga stres berat atau depresi. Sampai harus berkonsultasi dengan psikiater dan psikolog,” ujar Sari Koeswoyo yang kariernya melambung bersama album Kemarau.
Pertemuan dengan psikiater dan psikolog mengantar Sari Koeswoyo berkenalan dengan seni lain. Dalam rangkaian konsultasi, ia bertemu kertas putih dan pensil warna. Sari Koeswoyo yang berjuang meraih kesehatan mental mulai menggambar apa yang dirasakannya.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Sari Koeswoyo dan Wayang Sari
Hasil gambarnya memperlihatkan proses perjuangan untuk bahagia dari yang semula didominasi warna gelap menjadi penuh warna. Pulang ke Indonesia, kondisinya sempat goyah namun melukis membuatnya merasa tenang. Sari Koeswoyo sering menggambar wayang perempuan.
“Saya merasa lebih tenang saat melihat selembar kertas dengan pensil warna atau spidol. Saya mulai menggambarkan apa yang ada di kepala saya. Makin lama gambar itu makin hidup, yang muncul dalam bentuk wayang yang saya panggil dengan Wayang Sari,” urainya.
Lukisan wayang Sari Koeswoyo berbicara mengenai perempuan, beban, kehebatan, amarah dan beragam emosi maupun kondisi mereka. Salah satu lukisan yang dipamerkannya dalam pergelaran Tombo Ati bertajuk “Bukan WANI ditaTA (Perempuan).
Bukan Berarti Saya Feminis
“Bukan berarti saya feminis. Saya terima bahwa saya seorang perempuan. Tapi, saya perempuan hebat karena meski tidak ada pendamping laki-laki untuk sementara ini, saya bisa melakukan apapun yang harus dilakukan sebagai ibu sekaligus bapak,” ucap Sari Koeswoyo.
“Tombo Ati” dibuka Direktur Utama RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat, dr. Yuniar Sp. KJ, MMRS. General Manager Artotel Suites Mangkuluhur Jakarta, Djulkarnain menyebut, pameran ini mengapresiasi keragaman seni lokal dan memperkaya pengalaman seni para tamu.
“Setiap karya dalam pameran ini menggambarkan keunikan. Kami berharap pengunjung dapat merasakan keindahan dan inspirasi di setiap sudut ruang pameran. Terlebih pameran seni ini bertepatan dengan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia pada 10 Oktober 2023,” beri tahu Djulkarnain.
Advertisement