Liputan6.com, Jakarta Kematian mendadak Nanie Darham, bintang film Air Terjun Pengantin, menyisakan dugaan terkait malpraktik dalam operasi sedot lemak yang dilakukan di salah satu klinik kecantikan di kawasan Cipete, Jakata Selatan. Kuasa hukum keluarga, Hartono Tanuwidjaja, mengungkapkan kronologi peristiwa yang mengejutkan tersebut.
Pada 6 Oktober 2023, Nanie Darham berkonsultasi di klinik tersebit terkait operasi sedot lemak, meskipun baru melahirkan dua bulan sebelumnya. Dokter DM di klink sepakat melaksanakan operasi, meskipun saran dokter kandungan sebelumnya menyarankan menunggu minimal 6 bulan setelah melahirkan.
Penting untuk dicatat bahwa Nanie sebelumnya telah berkonsultasi dengan dokter D di Rumah Sakit Brawijaya, yang memberikan saran berbeda. Namun, Nanie memilih melanjutkan dengan operasi di klinik tersebut.
Advertisement
“Yang pertama adalah bahwa kondisi korban Nani Darham ini adalah seorang ibu yang mempunyai anak balita, yang pertama anak usia 3 tahun laki-laki, yang kedua baru melahirkan 2 bulan sebelum tanggal pelasanan operasi yaitu pada bulan Agustus,” kata Hartono saat menggelar konferensi pers dilansir dari tayangan YouTube Hukum ID pada Kamis (23/11/2023).
Dijamin Aman
Kuasa hukum keluarga menyampaikan bahwa Nanie membayar uang muka sebesar 10 juta rupiah untuk program operasi sedot lemak. Awalnya dijadwalkan pada 6 atau 7 November 2023, namun klinik tersebut mengubah jadwalnya menjadi 21 atau 24 Oktober. Nanie dipastikan bahwa operasi ini aman untuk dilakukan meskipun ia sedang menyusui.
“Jadi pada saat konsultasi ke dokter Danu, Nani pada saat itu didampingi oleh rekannya yang bernama saksi Erika, Erika dalam penjelasan kepada pihak kepolisian menyatakan bahwa pada saat konsultasi, dokter D ini dari The Clinic hanya memperlihatkan tablet mengenai prosedur operasi liposuction atau sedot lemak itu," jelasnya.
"Dia bilang bahwa operasi sedot lemak itu merupakan operasi yang ringan, biasa, bahkan pasien itu bisa dengan bius lokal itu bisa sambil main HP. Nah, di situ mungkin yang menjadikan satu faktor ketertarikan dari korban Nani untuk melakukan operasi liposaksion ini di The Clinic,” bebernya.
Advertisement
Dua Titik Tambahan
Pada hari operasi, dokter D menawarkan operasi tambahan di dua titik dengan tambahan biaya 100 juta rupiah. Total biaya operasi yang awalnya 200 juta menjadi 300 juta rupiah. Perubahan ini tidak dijelaskan dengan detail teknis atau risikonya.
Selama operasi yang seharusnya berlangsung 2 jam, Nanie tiba-tiba menjadi 5 jam tanpa memberikan informasi lebih lanjut kepada keluarga atau pendampingnya, Erika.
“Nah, pada jam itu Nani menghubungi suaminya, yang bernama James, dia mengajukan tambahan budget persetujuan tadi kan, karena kan yang dia lapor ke suami kan 200 juta nih, kok tiba-tiba dalam hitungan jam tiba-tiba jadi 300,” bebernya.
“Suami juga tanya, apa sih? Oh ini ditambah di bokong sama di pinggang belakang gitu ya, sehingga harus 300. Tapi teknisnya sama sekali tidak dijelaskan. Jadi kemudian setelah bayar 300 itu, Nani naik ke lantai 2 untuk menjalani operasi,” tambahnya.
Mempertanyakan
Pihak kuasa hukum mempertanyakan prosedur mengapa tindakan operasi yang menghabiskan waktu 5 jam itu tidak ada permohonan persetujuan dari keluarga. Singkat cerita, Erika dihubungi oleh The Clinic, ia diberitahu bahwa Nanie dalam kondisi tidak stabil dan perlu segera dirujuk ke Rumah Sakit Dr. Suyoto. Suami Nanie, James, diberitahu untuk menyusul ke rumah sakit, tetapi sayangnya, Nanie sudah meninggal dunia sebelum tiba di sana.
Informasi yang diberikan oleh dokter di The Clinic dan di rumah sakit Dr. Suyoto sangat berbeda, meninggalkan banyak pertanyaan terbuka mengenai kondisi sebenarnya yang dialami oleh Nanie selama operasi.
“Jadi kan ini ada dua nih. Satu menyatakan sudah meninggal, satu bilang ini masih hidup. Nah itu nanti ranah kepolisian, sekali lagi, kita sekarang sedang menunggu,” katanya.
Keluarga Nanie Darham menuntut kejelasan dan keadilan terkait dugaan malpraktik yang mengakibatkan kehilangan yang tragis ini.
Advertisement