Sukses

Resensi Film Malaysia La Luna: Tampilan Apik Polemik dari Masyarakat Konservatif dan Perubahan oleh Sosok Perempuan

La Luna sudah dapat disaksikan di layar bioskop Indonesia pada 6 Desember 2023 dengan akting apik para aktor dan aktris negeri Jiran, Malaysia.

Liputan6.com, Jakarta - Bioskop Indonesia bakal dihiasi dengan warna baru dari sebuah film komedi besutan sineas Malaysia bertajuk La Luna.

Film La Luna menjadi angin segar penonton Indonesia untuk menengok sekejap isu dekat masyarakat yang tak ramai diperbincangkan di film-film horor.

Tayangan komedi ini berhak mendapat antusiasme masyarakat, terlebih juga telah mendapat sorotan dari insan film Joko Anwar yang menyebut film ini “Amazing”. Hal tersebut tampaknya wajar disematkan untuk produksi kolaborasi Malaysia-Singapura ini.

La Luna sudah dapat disaksikan di layar bioskop Indonesia pada 6 Desember 2023 dengan akting apik para aktor dan aktris negeri Jiran, Malaysia.

2 dari 8 halaman

Perubahan dari Seorang Perempuan

Film ini secara menarik menonjolkan peran perempuan dalam sebuah perubahan. Sosok Hannie Abdullah (Sharifah Hamani), perempuan berani yang datang ke Kampung Bras Basah, menjadi nyawa keseluruhan cerita.

Sejak titik awal, keberanian mendobrak “hukum” ganjil di Bras Basah digagas Hannie dengan membangun toko pakaian dalam bernama “La Luna”. Sontak itulah yang langsung mendapat sorotan dari Datuk Hassan (Wan Hanafi Su).

3 dari 8 halaman

Gambaran Pemuda yang Terbuka

Tidak hanya sosok Hannie, peranan Azura (Syumaila Salihin), anak seorang aparat desa bernama Salihin (Shaheizy Sam) turut berperan dalam melukiskan perubahan yang diusung oleh anak muda.

Meskipun hidup hanya bersama sang ayah, Azura tak terkesan inferior untuk menyuarakan suaranya. Suara vokal Azzura tampaknya berhasil menghidupkan film sejak menit-menit awal pemutaran.

4 dari 8 halaman

Ketakutan pada Perubahan

Tak dapat dimungkiri bahwa masyarakat masih merasa takut terhadap perubahan, terlebih pemimpin yang takut posisinya goyah akibat gebrakan. Hal itulah yang digambarkan oleh sosok Datuk Hassan yang kerap mengisolasi tiap perubahan dengan sikap kolotnya.

Sehingga, kedatangan Hannie menjadi sumbu segala kekolotannya berubah menjadi ambisi untuk menyingkirkan “hama” dari posisi kuatnya.

5 dari 8 halaman

Misinterpretasi Ajaran Agama

Secara kaku, La Luna memang tampak serupa dengan pendobrakan nilai-nilai agama. Namun, secara bersamaan, film ini menyajikan tebusan atas tafsir singkat tersebut.

Kampung Bras Basah menjadi simbol dari tafsir kaku masyarakat perihal ajaran Tuhan dengan membatasi segala perubahan dan keberagaman. Padahal, itu pula yang menjadi sumbu dari melencengnya sebuah masyarakat.

Dengan saklek, Datuk Hassan mengatur seluruh aturan desa dengan aturan-aturan konservatif yang terkesan menyulitkan. Nyatanya, hukum tersebut demi menguatkan posisinya yang inferior.

6 dari 8 halaman

Isu Tajam Patriarki

Film ini juga secara apik menyuratkan gagasan perihal patriarki dalam ajaran agama yang kerap disalahartikan.

Pa’at (Hisyam Hamid) dan Maryam atau Yam (Nadiya Nissa) menjadi sepasang suami-istri yang menyimbolkan kesalahan masyarakat mengartikan ajaran agama di dalam rumah tangga.

Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi ranting baru dari permasalahan kesalahan implementasi firman Tuhan dan ajaran-Nya lewat sosok Pa’at.

Tanpa menggurui, bagian ini terasa rekat dengan fenomena tak acuh masyarakat terhadap kasus KDRT dengan tameng didikan sesuai agama.

Sosok Hannie-lah yang lagi-lagi berperan memerangi segala bentuk ketidaselarasan dari ajaran yang diterapkan di Kampung Bras Basah.

7 dari 8 halaman

Bumbu Romansa Berbalut Komedi Hannie-Salihin

Kurang rasanya apabila sebuah film tidak menyelipkan secuil bumbu romansa dari tiap karakter. Film La Luna tampaknya menjadi satu yang secara pas menaruh bibit asmara antara Hannie dan Salihin.

Kekocakan keduanya memang kerap menuai tawa penonton, tetapi juga berhasil digeret menikmati alur kisah cinta keduanya yang manis dan polos.

8 dari 8 halaman

Polemik Padat dalam Satu Babak

Dalam kurun waktu dua jam, penonton dapat menyaksikan banyak bentuk polemik masyarakat yang terkesan berlebihan, tetapi betulan terjadi—disadari atau tidak. Secara mengagumkan, film La Luna juga secara nyaris sempurna menyelesaikan bentuk permasalahan dan pembangunan karakter tanpa meninggalkan plot hole.

Tidak heran apabila film ini mendapat riuh tepuk tangan penonton seusai film selesai diputar, selain tentunya gelak tawa yang mengalir sepanjang film diputar.