Liputan6.com, Jakarta Malam puncak Oscar 2024 tinggal hitungan hari. Salah satu yang diunggulkan adalah karya sutradara Jonathan Glazer, The Zone of Interest yang diadaptasi dari buku karya Martin Amis.
Film asal Inggris ini meraih 5 nominasi Piala Oscar untuk Tata Suara, Skenario Adaptasi, Film Fitur Internasional, Sutradara dan kategori utama, Film Terbaik. The Zone of Interest diprediksi menang Film Fitur Internasional Terbaik.
Diperkuat performa Christian Friedel dan Sandra Huller yang konsisten sekaligus tajam sejak awal, film ini menghadirkan kesenjangan sosial yang bikin hati ngilu. Sensasi ini bertahan hingga menit akhir.
Advertisement
Berikut adalah resensi film The Zone of Interest, yang akan tayang di bioskop Tanah Air mulai 6 Maret 2024. Para pencinta sinema sebaiknya tak melewatkan mahakarya yang satu ini.
Rudolf dan Hedwig di Rumah Gedongan
The Zone of Interest berlatar di Auschwitz, Jerman, di era perang dunia 2, tepatnya pada 1943. Di sana, komandan kamp konsentrasi Rudolf Hoss (Christian Friedel) dan istri, Hedwig (Sandra Huller), membesarkan lima anak.
Kelima anak pasutri ini yakni, Klaus (Johann Karthaus), Hans Jurgen (Luis Noah Witte), Inge Brigitt (Nele Ahrensmeier), Heidetraut (Lilli Falk), dan Annegre (Anastazja Drobniak). Sebagai Nyonya, Hedwig mempekerjakan banyak pembantu.
Rumah gedongan pasangan ini dikepung tembok tinggi dengan halaman luas plus kolam renang di tengah. Hedwig membudidayakan beragam tanaman hias hingga sayuran. Di luar tembok, terdengar tembakan, jeritan korban perang, kereta api, dan masih banyak lagi.
Suatu hari, ibunda Hedwig, Linna Hensel (Imogen Kogge) mengunjunginya. Hedwig memamerkan keberhasilan membudidayakan sayuran dan beragam tanaman hias. Di sisi lain, Rudolf akan dipindahtugaskan dari Auschwitz ke Oranienburg.
Advertisement
Ciptakan Efek Tak Nyaman
Menu utama The Zone of Interest adalah kontradiksi dibalut ironi yang menciptakan efek tak nyaman pada audiens. Sensasi tak nyaman ini menggiring kita pada sejumlah pertanyaan tentang rasa kemanusiaan, pilihan hidup, dan berkompromi pada keadaan.
Bayangkan, sepertiga film ini menggambarkan detail kehidupan sehari-hari tokoh utama dari makan, bergosip dengan sesama nyonya, memantaskan baju, anak-anak bermain riang di kamar hingga kolam renang, sampai anjing peliharaan hendak masuk ke kamar majikan pun disorot.
Baik-baik Saja di Tengah Perang
Sekilas remeh temeh padahal sebenarnya Jonathan Glazer hendak menggarisbawahi betapa baik kondisi keluarga ini. Semua ini berbanding terbalik dengan kondisi di luar pagar. Berkali-kali kita mendengar tembakan, teriakan, dan suasana perang yang tak kunjung berakhir.
Perulangan adegan di rumah gedongan yang baik-baik saja berikut repitisi perang di luar tembok inilah yang membuat kita terus digelayuti pertanyaan: Kok bisa ya, mereka hidup di situ dan bersikap biasa saja? Dan masih banyak lagi.
Advertisement
Kedahsyatan Perang Dalam Suara
Adegan demi adegan ini makin ke tengah film terasa dalam. Kita melihat lebih detail hubungan pasutri yang sesungguhnya tidak baik-baik saja. Punya rumah impian (meski di medan perang) adalah mimpi yang terwujud. Sayang, manusia sering lupa pada kata cukup.
The Zone of Interest dengan cermat mempresentasikan emosi, pertentangan batin, dan ironi. Tak hanya lewat gambar bicara tapi juga suara. Anda yang berharap visual “vulgar” tentang perang siap-siap kecewa karena tak ada secuil pun di sini.
Kedahsyatan perang tergambar dari suara yang mencengkeram nurani kita. Makin nyesek karena di tengah perang ada hidup yang baik-baik saja itu tadi. Bahkan, sempat merayakan ulang tahun. Saat umur terasa mahal, di rumah gedongan ada panjang umur yang dipestakan.
Warna-warna Pucat
Nyesek barangkali kata yang pas untuk menggambarkan The Zone of Interest. Batas hitam dan putih benar-benar kabur. Kita tak bisa menyalahkan dua karakter utama film ini karena perang dunia tak pernah sesimpel yang kita bayangkan.
Dengan visual pucat dan tak banyak dialog karena gambar telah berbicara, The Zone of Interest berhasil membangun sepenggal kisah keluarga dalam kelamnya sejarah dunia.
Pernah ada masa di mana nyawa 700 ribu orang “menguap” lalu dipestakan. Setelah pesta selesai, ada hati sepi dan muak yang dimuntahkan. Waktu berkelana dan membawa kita ke masa di mana sebuah museum menjadi saksi amblasnya nurani manusia.
Advertisement
Tak Banyak Bicara Tapi Nyelekit
The Zone of Interest adalah catatan sejarah dalam visual syahdu. Tak banyak bicara tapi nyelekit. Tak banyak dramatisasi namun efek senyapnya membekas di benak hingga berhari-hari. Tak perlu menjadi grande namun kita sama-sama mengamini ini film penting.
The Zone of Interest memborong 9 nominasi di ajang Oscar-nya Inggris, yakni BAFTA. Ia menang tiga kategori yakni Film Inggris Terbaik, Film Berbahasa Asing Terbaik, dan Tata Suara Terbaik.
Kali terakhir Jonathan Glazer menyutradarai film 10 tahun silam, yakni Under The Skin dibintangi Scarlett Johansson. Setelahnya, ia lebih banyak mengerjakan film pendek dan serial TV. The Zone of Interest adalah comeback terbaik!
Pemain: Christian Friedel, Sandra Hüller, Johann Karthaus, Luis Noah Witte, Nele Ahrensmeier, Lilli Falk, Imogen Kogge
Produser: James Wilson, Ewa Puszczyńska
Sutradara: Jonathan Glazer
Penulis: Jonathan Glazer berdasarkan buku The Zone of Interest karya Martin Amis
Produksi: A24
Durasi: 1 jam, 45 menit