Liputan6.com, Jakarta Sejumlah film Indonesia baru menyapa bioskop di bulan suci Ramadan 2024. Salah satunya, Ronggeng Kematian. Yang menarik, ada nama Verdi Solaiman sebagai sutradara film ini.
Ini kali pertama aktor film Rudy Habibie jadi sutradara layar lebar. Sebelum menggarap film Ronggeng Kematian, Verdi Solaiman menyutradarai serial Code Helix yang tayang di Vidio.
Seperti almarhum ayahnya, Hengky Solaiman, ia mengaku jatuh cinta pada dunia film secara keseluruhan. Tak hanya membuka diri pada akting, Verdi Solaiman jatuh cinta pada bidang produksi dan penyutradaraan.
Advertisement
Laporan khas Showbiz Liputan6.com menghimpun 6 fakta Ronggeng Kematian rilisan Clock Work Film. Dibintangi Chicco Kurniawan dan Krisjiana Baharudin, Ronggeng Kematian yang syuting di Yogyakarta siap meneror bioskop mulai 28 Maret 2024.
1. Jatuh Cinta Nuansa Mistis Spiritual
Kali pertama ditawari jadi sutradara, Verdi Solaiman merasa spesial. Ia terkenang Henky Solaiman yang sejak awal menginginkannya terjun ke bidang penyutradaraan. Ronggeng Kematian diangkat dari novel karya Arumi. Naskahnya ditulis Alim Sudio dan Sukhdev Singh.
“Waktu saya baca, memang menarik ceritanya. Ini mengangkat satu kultur yang Indonesia banget. Ada mistis, ada spiritualnya, tapi indah dan bisa mematikan juga. Jadi ide-ide liar langsung muncul ketika membaca ceritanya,” Verdi Solaiman menjelaskan.
Advertisement
2. Romantika Menyutradarai Film Horor
Yang membedakan horor dengan drama atau genre lain, menurut Verdi Solaiman, bercerita dengan gambar. Kebanyakan yang berbicara adalah frame bukan dialog. Di situ tempat sang sutradara film horor berkarya, berkreasi, dan bereksperimen.
“Kita mau bawa POV penonton seperti apa, eksplorasinya luas banget. Kalau di drama, kita terpatok dialog-dialog yang harus diucapkan pemain. Di horor, kita bercerita dengan gambar. Itu menyenangkan banget, dikasih suara, mood, dan lain-lain,” ujarnya.
3. 13 Hari di Yogyakarta
Ditemui di Jakarta, Kamis (21/3/2024), Verdi Solaiman menjelaskan, syuting film Ronggeng Kematian selama 13 hari di Yogyakarta. Bagi sutradara dengan jam terbang tinggi, bikin film 13 hari akan terasa mudah.
“Tapi, buat saya menantang banget syuting film feature 13 hari. Berkat cast tahan banting, kru yang semangat untuk berkarya, saya didukung untuk membuat film ini dengan sebaik-baiknya,” ucap Verdi Solaiman.
Advertisement
4. Tak Bisa Tidur Nyenyak
Terang-terangan Verdi Solaiman menyebut bagian paling merepotkan saat jadi sutradara yakni hanya punya 24 jam sehari. Bedanya pemain dan sutradara saat syuting yakni, aktor bisa tidur nyenyak pada malam hari. Sutradara, tidak. Itulah yang dirasakan Verdi Solaiman.
“Sutradara kalau malam tidurnya kurang nyeyak karena memikirkan: Aduh adegan itu belum keambil! Aduh, adegan itu kurang shot nanti kalau diedit bagaimana?” keluh aktor kelahiran Jakarta, 4 Maret 1975, seraya menyebut waktu adalah teman terbaik saat syuting film.
5. Wujudkan Mimpi Almarhum Ayah
Ronggeng Kematian bagi Verdi Solaiman adalah upaya mewujudkan harapan almarhum Henky Solaiman. Masih segar dalam ingatan, sebelum meninggal sang ayah menulis harapan terakhir di secarik kertas.
“Sebelum meninggal, yang paling saya ingat, almarhum sempat menulis kayak last wish di kertas, isinya: be a director. Itu amanah yang harus gue pegang. Sekarang gue jadi sutradara. Ini buat bokap juga,” cetus Verdi Solaiman.
Advertisement
6. Merangkap Acting Coach
Dalam Ronggeng Kematian, Verdi Solaiman rangkap jabatan jadi sutradara sekaligus acting coach. Ia bersyukur bisa mengarahkan Chicco Kurniawan, Revaldo, Krisjiana Baharudin hingga Cindy Nirmala. Dalam workshop dengan pemain, Verdi Solaiman mengulas visi dan tema film.
“Tema besarnya, kadang kita membuat kesalahan di masa lalu. Lalu, berpikir harus melupakan masa lalu untuk bergerak ke masa depan. Itu bukan hak pelaku untuk memutuskan. Tapi, hak korban untuk memaafkan kesalahan itu atau malah membalasnya,” ia mengakhiri.