Sukses

Sutradara Gina S. Noer Kritik Film Horor Indonesia yang Diduga Mengeksploitasi Agama: Bikin Orang Takut Beribadah

Sutradara sekaligus penulis skenario, Gina S. Noer, menyuarakan keresahannya atas tren film horor Indonesia yang menjadikan unsur agama sebagai alat teror untuk menciptakan nuansa horor.

Liputan6.com, Jakarta, - Sutradara sekaligus penulis skenario Gina S. Noer menyuarakan keresahannya atas tren film horor Indonesia yang menjadikan unsur agama sebagai alat teror untuk menciptakan nuansa horor.

Sebagai seorang sineas, Gina turut mengkritik tajam para pembuat film horor lokal yang kerap menggunakan cara tersebut. Menurutnya, hal ini telah masuk dalam ranah eksploitasi agama.

Nah, menurut gue masalahnya dengan kebanyakan horor Indonesia yang tema agamanya saat ini adalah sudah masuk ke ranah eksploitasi agama terutama agama islam (mungkin karena mayoritas ya),” ungkap Gina melalui Instagram Stories @ginasnoer, dikutip Senin (25/3/2024).

Lebih lanjut, Gina mengakui ia sebenarnya tidak masalah ketika suatu film mengangkat tentang kepercayaan atau keyakinan dalam beragama. Namun, ia cukup menyayangkan apabila suatu film menggunakan ritual agama yang suci untuk menghadirkan ketakutan dan adegan seram.

Pasalnya, film horor lokal menurut Gina justru menonjolkan iman sebagai sesuatu yang lemah, alih-alih menjadi alat untuk melawan sesuatu yang gaib.

Kebanyakan film horor menggunakan shalat, doa, zikir, dll cuma jadi plot twist devices murahan untuk jumpscare karakternya diganggu setan. Sehingga kelemahan iman bukan menjadi eksplorasi kritik terhadap keislaman yang dangkal tapi cara dangkal biar cepet seram,” tulisnya.

2 dari 4 halaman

Tanggung Jawab Pembuat Film

Kendati mengakui bukan termasuk individu yang religius, perempuan berusia 38 tahun ini merasa gelisah lantaran terganggu dengan eksistensi film horor yang mengeksploitasi agama.

Gue gak beriman - iman banget ya, cuma gue sebagai penonton, filmmmaker, dan yang percaya islam agama baik lemah lembut, lama - lama jadi gelisah banget soal ini,” kata Gina.

Ia juga mengingatkan akan tanggung jawab para sineas, bukan hanya soal keuntungan semata, tetapi juga atas dampak yang diberikan dari film tersebut terhadap kemaslahatan banyak orang.

Apalagi dengan konteks tingkat literasi masyarakat kita ya. Tanggung jawab filmmaker itu bukan cuma balikin investasi tapi juga soal impact ke kebudayaan masyarakatnya,” sentilnya.

Gina juga menyoroti soal eksplorasi karakter yang cenderung jarang dilakukan oleh para pembuat film horor. Ia menulis,  “Harusnya kan kalau filmmakernya beneran menguak belief karakter gak akan eksploitatif pada agama islamnya. Bahkan pada saat jauh dari iman lho. Tapi sebagai penonton horor nih, gue jarang sekali dapat eksplorasi karakternya.”

 

3 dari 4 halaman

Bikin Takut Beribadah

Adanya film yang terus-menerus mengeksploitasi ritual keagamaan disebutnya justru memicu timbulnya salah persepsi, bahkan merusak pemahaman seseorang terhadap keyakinan yang dianutnya.

Alhasil, banyak masyarakat yang justru ketakutan saat menjalankan ibadah karena tontonan film horor yang berbau islami dan menjadikannya sebagai alat teror.

Proses suci mengafankan terus menerus dieksploitasi jadi pocong, cek di sosmed: banyak orang jadi takut shalat karena diganggu setan, zikir pada allah jadi sumber kengerian, dll,” tutur ibu dua anak tersebut.

Gina melanjutkan, para pembuat film sebagai orang yang lebih melek soal kesenian dan pendidikan seharusnya bisa lebih bijaksana lantaran tidak semua masyarakat mendapatkan pemahaman dan pengetahuan agama yang baik.

Enggak semua orang dapat pemahaman dan pengajaran agama islam yang baik di lembaga pendidikannya dan bahkan keluarganyanya, ya masa kita yang bikin film, yang berkesenian, enggak muncul sama hal ini,” sindirnya.

Namun, Gina menegaskan dirinya tidak mengkritik salah satu sineas tertentu, melainkan untuk menjadikan hal ini sebagai perhatian bersama agar tidak mengangkat agama sebagai bahan eksploitasi demi mengorek keuntungan. Pasalnya, perihal "agama" di genre horor menurutnya bisa diganti jadi hal apa pun.

4 dari 4 halaman

Bandingkan dengan Film Horor Korea Selatan “Exhuma”

Di awal curhatannya, Gina terlebih dahulu memberikan pujian atas keberhasilan film horor Korea Selatan, Exhuma, yang juga mengangkat keyakinan setiap karakternya tanpa mengeksploitasinya dengan berlebihan.

Keyakinan dipakai sebagai alat untuk melawan setan, bukan justru menjadi teror untuk melemahkan iman.

Hal yang paling gue suka dalam film Exhuma adalah karakternya percaya sekali dengan belief (baik terhadap diri sendiri ataupun kepercayaan yang dianutnya) dan kemudian belief itu menjadi modal kuat untuk melawan setan yang kuat,” tutur Gina.

Bahkan belief karakter ini kemudian jadi titik tolak masuk bicara soal nasionalisme Korea,” pungkasnya.

Video Terkini