Sukses

Sumur Jiwo 1977 Bukan Film Horor Biasa yang Melibatkan Banyak Aktor Peraih Citra Sebagai Pemain

Pertengahan tahun 2024 ini, pecinta film Indonesia kembali disuguhi film bergenre horor bertajuk Sumur Jiwo 1977.

Liputan6.com, Jakarta Industri film horor Indonesia berkembang pesat. Beragam tema cerita horor bermunculan menghiasi sejumlah bioskop di tanah air. Ledakan jumlah penonton untuk genre film tersebut belakangan semakin memperlihatkan fenomena kebudayaan yang unik.

Pertengahan tahun 2024 ini, pecinta film Indonesia kembali disuguhi film bergenre horor bertajuk Sumur Jiwo 1977 produksi PT. Black White Pictures.

Sumur Jiwo 1977 bukanlah film horor biasa. Selain rangkaian ceritanya yang menarik, film ini didukung para aktor dan aktris senior peraih citra dan penghargaan lainnya di ajang apresiasi perfilman Indonesia dan dunia.

Film tersebut kini tengah memasuki masa pra-produksi. Pengambilan gambar dilakukan di beberapa lokasi di Jakarta dan di Kelurahan Sukaraharja, Kecamatan Cibeber, Cianjur Jawa Barat, dimulai, Sabtu, 25/05/2024 mendatang.

“Bagi kami film horor tidak cuma pencapaian kumulasi ekonomi saja. Namun juga ikut memperhatikan nilai-nilai sosial, moral, dan budaya bangsa kita,” ujar Fadli Fuad, produser film Sumur Jiwo 1977 saat acara tumpengan tasyakuran dan do'a bersama untuk pembuatan film ini di Jakarta, Senin (20/05/2024).

Menurut produser yang juga aktor film dan sinetron ini, pembuatan film Indonesia sudah seharusnya dapat berperan menjadi laboratorium budaya yang menyediakan ruang dan kesempatan bagi tumbuh-suburnya identitas-identitas lokal.

 

 

2 dari 5 halaman

Salah satu film bergenre horor yang digandrungi

Dari segi tontonan, Fadli Fuad meyakinkan bahwa film “Sumur Jiwo 1977” menjadi salah satu film bergenre horor yang digandrungi bagi para penikmat kisah-kisah hantu. Cerita film yang dapat menegakkan bulu kuduk, sekaligus mengundang rasa penasaran yang tinggi.

“Film ‘Sumur Jiwo 1977’ lebih dari sekadar horor. Film ini kami garap sangat unik, lebih fresh berbalut komedi, thriller dan full of plot twist yang membuat jalan cerita tidak mudah ditebak,” papar Fadli.

Film ini antara lain dibintangi Fico Fachriza, Fadli Fuad, Annette Edoarda, Mathias Muchus, Eddie Karsito, Egi Fedly, Yatti Surachman, Djenar Maesa Ayu, Jajang C. Noer, Opie Kumis, Husein Al-Athas, Gita Virga, Godfred Orindeod, Anyun Cadel, dan beberapa pemain lainnya.

Tak kalah seru film ‘Sumur Jiwo 1977’ ini juga menampilkan sutradara kondang Hanung Bramantyo sebagai bintang tamu.

“Satu kehormatan film ini banyak didukung para senior. Tidak hanya dukungan sebagai pemain, tapi juga saran dan masukan dari para aktor yang expert di bidangnya. Support mereka diharapkan bisa membuat film ini jauh lebih berbobot,” ujar Fadli.

Hanung Bramantyo termasuk sutradara produktif yang banyak menerima penghargaan. Diantaranya adalah Sutradara Terbaik pada Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2018 lewat film Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta, dan Sutradara Terpuji pada Festival Film Bandung 2020 lewat film ‘Bumi Manusia.’

 

 

3 dari 5 halaman

Banyak mendulang prestasi

Beberapa deretan aktor senior yang terlibat peran dalam film ini juga terbilang banyak mendulang prestasi, seperti Mathias Muchus, Eddie Karsito, Yatti Surachman, Djenar Maesa Ayu, dan Jajang C. Noer.

Mathias Muchus, meraih citra sebagai Pemeran Utama Pria Terbaik Festival Film Indonesia (FFI) 1988, dan Pemeran Pendukung Pria Terbaik Festival Film Indonesia (FFI) 2011.

Eddie Karsito, menerima penghargaan sebagai Pemeran Pembantu Pria Terpuji Festival Film Bandung (FFB) 2008, dan penghargaan lainnya di Festival Film Jakarta (FFJ) 2007, dan Festival Film Indonesia (FFI) tahun 2006.

Yatti Surachman pernah mendapat penghargaan The Best Actress Festival Film Asia Pasifik (FFAP) tahun 1980.

Djenar Maesa Ayu, meraih penghargaan di ajang apresiasi film Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2016, dan penghargaan sebagai Pemeran Pembantu Wanita Terpuji Film Bioskop Festival Film Bandung (FFB) 2017.

Sementara Jajang C. Noer beberapa kali menerima penghargaan di Festival Film Indonesia (FFI), dan festival lainnya. Antara lain sebagai Pemeran Pendukung Wanita Terbaik FFI 1992, Lifetime Achievement Award pada Indonesian Movie Actors Awards 2019, dan Pemeran Pendukung Wanita Terbaik FFI 2013.

 

 

4 dari 5 halaman

Kiprah dan Prestasi

Film “Sumur Jiwo 1977” disutradarai Egi Fedly, sutradara yang mengawali karirnya sebagai aktor film dan sinetron. Tidak kurang dari 70 judul film layar lebar pernah dibintangi aktor yang pernah dinominasikan sebagai Pemeran Pendukung Pria Terbaik Festival Film Indonesia (FFI) 2018 lewat film “Marlina, Si Pembunuh dalam Empat Babak.”

Pada saat acara tumpengan tasyakuran dan do'a bersama, Egi Fedly mengatakan, industri film tanah air dapat mengangkat genre atau aliran drama, horor serta komedi (drahorkom) sebagai ciri khas dalam memperkuat film Indonesia.

“Terima kasih Black White Pictures. Kesempatan, kepercayaan dapat menyutadarai film adalah hal yang saya tunggu. Prinsipnya kita berusaha secara kolektif membuat film sebaik mungkin. Kami akan menyajikan horor yang lain. Horor dengan fantasi yang menyenangkan,” ujar Egi Fedly.

Film “Sumur Jiwo 1977” cerita dan skenarionya ditulis oleh Kaka Endi (nama samaran). Kaka Endi juga seorang produser, aktor film dan sinetron yang kiprahnya ikut mewarnai industri perfilman di tanah air.

PT. Black White Pictures juga melibatkan komponis Indonesia Embie C. Noer sebagai Penata Musik film ini, dan Timun-kun sebagai Music Composser.

Salah satu karyanya fenomenal Embie C. Noer adalah sebagai penata musik film “Pengkhianatan G-30S PKI” yang digarap bersama sutradara Arifin C. Noer.

Bertindak sebagai Co. Director Tyas Asko, Director of Photography (DoP) Budi Utomo, Penata Artistik Rizky Wardoyo, Legal Advisor Maria Salikin, SH, Co-Producer Fahreza Habsy, Line Producer Theza Azwir, Associate Producer Abu Ahmad, Unit Manager Wan Abe, dan Finance Selvy S. Rahayu.

 

 

5 dari 5 halaman

Ringkasan Cerita

Film “Sumur Jiwo 1977” merupakan cerita misteri, horror yang dikombinasikan ke dalam cerita komedi bahkan dapat disebut sebagai karya fiksi ilmiah. Mengangkat kisah tentang tiga sineas yang bekerja di sebuah rumah produksi film, yaitu Ardi, Ferry, dan Rara.

Ardi, seorang sutradara film spesialis genre drama. Ferry juga sutradara film spesialis genre horor. Sementara Rara seorang penulis skenario sekaligus dan editor film.

Mereka bertiga pernah memproduksi beberapa film di rumah produksi tempat mereka bekerja, namun kerap mengalami permasalahan. Film-film yang mereka produksi selalu sepi penonton dan gagal di pasaran. Hal ini membuat pimpinan mereka, Fabian Pramono marah dan kecewa.

Fabian memberikan kesempatan terakhir kepada mereka bertiga untuk membuat konsep film yang brilian dalam kurun waktu satu minggu. Hal ini membuat under pressure mereka bertiga yang langsung mencari jalan keluar dari masalah ini.

Udin, office boy tempat mereka bekerja memberi ide jalan pintas kepada Ardi, Ferry dan Rara mendatangi dukun sakti bernama Mbah Upit.

Mbah Upit memberi buku agenda kuno berisi mantra kepada ketiganya untuk melihat mahluk halus. Buku tersebut juga menyimpan dokumen klipping tentang kejadian pembunuhan misterius belum terungkap yang terjadi di Desa Sumur Jiwo pada tahun 1977.

Kejadian ini kemudian membuat Ardi, Ferry, dan Rara terdampar di kehidupan masalah lalu yang rumit, sulit, mencekam dan menyeramkan. Setiap hari diteror dengan berbagai penampakan sosok mahluk halus Pocong, Kuntilanak, dan makhluk metafisika lainnya.

Mereka bertiga tidak tahu bagaimana cara pulang ke era tahun 2024 karena tidak ada mantra mengenai hal tersebut di buku agenda kuno dari dukun Mbah Upit.