Sukses

Review Film Dilan 1983: Wo Ai Ni, Warna-warni Masa Kecil Dilan di Tengah Kehangatan Keluarga dan Sahabat

Dilan 1983: Wo Ai Ni menyorot kehangatan keluarga dan sahabat Dilan secara lebih mendalam saat masih kecil.

Liputan6.com, Jakarta Rumah produksi Falcon Pictures pada 13 Juni 2024 mendatang bakal menayangkan film terbaru Dilan yang berjudul Dilan 1983: Wo Ai Ni. Film ini terasa berbeda dari tiga judul sebelumnya lantaran menjadi sebuah prekuel yang berfokus pada masa kecil Dilan.

Namun begitu, bumbu-bumbu menarik berupa kisah asmara, tetap menjadi sorotan utamanya. Dilan 1983: Wo Ai Ni juga menggambarkan suasana kota Bandung pada tahun 1983 ketika pemerintah Indonesia kala itu mulai mengundang kritik di tengah masyarakat.

Dilan 1983: Wo Ai Ni menyorot kehangatan keluarga dan sahabat Dilan secara lebih mendalam. Bahkan, film yang kembali disutradarai Fajar Bustomi dan Pidi Baiq ini juga berusaha menyampaikan betapa watak Dilan dalam tiga film sebelumnya sudah terlihat sejak ia masih kecil.

Menitikberatkan pada tema keluarga dan persahabatan antar anak SD dengan beragam adegan humor yang ramah anak-anak, serta drama yang tak terlalu kompleks, Dilan 1983: Wo Ai Ni sangat cocok untuk ditonton segala usia.

Showbiz Liputan6.com mendapat kesempatan untuk menyaksikan penayangan perdana film Dilan 1983: Wo Ai Ni dalam acara gala premier yang digelar di Paris Van Java Bandung, Jawa Barat. Berikut ulasan kami selengkapnya.

2 dari 4 halaman

Banjir Nuansa Hangat Sejak Awal hingga Akhir Film

Dilan 1983: Wo Ai Ni dibuka dengan dialog perpisahan antara Dilan cilik dengan salah seorang sahabatnya, setelah dua tahun Dilan tinggal di Timor Timur. Dari sini, penonton sudah mendapatkan petunjuk bahwa film ini akan dibanjiri oleh kehangatan persahabatan dan keluarga.

Setelah Dilan kembali ke Bandung, di situlah interaksi seru dengan ketiga temannya dimulai, yakni Nanang, Agus, dan Fajar. Kisah asmara pun langsung mewarnai masa kecil Dilan lantaran setelah ia kembali sekolah di Bandung, lantaran terdapat murid baru bernama Mei Lien.

Sosok Mei Lien pun mengundang pesona tersendiri di mata Dilan hingga akhirnya menjadi cinta monyetnya. Di sisi lain, Dilan memiliki kakak-kakak penyayang serta kedua orangtua yang selalu mendukungnya. Dalam film ini, Dilan juga diperlihatkan masih memiliki seorang kakek dari ayahnya serta nenek dari ibunya.

Tak hanya urusan asmara dan keluarga, Dilan kecil dan teman-temannya pun sudah sering terlibat perkelahian dengan anak-anak nakal. Di sisi lain, beragam isu politik dan sosial yang sempat menjadi sorotan pada era Orde Baru, turut digambarkan secara menarik.

3 dari 4 halaman

Prekuel yang Berhasil Gambarkan Masa Lalu Dilan

Biarpun memiliki nuansa berbeda dari ketiga film sebelumnya, Dilan 1983: Wo Ai Ni berhasil menjadi prekuel yang menjadi jembatan menuju watak Dilan remaja. Akting Muhammad Adhiyat sebagai Dilan cilik ditampilkan dengan sangat apik melalui gombalan-gombalan khas Dilan saat ia bersama Mei Lien.

Selain Muhammad Adhiyat, akting ketiga teman Dilan juga dimainkan secara apik oleh Keanu Azka, Ferdy Adriansyah, dan Sultan Hamonangan. Penampilan Malea Emma Tjandrawidjaja sebagai Mei Lien pun terlihat natural. Begitu juga akting teman-teman Dilan yang lain.

Ira Wibowo dan Bucek Depp yang tampil kembali sebagai ibu dan ayah Dilan, sukses mempertahankan watak karakter mereka dari film-film Dilan sebelumnya. Kakek dan nenek (makcik) Dilan yang diperankan Cok Simbara dan Niniek L. Karim, membuat film ini sarat dengan ilmu moral dan agama yang disampaikan secara baik.

Sebagai prekuel, Dilan 1983 tentu memiliki benang merah dengan film-film sebelumnya. Termasuk salah satunya adalah karakter di sekolah Dilan selain ketiga sahabatnya. Dalam film ini, diperlihatkan dua karakter cilik yang nantinya punya peran cukup penting dalam Dilan 1990 dan Dilan 1991.

4 dari 4 halaman

Film yang Terlalu Padat dalam Memasukkan Segala Elemen

Biarpun lebih banyak menghadirkan kehangatan keluarga serta persahabatan dari film-film sebelumnya, Dilan 1983: Wo Ai Ni dirasa terlalu padat dalam menampilkan berbagai elemen yang dimasukkan.

Banyak hal yang tumpang tindih di awal film meskipun ditujukan untuk maksud yang baik. Misalnya saja unsur politik, toleransi, keberagaman, religi, hingga hal-hal berbau nostalgia yang spesifik bagi penonton usia paruh baya.

Namun lantaran hal-hal tersebut terlalu banyak dan padat, beberapa penonton mungkin malah jadi melupakan fokus utama film ini: kisah cinta monyet antara Dilan dan Mei Lien.

Di luar itu semua, Dilan 1983: Wo Ai Ni digarap sebagai tontonan yang lebih ramah keluarga dari segala segi. Seluruh elemennya digambarkan aman untuk anak-anak, termasuk lelucon-leluconnya.

Akhir kata, film Dilan 1983: Wo Ai Ni memberikan banyak pelajaran mengenai pentingnya solidaritas dalam persahabatan dan keluarga yang memang seharusnya selalu hadir di tengah kehidupan kita semua.

Video Terkini