Sukses

ARKIPEL Gelar Pameran dan Festival Film Dokumenter Garden of Earthly Delights di Jakarta 14 Agustus - 1 September 2024

Tema Garden of Earthly Delights yang diangkat ARKIPEL 2024, meminjam judul tentatif karya fenomenal nan subversif, Hieronymus Bosch dari abad 15, yang menyajikan kode-kode visual nan vulgar dan mengundang teka-teki.

Liputan6.com, Jakarta ARKIPEL Garden of Earthly Delights - 11th Jakarta International Documentary & Experimental Film Festival 2024 akan dihelat pada 14 Agustus – 1 September 2024. Perhelatan yang berlangsung selama kurang lebih tiga minggu ini akan dilangsungkan di beberapa lokasi.

Pameran Garden of Earthly Delights akan diselenggarakan di Museum Seni Rupa dan Keramik, Jakarta, dari 14 – 26 Agustus. Forum Festival akan diselenggarakan di Pusat Studi Jepang, Universitas Indonesia, mulai 22-23 Agustus.

Sementara, pemutaran film kompetisi dan kuratorial akan diselenggarakan di Bioskop Forum Lenteng, Jakarta Selatan, mulai 24 Agustus - 1 September 2024. ARKIPEL digagas oleh Forum Lenteng untuk membaca fenomena global dalam konteks sosial, politik, ekonomi dan budaya melalui sinema.

ARKIPEL 2024 mengangkat tema “Garden of Earthly Delights”. Tema ini meminjam judul tentatif karya fenomenal nan subversif, Hieronymus Bosch dari abad 15, yang menyajikan kode-kode visual nan vulgar dan mengundang teka-teki.

Mereka menarik relevansi interpretasi sensual Bosch atas kanon Dunia Barat (Injil) kepada moda-moda eksperimentasi sensual dalam ranah “periferal”.

Pemeriksaan akan falsafah lokal, Jawa sebagai contoh, yang sama-sama mengemukakan manajemen atas reseptor-reseptor kenikmatan seperti babahan hawa songo (sembilan lubang nafsu), dan mempertajamnya dengan ilmu katon (observasi mendalam) dan titen (prediksi), lalu melampauinya,turut menemukan aktualisasinya dalam dunia materi dan performativitasnya dalam ritual, perhelatan sosial, maupun artefak.

Pertunjukan wayang semalam suntuk, sebagai contoh, dengan kombinasi bebunyian alat musik-alam, aroma ritualistik, kehadiran agen-agen non manusia dan makanan-minuman dari hasil bumi setempat melengkapi serangan inderawi pada pengalaman ketubuhan para penonton.

Jika pengalaman sinematik wayang semalam suntuk dianggap sebagai moda berpikir, mendahului perangkat Cinematograph-nya Lumiere, maka ia dapat mencakup keterlibatan aktif dari segenap indera para manusia dalam situasi durasional perhelatannya.

 

 

2 dari 6 halaman

Tantangan dari ARKIPEL pada Edisi Kesebelasnya 

Pada edisi kesebelasnya, tantangan dari ARKIPEL bukan hanya lagi menavigasikan wacana perkembangan bentuk dan bagaimana isu global bermutasi dalam eksperimentasi estetika sinema dokumenter dan eksperimental.

Kami sudah sampai pada titik perenungan bagaimana sinema, dalam fase dewasa ini, dapat menawarkan pertemuan sineas-karya-penonton untuk mengurai lapisan-lapisan terdalam dari stimuli multi-inderawi (visual, auditori, rasa dan bau, haptik/sentuhan,dan lainnya), dan memori yang muncul darinya yang serba-terkait dengan kenyataan lokasi, dan niscaya politis.

Pengetahuan yang menubuh nan puitik dari para pembuat film, menyimpan tawaran unik dalam melihat kenyataan, baik di lokasinya, maupun di dunia. Untuk itu, ARKIPEL tahun ini menawarkan berbagai moda eksebisi untuk melihat kemungkinan kemungkinan multisensory dan durasional dalam mengeksplorasi bahasa sinema, persoalan global, dan kemungkinan-kemungkinan aktivisme yang muncul darinya.

ARKIPEL Garden of Earthly Delights - 11th Jakarta International Documentary & Experimental Film Festival 2024 terdiri atas empat program utama. Di antaranya Kompetisi Internasional, Candrawala, Pameran Garden of Earthly Delights, Forum Festival, Program Kuratorial, dan Penayangan Khusus.

Secara keseluruhan, akan ada 60 film dokumenter dan eksperimental dari 23 negara yang akan ditayangkan. Semua acara di ARKIPEL gratis dan terbuka untuk umum.

 

 

3 dari 6 halaman

Kompetisi hingga Pameran yang Dilaksanakan

Kompetisi Internasional (International Competition)

Program Kompetisi Internasional telah memilih 37 filem dari 15 negara sebagai peserta dari total 800 lebih film terdaftar dari 85 negara. Anggota Dewan Juri Kompetisi Internasional ARKIPEL adalah Ali Aladawy (kurator dan peneliti asal Mesir), Phoebe Wong (arsiparis dan aktivis kebudayaan asal Hong Kong), Afrian Purnama (kritikus dan penulis asal Indonesia), Akbar Yumni (kritikus dan aktivis kebudayaan asal Indonesia) dan Hafiz Rancajale (seniman dan kurator, sekaligus pendiri Forum Lenteng). Film-film akan terbagi ke dalam 10 slot pemutaran.

Candrawala

Program Candrawala dikuratori oleh Wahyu Budiman Dasta. Candrawala akan menayangkan 5 film Indonesia dengan membaca fenomena visual terkini dari produksi gambar bergerak di konteks lokal Indonesia. Membincangkan bagaimana lanskap dalam sinema tak lagi sekedar menjadi aspek untuk memperindah namun juga bisa membicarakan lebih jauh mengenai konteks dan situasisebuah lokasi.

Pameran Garden of Earthly Delights

Pameran Garden of Earthly Delights dikuratori oleh Hafiz Rancajale, diselenggarakan pada 14-26 Agustus 2024 di Museum Seni Rupa dan Keramik, Kota Tua Jakarta. Pameran ini bekerjasama dengan pemerintah provinsi Jakarta dan Museum Seni Rupa dan Keramik.

Pameran ini akan menampilkan karya video, film, seni suara, dan lukisan dari seniman Indonesia dan internasional, untuk merespons tema festival. Pameran ini berupaya untuk menstimulasi keindraan dan kaitannya dengan medium audio visual.

Seniman yang terlibat antara lain, Sigisora (kolektif seni bunyi, Jakarta), Muarasuara (kolektif seni bunyi, Samarinda), Zbynek Baladran (Republik Ceko), Nguyen Trinh-Thi (Vietnam), Jane Gillooly (AS), Felix Blume (Brazil), Aleksandr Isaienko (Ukraina), Suk-Jun Kim (Korea Selatan), Sudjojono, Nashar, Rastika, dan Soedibio.

 

 

4 dari 6 halaman

Program Kuratorial dan Penayangan Khusus

Program Kuratorial (Curatorial Program)

Pada edisi ini, terdapat 5 Program Kuratorial. Pertama, Ali Aladawy akan mempresentasikan film-film terkait dengan seni dan aktivisme di Mesir.

Kedua, Phoebe Wong akan mempresentasikan film-film terkait dengan sejarah dan kultur seni video di Asia Timur.

Ketiga, Alifah Melisa bekerjasama dengan Taiwan Docs akan mempresentasikan film-film eksperimental dari Taiwan tahun 1960-an.

Keempat, Adi Osman bekerjasama dengan Sensory Ethnography Lab, akan memutarkan film De Humani Corporis Fabrica. Terakhir, Prashasti Wilujeng Putri akan mempresentasikan film Xala karya Ousmane Sembene.

Program Penayangan Khusus (Special Presentation)

Program Penayangan Khusus akan mempersembahkan karya-karya sinema yang diproduksi dalam program pendidikan Milisifilem yang digagas oleh Forum Lenteng angkatan ke-7.

 

 

5 dari 6 halaman

Forum Festival dan Malam Penghargaan

Forum Festival ARKIPEL

Program Forum Festival tahun ini terdiri dari 5 Panel diskusi yang diselenggarakan pada 22-23 Agustus 2024 secara hibrida, di Pusat Studi Jepang, Universitas Indonesia.

Pidato Kunci oleh Nindityo Adipurnomo; Panel 1. Merasakan Indra Kita/Sense Our Senses; Panel 2. Sensasi Kota/CitySensations; dan Panel 3. Gerakan Sensibel/Sensible Movement; Panel 4. Meretas Teknologi Mediadengan Pendekatan Vernakular; Panel 5. Estetika Multisensori/Multisensory Aesthetic.

Malam Penghargaan ARKIPEL 2024

Malam Pembukaan Festival ARKIPEL akan menghadirkan pengumuman pemenang penghargaan-penghargaan ARKIPEL Garden of Earthly Delights 2024, diselenggarakan pada 1 September 2024 di Forum Lenteng, Jakarta Selatan.

Selamat berfestival dan mari menonton!

 

 

 

 

6 dari 6 halaman

Tentang ARKIPEL

Forum Lenteng menggagas ARKIPEL sebagai refleksi atas fenomena global dalam konteks sosial, politik, ekonomi, dan budaya melalui sinema.

“Gagasan festival ini adalah menyuarakan bagaimana persoalan-persoalan kebudayaan dapat dibaca dalam kurun waktu tertentu. Idealnya, festival film dapat menjadi event yang menghadirkan capaian puncak sutradara-sutradara dari berbagai kalangan, baik secara estetika dan kontennya,” jelas Yuki Aditya selaku Direktur Artistik ARKIPEL.

Hal ini sejalan dengan visi-misi Forum Lenteng sejak perintisannya tahun 2003: menjadikan pengetahuan media dan kebudayaan bagi masyarakat untuk hidup yang lebih baik, terbangunnya kesadaran bermedia, munculnya inisiatif, produksi pengetahuan, dan terdistribusikannya pengetahuan tersebut secara luas.

Nama ARKIPEL sendiri diambil dari kata archipelago yang merujuk pada istilah bahasa Indonesia,‘nusantara’ yang muncul sejak awal abad ke-16. Nusantara yang merupakan gugusan ribuan pulau ini, menyimpan sejarah panjang tentang globalisasi baik secara politik, budaya, dan ekonomi.

Lebih dari 500 tahun lalu, wilayah ini menjadi tujuan utama bagi para penjelajah Barat untuk menemukan wilayah-wilayah baru untuk dikuasai atau sebagai rekanan dunia dagang. Selain bangsa Eropa, bangsa Timur (Cina, Arab, dan India) telah menjadikan kawasan Nusantara ini sebagai tujuan penjelajahan dalam misi-misi dagang mereka seperti rempah-rempah dan sutra. Penjelajahan yang diharapkan terjadi selama ARKIPEL adalah penjelajahan gagasan sinematik.

“Film dokumenter yang dimaksud Forum Lenteng adalah film dokumenter yang merujuk pada bahasa filem yang berlaku dalam tradisi sinema, bukan film dokumenter televisi. Dalam tradisi sinema, film dokumenter juga dapat menghadirkan drama, konflik, imajinasi, dan ruang kritik bagi penonton. Hal ini tentu berkaitan dengan bagaimana eksperimentasi bahasa sinema yang dilakukan oleh sutradara dalam mengemas kenyataan,” tutur Yuki Aditya.

“Sedangkan film eksperimental yang dimaksud Forum Lenteng adalah bagaimana eksperimentasi medium dan konten dalam film menghadirkan kebaruan secara estetika. Hal ini merujuk pada sejarah sinema avant-garde dalam sejarah sinema dunia. Eksperimentasi di sini, bukan hanya dalam konteks filmnya saja, tetapi juga bagaimana film digunakan dalam tindakan yang mengaktivasi persoalan-persoalan sosial kebudayaan di ranah publik,” sambungnya.

Luthfan Nur Rochman, Direktur Festival, mengharapkan ARKIPEL bisa menjadi titik temu antara khalayak dan film-film yang tak biasa ditemukan secara umum.

“Niat kita membuat festival selain untuk mencari ‘suara-suara’ baru berbakat dalam membuat film dan bereksperimentasi dengan mediumnya, juga sebagai ruang diskusi yang lebih luas. Luas dalam artian menyebarluaskan pengetahuan tentang filem dokumenter dan eksperimental ke khalayak, dan juga exposure terhadap film-film yang selama ini belum diketahui banyak orang. Dengan kata lain, menyediakan alternatif tontonan dan menyediakan ruang diskusi alternatif untuk orang-orang yang suka menonton filem,” ujarnya.