Liputan6.com, Jakarta Setelah beberapa minggu lesu, akhirnya ada film Indonesia yang mengerek perolehan jumlah penonton pekan ini. Santet Segoro Pitu yang dibintangi Ari Irham dan Sandrinna Michelle meriah 90 ribuan penonton pada hari pertama penayangan.
“Sudah ada 90.014 penonton yang merasakan serangan santet mematikan di hari pertama tayang. Terima kasih atas antusiasme yang sudah menonton Santet Segoro Pitu di bioskop,” pihak Hitmaker Studios mengabarkan di akun Instagram terverifikasi, Jumat (8/11/2024).
Baca Juga
Film Santet Segoro Pitu mengisahkan Sucipto yang diperankan Christian Sugiono, pedagang Pasar Pandanaran Semarang. Ia mendadak muntah darah campur belatung saat sarapan. Sejak itu, Sucipto tak mampu bangun dari ranjang.
Advertisement
Toko kelontongnya yang dulu ramai kini sepi pembeli. Setelahnya, si bungsu Arif (Khafi Al Juna) demam, kejang, lalu pecahan beling keluar dari tubuhnya. Rupanya, ada yang mengirim santet ke kediaman Sucipto.
Berbahasa Jawa
Kepada Showbiz Liputan6.com di Jakarta baru-baru ini, Ari Irham memang optimistis Santet Segoro Pitu disambut hangat penonton. Selain naskah solid dan desain produksi ciamik, film ini memberi tantangan tersendiri untuk para pemain.
“Adegan menantang buat aku pribadi bahasa Jawa karena aku orang Sunda. Pakai bahasa Jawa, aksen segala macamnya, itu agak susah,” kata Ari Irham, pemeran tokoh Ardi di film Santet Segoro Pitu.
Advertisement
Adegan Paling Menguras Energi
“Adegan yang susah itu di pantai karena teknisnya. Banyak kendala dari angin, suara, rambut segala macam. Itu lumayan sulit, cukup berkali-kali take. Menguras tenaga dan mental,” ia membeberkan.
Produser Hitmaker Studios, Rocky Soraya menyatakan, Santet Segoro Pitu sekaligus menandai kali pertama kerja sama dengan Ari Irham dan Sandrinna Michelle. Ia yakin, hasil akhirnya akan lebih fresh sekaligus beda.
Santet dan Perdagangan
Film Santet Segoro Pitu disutradarai Tommy Dewo. Skenario diolah Riheam Junianti berdasarkan utas viral karya Betz Illustration. Filmnya berlatar di Semarang, Jawa Tengah, pada dekade 1970-an. Ini bukan tanpa alasan.
“Sebetulnya di thread enggak disebutkan tahun tapi pasar seperti ini sudah biasa. Akhirnya kami fokuskan ke persoalan santet dan perdagangan itu mulai di 1970. Daripada kita bikin modern tapi feel-nya malah enggak kena,” ulas Rocky Soraya.
Advertisement