Sukses

Satu Akar Ragam Rupa, Seniman dan Budayawan Muda Gaungkan Pesan Toleransi Lewat Karya Seni

Sebanyak 37 seniman tampilkan pertunjukan seni di program "Satu Akar Ragam Rupa: Budayawan Muda untuk Toleransi" di Taman Ismail Marzuki Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta Sejumlah seniman suarakan toleransi beragama lewat karya seni. Sebanyak 37 seniman dari berbagai daerah yang tergabung di program Strenghening Interfaith Forum and Youth Engagement in Indonesia to Promoter Tolerance (SHIFT), menampilkan pertunjukan seni dalam acara "Satu Akar Ragam Rupa: Budayawan Muda untuk Toleransi".

Bertempat di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Minggu (17/11/2024), acara ini diharapkan menumbuhkan toleransi di tengah kemajemukan masyarakat. Itu disampaikan Manajer komunikasi, Campaign, Laras Sabila Putri.

"Jadi seni itu bahasa universal yang bisa diterima seluruh masyarakat dan orang-orang bisa terlibat di dalamnya dan tidak terkotak-kotak," ungkap Laras Sabila Putri mengulas karya seni dan peran besarnya,

"Di acara ini, kita juga menghadirkan psikolog biar teman-teman memahami toleransi secara mendalam. Kenapa kita harus menanamkan toleransi sejak dini untuk generasi ke depan," imbuhnya.

2 dari 4 halaman

Orang-orang Lebih Terbuka

Melalui pertunjukan seni, diharapkan nilai-nilai toleransi bisa tersampaikan pada masyarakat sehingga mereka dapat saling menghargai kemudian tercipta lingkungan yang inklusif dan lebih tenggang rasa.

"Harapannya orang-orang lebih terbuka, lebih toleransi, dan lebih menghargai satu sama lain. Kita mencoba menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan toleran lagi," ucap Laras Sabila Putri.

3 dari 4 halaman

Karya Budayawan Muda

Tidak hanya menampilkan pertunjukan seni karya budayawan muda, acara ini menyuguhkan talk show membahas "Budaya Sebagai Kekuatan Membangun Toleransi dalam Keberagaman."

Sesi ini diisi Inaya Wahid (aktivis dan seniman), Anis Hanim (Program Director Searching for Common Ground Indonesia), serta Aninditha Restahanifa Putri (Project co-Lead SHIFT and Outreach Campaign).

Inaya Wahid setuju seni dan budaya memiliki bahasa universal. Ia menjadi fondasi utama toleransi di Indonesia. Sayangnya, seni dan budaya seringkali dipandang sebelah mata.

 

4 dari 4 halaman

Budaya Mampet, Toleransi Mampet

"Kalau kita bicara budaya atau seni selalu ditempatkan paling belakang. Cuma buat senang-senang, entertain. Kalau kita budayanya enggak jalan atau mampet, nanti toleransinya juga bisa mampet," Inaya Wahid mengingatkan.

Menurut putri bungsu Gus Dur ini, keragaman di Indonesia merupakan keniscayaan yang tak dapat dinafikan. Terpenting, bagaimana keragaman dan perbedaan itu menjadi kekuatan, karena Indonesia memiliki perasaan yang mengikat.

"Indonesia itu beragam banget. Itu fakta yang enggak bisa kita tolak. Masalahnya, ini mau diapain. Kita punya perasaan yang mengikat. Ketika kemarin melawan Jepang, ada perasaan kuat yang mengikat kita," urainya.

"Kita sampai segitu marahnya sampai wasit waktu lawan Bahrain, itu kekuatan, fondasi kita sudah ada. Tapi memang ada hegemoni-hegemoni yang dimanfaatkan beberapa pihak," Inaya Wahid mengakhiri.

Video Terkini