Sukses

Eksklusif Fedi Nuril: Marah Terhadap Kondisi Politik Indonesia Hingga Lawan Buzzer Pakai Garpu Siomai

Selain menggunakan medsos untuk promosikan film baru, Fedi Nuril sering menulis pesan terbuka hingga mengkritik Presiden dan sejumlah tokoh politik.

Liputan6.com, Jakarta Beberapa bulan terakhir, Fedi Nuril makin aktif di medsos salah satunya Twitter atau X. Selain mempromosikan film baru, ia sregep menulis pesan terbuka untuk sejumlah tokoh politik dari Presiden Prabowo hingga Agus Yudhoyono alias AHY.

Kini, Fedi Nuril tak lagi lekat dengan citra mas-mas religius dengan dua istri di layar lebar. Kritiknya terdapat kondisi politik Indonesia setajam golok. Sepedas sambal. Nyali Fedi Nuril menyentil petinggi negara bikin para buzzer gerah lalu bertindak.

Pernah, mereka menyumpahi film baru Fedi Nuril flop. Kondisi berbalik. Bila Ibu Esok Tiada yang dibintangi Fedi Nuril tembus 3,6 juta penonton. Buzzer makin keki. Bintang film Ayat-ayat Cinta pun berani menyerang balik buzzer dengan gaya kocak.

Tidak dengan mengumpat atau melontar kata-kata kasar. Fedi Nuril mengatai buzzer pakai perkakas dapur dari garpu siomai, kerokan blewah, hingga cetakan tumpeng komplet dengan gambarnya. Walhasil, suasana timeline Twitter makin meriah.

Dalam wawancara eksklusif dengan Showbiz Liputan6.com di Gedung KLY Jakarta baru-baru ini, ia mengaku bukan lagi resah melainkan marah terhadap kondisi politik Indonesia. Tapi, perlukah aktor peduli pada situasi politik? Inilah sudut pandang Fedi Nuril.

 

2 dari 4 halaman

Bukan Resah Lagi Tapi Marah

Fedi Nuril sedang aktif-aktifnya ngetwit politik ya, Bun? Begitulah celetukan sejumlah netizen merespons sang aktor yang belakangan “mengurusi” isu politik dari IKN, kontroversi jet pribadi, AHY jadi menterinya Jokowi, hingga anggaran makan siang gratis hanya Rp10 ribu.

Banyak yang menduga Fedi Nuril speakup di ruang publik karena resah dengan kondisi politik Indonesia. September 2024 misalnya, ia sampai bikin cuitan bertajuk Anabel (Analisis Gembel) sembari menyenggol Jokowi yang kala itu masih jadi Presiden RI.

Anabel (analisis gembel) gue. Sejak UU No. 10/1964 disahkan, rencana untuk memindahkan ibu kota sudah tidak ada lagi atau tidak dipertimbangkan lagi. Jadi, perlu hati2 menyebut Sukarno tentang pindah ibu kota, Pak Jokowi,” cuitnya pada 30 September 2024.

Cuitan politik ini hanyalah satu dari sekian banyak yang dicuitkan Fedi Nuril. Ayah tiga anak ini mengaku tidak berada di level resah melainkan marah. Sikap kritisnya belakangan ini disebut Fedi Nuril sebagai: sudah waktunya.

“Kenapa akhirnya speakup karena memang sudah bukan resah lagi, sudah masuk level marah. Marah dengan kondisi politik, kondisi negara, jadi kayak... sudah waktunya speakup saja,” aktor kelahiran 1 Juli 1982 itu menjelaskan.

Fedi Nuril mengingatkan, ia bukan satu-satunya seniman yang mulai mengkritisi beragam kebijakan Pemerintah. Ia lantas mencontohkan Reza Rahadian, Joko Anwar, Arie Kriting dan kawan-kawan yang turun ke jalan setelah “Peringatan Darurat” menyala tempo hari.

Jauh sebelum itu, Iwan Fals, Wiji Thukul, hingga Kantata Takwa menyuarakan kritik dalam karya seni. Karya itu lantas diuji waktu hingga dilabeli abadi. Fedi Nuril menyadari salah satu konsekuensinya adalah diserang buzzer. Jadi takut? Tentu tidak.

“Dengan era buzzer ini, langsung bermunculan, menyerang balik sedangkan tujuan kami bukan buat berantem dengan mereka tapi menyuarakan keresahan. Kalau dilihat zaman dulu ada Warkop DKI, Iwan Fals, Kantata Takwa. Mereka juga mengkritik,” kata Fedi Nuril.

 

3 dari 4 halaman

Garpu Siomai dan Kerokan Blewah

Yang bikin netizen kaget sekaligus ngakak, Fedi Nuril meluangkan waktu untuk memerangi buzzer. Cuitan buzzer cenderung nyelekit, sok cerdas menguak fakta dan data, lalu berusaha menjatuhkan opini maupun twit lawan dalam hal ini Fedi Nuril.

Namun mentalnya lebih tanggung dari yang dibayangkan. Fedi Nuril mengakui kadang cuitan buzzer bikin dongkol. Di sisi lain, ia sadar mengekspresikan kemarahan dengan kata-kata kasar tidaklah berkelas. Itu sebabnya Fedi Nuril mengatai buzzer dengan perkakas dapur.

“Karena marah, rasanya mau memaki. Cuma rasional memberi tahu jangan memaki banget. Jangan jelas kayak binatang dan organ kelamin. Biasanya kalau sudah sekasar itu makinya, poin yang mau kita sampaikan akan kabur karena pihak lawan tersinggung duluan,” ujarnya.

Fedi Nuril terkenang, gaya menghina era 1990-an, misalnya mengatai orang lain taplak. Kata taplak jelas tidak kasar. Orang yang dikatai taplak mau tersinggung pun rasanya nanggung. Begitu pun garpu siomai dan kerokan blewah yang dibawa Fedi Nuril ke medsos.

“Misalnya, garpu siomai, bawahnya ada (fotonya). Kerokan blewah nanti di bawahnya ada fotonya. Biar netizen enggak nyari-nyari. Awalnya belum ada, tapi ada netizen yang request: Bang disertai juga dong fotonya biar kami tahu bentuknya kayak apa,” cetus Fedi Nuril.

Belakangan, stok perkakas di dapur Fedi Nuril menipis. Kini, sang aktor mulai menggunakan alat-alat tukang untuk menghadapi kepungan buzzer politik. Jadi jangan kaget jika kini Fedi Nuril mengatai buzzrer cetok semen dan mata jet pump.

“Cetok semen, mata jet pump, dan sebagainya. Di situ, saya menemukan cara memaki yang aman, enggak bikin orang tersinggung, dan poinnya masih dapat. Setidaknya masih dibaca,” cetus Fedi Nuril yang bersiap merilis film 1 Imam 2 Makmum pada 16 Januari 2025.

 

4 dari 4 halaman

Aktor dan Kepekaan Merespons Isu Sosial Politik

Pertanyaan yang kemudian muncul, perlukah seorang aktor resah dan peduli pada situasi politik maupun kondisi negara? Jika pertanyaan itu disajikan kepada Fedi Nuril, maka jawabnya ya dan harus. Baginya, seniman termasuk aktor harus peka.

“Ya, aktor itu harus peka. Titik. Profesi aktor harus peka karena kami memainkan rasa. Ada yang bilang: Gue tidak peduli sama situasi politik atau negara. Bohong. Dia pasti merasakan. Cuma memilih untuk diam dan itu hak dia. Enggak apa-apa,” paparnya panjang.

Ada aktor yang merasakan gelagat tak beres pada kondisi negara namun memilih diam. Ada yang merasa lalu menyuarakan. Fedi Nuril tahu persis kondisi ini dan menghormati dua pilihan tersebut. Berkali ia menggarisbawahi, seniman peduli politik bukan hal baru.

“Bukan sesuatu yang baru, tapi pertanyaannya mengapa seniman cenderung peduli atau sensitif? Karena syarat menjadi aktor perlu sensitif dan itu terasa kalau ada yang enggak benar. Atau, ada kekacauan sangat terasa,” Fedi Nuril membeberkan.

“Sebelum aktor berpura-pura (jadi orang lain) dia harus jujur dengan dirinya dulu. Dia harus aware ke sekelilingnya. Baru, dia menjadi orang lain karena sudah tahu persis dirinya seperti apa situasinya, seperti apa baru dia bisa memainkan,” imbuhnya.

Soal diserang buzzer, Fedi Nuril sudah menduga mengingat banyak artis lain yang mengkritisi situasi politik lalu mengalami hal serupa. Karenanya, Fedi Nuril menyiapkan mental dan pasang kuda-kuda sebelum melontar kritik ke Pemerintah.

“Sudah diperkirakan. Saya sudah punya kuda-kuda karena melihat teman-teman yang sudah duluan vokal. Jadi kayak, punya kuda-kuda tapi enggak nyangka langsung duaaar!” Fedi Nuril menuturkan. Meski berkali digempur buzzer, ia tetap bersuara.

Fedi Nuril tidak menggembok akun Instagram dan Twitter terverifikasinya. Kolom komentar pun tak dibatasi apalagi ditutup. Fedi Nuril mempersilakan siapa saja mampir, silaturahmi, dan adu gagasan di medsos. Dihina pun, ia cuek saja.

“Salah satu keuntungan aku punya kepribadian koleris. Koleris ini, dia memang enggak gampang diledek atau dihina selama itu memang enggak (benar). Misalnya, ada yang bilang: Lo itu bab*. Yang enggak kena di saya karena saya tahu bukan bab*,” pungkasnya.

Video Terkini