Liputan6.com, Jakarta Wahana Musik Indonesia (WAMI) menegaskan posisinya sebagai Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang mengelola hak cipta musik dan royalti bagi para anggota. Hingga akhir 2024, WAMI tercatat memiliki 6.000 anggota, terdiri dari pencipta lagu hingga publisher yang berperan aktif dalam pengelolaan royalti.
Presiden Direktur WAMI, Adi Adrian atau lebih dikenal sebagai Adi Kla Project, mengungkapkan bahwa transparansi menjadi komitmen utama WAMI.
"Keterbukaan informasi ini tanggung jawab kami. Semua informasi, termasuk laporan, sudah tersedia secara berkala di website resmi WAMI," ujarnya dalam konferensi pers di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (18/12/2024).
Advertisement
Sepanjang tahun ini, WAMI berhasil mengumpulkan total royalti sebesar Rp 161 miliar, angka yang cukup signifikan meskipun masih belum ideal menurut Adi. "Angka Rp 161 miliar ini adalah pencapaian besar, meski kami menyadari masih ada ruang untuk meningkatkan pengelolaan," jelasnya.
Royalti Terkumpul
Royalti yang terkumpul berasal dari berbagai sumber, seperti platform digital, performing rights (pertunjukan musik), serta penggunaan musik di tempat karaoke, rumah makan, dan area bisnis lainnya.
"Dari konser, kami menghimpun sekitar Rp 12 miliar, sedangkan dari platform digital lebih dari Rp 100 miliar. Untuk tempat karaoke dan bisnis lainnya, royalti mencapai puluhan miliar," tambah Adi.
Hingga 15 Desember 2024, WAMI telah mendistribusikan royalti sebesar Rp 118 miliar kepada para pencipta lagu dan musisi. "Ini bukan tugas mudah. Kami bertanggung jawab untuk memastikan royalti terdistribusi secara adil kepada para anggota," ungkap Adi.
Advertisement
Tidak Dibagi Rata
Dalam proses distribusinya, WAMI tidak menerapkan sistem pembagian rata, melainkan berbasis jumlah penggunaan karya. Makki Ungu, salah satu pengurus WAMI, menjelaskan, "Kami membagi royalti secara adil, bukan bagi rata. Data kami menunjukkan siapa yang menerima banyak atau sedikit royalti, tergantung seberapa sering karya mereka digunakan."
Makki menambahkan, "Lagu yang populer dan sering digunakan tentu mendapatkan royalti lebih besar. Sebaliknya, jika jarang dipakai, jumlahnya akan lebih sedikit. Sistem ini memastikan keadilan dalam distribusi royalti."