Liputan6.com, Jakarta Squid Game 2 akhirnya tayang, serial ini kembali ditulis dan disutradarai oleh Hwang Dong Hyuk. Banyak orang mungkin penasaran, bagaimana proses kreatif serial ini dimulai. Ide penulisan naskah ternyata muncul saat sang creator menghadapi masa sulit dalam karier.
Dikutip dari situs The Hollywood Reporter, Jumat (27/12/2024), Hwang Dong Hyuk diberitakan pernah menghadapi satu titik di mana pendanaan untuk proyek filmnya gagal, dan ia berada dalam kondisi keuangan yang sulit di akhir usia 30-an. Saat itu, ia menghabiskan waktu di kafe komik membaca manga tentang pertempuran royale dan berkhayal bahwa kompetisi semacam itu bisa menjadi jalan keluarnya dari kesulitan finansial.
Baca Juga
Namun demikian perhatiannya terhadap ketidaksetaraan ekonomi sebenarnya dimulai jauh sebelum itu. Tepatnya, setelah ayahnya, yang berprofesi sebagai jurnalis, meninggal karena kanker perut ketika Hwang berusia 5 tahun. Kepergian sang ayah membuat hidup keluarganya mengalami kesulitan dari segi finansial.
Advertisement
Ibunya melakukan berbagai pekerjaan serabutan untuk menghidupi dirinya, saudara laki-lakinya, dan neneknya. "Meskipun ibuku bekerja sangat keras, kami hidup sangat miskin untuk waktu yang sangat lama," ujar pria berusia 53 tahun tersebut.
"Sejauh yang saya ingat, saya adalah harapan keluarga. Karena saya murid yang baik, ibu saya berharap saya masuk perguruan tinggi ternama, mendapatkan pekerjaan hebat, menghasilkan banyak uang, dan mengangkat keluarga kami dari bawah," lanjutnya.
Latar belakang hidup ini kemudian menginspirasinya menciptakan karakter Sang Woo (Park Hae Soo) di Squid Game musim pertama, yaitu teman masa kecil Gi Hun yang berstatus sebagai ‘anak emas’ di lingkungan kelas pekerja mereka, yang investasi gagalnya memaksanya bergabung dalam permainan mematikan.
Berkat ketekunannya di bidang akademis, Hwang Dong Hyuk diterima di salah satu universitas paling bergengsi di Korea, Universitas Nasional Seoul. Di fase sebagai mahasiswa, dia mengalami titik balik. Hwang berpikir kritis dan melihat kehidupan dari sudut pandang yang berbeda.
"Saya mulai berpikir, 'Mengapa saya hidup hanya memikirkan tujuan itu?' Akhirnya saya mulai kurang tertarik mendapatkan pekerjaan bagus dan menghasilkan uang, dan lebih tertarik pada mengapa dunia yang terbagi begitu drastis antara yang memiliki dan yang tidak memiliki. Mengapa, meskipun ibu saya bekerja berjam-jam di berbagai pekerjaan, kami tetap harus hidup seperti ini?" kenangnya.
Masa Pendidikan Hwang
Kesadaran ini membawanya bergabung dengan gerakan mahasiswa kiri di universitas dan mempelajari perfilman. Ia kemudian pindah ke Amerika Serikat pada tahun 2000 untuk menghadiri sekolah film di USC, di mana film pendek tesisnya — tentang seorang wanita Korea yang mencari saudara lelakinya yang diadopsi di AS saat kecil — memenangkan penghargaan DGA Student Award dan Student Emmy.
Setelah menerima gelar MFA-nya, Hwang Dong Hyuk menetap di Los Angeles selama dua tahun lagi untuk bekerja di sebuah perusahaan yang mengadaptasi konten asing untuk penonton lokal melalui sulih suara, subtitel, dan layanan lainnya.
Selama enam tahun tinggal sebagai ekspatriat, Hwang terkesan oleh stratifikasi sosial ekonomi, serta bagaimana perbedaan kelas dan ras terlihat sangat mencolok di negara itu. "Jika saya pergi ke daerah yang lebih kaya, semuanya terlihat begitu bersih, rumah-rumahnya indah, dan biasanya merupakan lingkungan mayoritas kulit putih," kenangnya.
"Tetapi di sekitar sekolah saya, banyak orang yang tidak memiliki tempat tinggal, banyak perampokan, dan populasinya kebanyakan bukan kulit putih. Meskipun jelas kami memiliki kesenjangan kekayaan di Korea, kami tidak memiliki keberagaman ras. Di L.A., seolah ada pagar tak terlihat yang sangat besar di antara populasi yang berbeda ini,” imbuhnya.
Advertisement
Kesuksesan Pertama di Perfilman
Singkat cerita, setelah kembali ke Korea, Hwang sukses dengan film fitur keduanya, Silenced (2011), yang diilhami dari kisah nyata tentang pelecehan seksual sistemik oleh staf di sebuah sekolah untuk anak-anak tuli. Kasus ini awalnya mendapat sedikit perhatian media dan pelaku hanya menghadapi konsekuensi ringan ketika investigasi pertama kali muncul pada 2005.
Namun, filmnya yang masuk jajaran box office itu memicu kemarahan publik hingga Majelis Nasional akhirnya mengesahkan undang-undang, yang dijuluki Dogani Law sesuai judul film dalam bahasa Korea, untuk menghapuskan batas waktu tuntutan hukum dan meningkatkan hukuman untuk kejahatan seksual terhadap anak-anak dan penyandang disabilitas.
Tahun berganti, Hwang kembali memberi pengaruh besar lewat Squid Game di tahun 2021. Saat itu, dia juga tidak terlalu terganggu oleh ironi bahwa hasil terbesar dari kesuksesan Squid Game mungkin bersifat komersial — musim pertama dilaporkan menghasilkan hampir $900 juta dalam impact value untuk Netflix, yang sejauh ini telah mengadaptasi IP tersebut menjadi serial kompetisi tanpa skrip, hingga video game.
Kesuksesan Squid Game dan Dampaknya
Saat itu, Hwang sering dapat pertanyaa, apakah adaptasi ke acara realitas akan membayangi esensi dan pesan mendalam serial ini? Hwang Dong Hyuk menjawab, "Sebagai pencipta konten dalam masyarakat kapitalis, pada akhirnya, segala sesuatu yang kami buat adalah produk. Tujuan utama saya adalah menciptakan sesuatu yang menghibur untuk penonton dan sukses secara komersial untuk saya dan para investor. Squid Game bukanlah sesuatu yang dibuat dengan dana pemerintah untuk mendidik masyarakat."
"Namun, meski begitu, sebagai seorang kreator, saya selalu ingin produk yang saya buat memiliki nilai. Saya ingin karya tersebut memberi Anda sesuatu untuk dipikirkan, membantu Anda mengajukan pertanyaan. Serial ini memuat setiap emosi yang pernah saya rasakan terkait cara saya memandang manusia dan dunia, semua elemen tragedi dan komedi dalam hidup. Semuanya ada di sana,” tutupnya.
Advertisement