Liputan6.com, Jakarta Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI) bersama Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI) mengajukan Amicus Curiae ke Mahkamah Agung (MA) terkait sengketa hak cipta antara Agnes Monica alias Agnez Mo dengan Ari Bias.
Pengajuan ini dilakukan sebagai respons atas putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang dinilai berpotensi menciptakan ketidakpastian hukum bagi industri musik di Indonesia.
“Agar Majelis Kasasi dalam perkara a quo mengadili sendiri perkara tersebut dan menolak seluruh gugatan yang diajukan oleh Penggugat/Termohon Kasasi melawan Tergugat/Pemohon Gugatan dan Turut Tergugat,” demikian bunyi salah satu rekomendasi yang tercantum dalam Amicus Curiae tersebut, mengutip dari Instagram @fesmi.id, Kamis (20/3/2025).
Advertisement
Dalam pengajuan ini, FESMI diwakili oleh Wakil Ketua Umum, Ikang Fawzi, sedangkan PAPPRI diwakili oleh Ketua Umum, Tony Wenas.
Pengajuan Amicus Curiae tersebut mencakup dokumen setebal 35 halaman dengan nomor perkara 92/Pdt.Sus HKI/Cipta/2024/PN Niaga Jkt. Pst. Sebelumnya, kasus ini telah diputuskan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan kini memasuki tahap kasasi di MA.
Upaya Menjaga Ekosistem Musik
FESMI dan PAPPRI menegaskan bahwa langkah ini bukan hanya soal membela Agnez Monica secara pribadi, tetapi lebih kepada upaya menjaga keseimbangan hukum dalam industri musik Indonesia.
"Ini bukan soal satu artis, tetapi soal ekosistem musik secara keseluruhan. Jika putusan Pengadilan Niaga ini menjadi preseden, maka sistem hukum hak cipta kita bisa menjadi kacau,” ujar Direktur Hukum FESMI, Panji Prasetyo, dalam keterangan resmi yang disiarkan pada Rabu (19/3/2025).
Panji menekankan bahwa perlu ada koreksi agar hukum tetap berjalan di jalur yang sehat dan berorientasi pada kepentingan bersama.
Ketua Bidang Hukum DPP PAPPRI, Marcell Siahaan, menambahkan bahwa kasus ini seharusnya menjadi momentum refleksi bagi pelaku industri musik.
"Kasus Agnez ini membuka mata kita tentang apa yang sebenarnya terjadi di dalam ekosistem kita, seolah menjadi momentum untuk kita kembali menentukan prioritas kita,” ujar Marcell.
Menurutnya, prioritas tersebut adalah membangun rekonsiliasi agar para pelaku industri musik bisa bersinergi menjaga ekosistem yang kondusif, produktif, dan bermartabat.
FESMI dan PAPPRI memperingatkan bahwa jika putusan ini tidak dikaji ulang dan dibiarkan menjadi yurisprudensi, hal ini berpotensi mengganggu sistem royalti yang selama ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Mereka khawatir kondisi tersebut dapat menciptakan ketidakpastian hukum yang berdampak pada musisi, pencipta lagu, produser, dan elemen lain yang bergantung pada distribusi royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
Advertisement
Latar Belakang Kasus
Kasus ini bermula dari gugatan pencipta lagu "Bilang Saja", Ari Bias, yang menuding Agnes Monica alias Agnez Mo menggunakan lagu tersebut tanpa izin dalam tiga konser yang digelar di Surabaya, Jakarta, dan Bandung pada Mei 2023.
Pada 30 Januari 2025, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan bahwa Agnez Mo bersalah dan diwajibkan membayar denda sebesar Rp1,5 miliar kepada Ari Bias.
Melihat potensi dampaknya terhadap ekosistem musik, FESMI dan PAPPRI berharap Mahkamah Agung mempertimbangkan aspek yang lebih luas saat memutus perkara ini di tingkat kasasi.
Apa Itu Amicus Curiae?
Dikutip dari hukumonline, amicus curiae adalah seseorang atau organisasi profesional yang bukan pihak dalam suatu perkara tetapi memiliki kepedulian atau kepentingan terhadap kasus tersebut.
Sebagai pihak ketiga, mereka dapat memberikan keterangan, baik lisan maupun tertulis, untuk membantu pengadilan dalam memeriksa dan memutus perkara.
Pengajuan Amicus Curiae bisa dilakukan secara sukarela atau atas permintaan pengadilan. Meski demikian, keterlibatan pihak ini hanya sebatas memberikan opini, tanpa kewenangan melakukan perlawanan hukum.
Advertisement