Tak banyak yang mengetahui mengenai keluarga besar Si Raja Dangdut Rhoma Irama. Dari data yang didapat. Rhoma memiliki 14 orang saudara kakak beradik. Delapan adalah saudara kandung, dan empat di antaranya merupakan saudara seibu dan dua saudara bawaan dari ayah tirinya.Â
"Hubungan di antara kami alhamdulillah baik, nggak ada masalah. Kalau soal berantem di waktu kecil sih biasa. Apalagi kami berempatbelas, delapan lelaki dan enam perempuan," kata Rhoma dalam sebuah kesempatan.
Di antara mereka yang terjun ke dunia musik adalah kakak perempuan Rhoma yang kini sudah meninggal, dan dua adiknya, Herry dan Dedy.
Karier musik Rhoma dibangun di Jakarta tanpa direncanakan olehnya. Sejak tahun 1950-an, dirinya memang sudah tinggal di Jakarta. Saat itu, Rhoma sekeluarga pindah ke kawasan Bukitduri, Manggarai. Rhoma kecil bersekolah di SR (Sekolah Rakyat) kawasan Manggarai Jakarta Selatan.
Saat itu, bakat sebagai penyanyi mendapat perhatian penyanyi senior, Bing Slamet. Suatu hari saat Rhoma masih duduk di kelas 4, Bing membawanya tampil dalam sebuah show di Gedung SBKA (Serikat Buruh Kereta Api) di Manggarai. Ini merupakan pengalaman yang membanggakan bagi Rhoma.
"Bing mengenal saya di sekolah. Waktu itu saya menyanyi dalam pesta sekolah. Lagunya, saya lupa, tapi pasti lagu Barat. Rupanya penampilan saya waktu itu membuat Bing tertarik," kenang Rhoma.
Sejak itu, meski belum berpikir untuk menjadi penyanyi, Rhoma sudah tidak terpisahkan lagi dari musik. Alat musik yang selalu dimainkannya adalah gitar, tanpa melalui bimbingan guru. Ia tergila-gila pada alat musik yang satu ini. Sampai-sampai, ibunya dibuat marah karena Rhoma lebih peduli kepada gitarnya.
Ceritanya, Ibunda Rhoma menyuruh dirinya menjaga adiknya, tapi Rhoma lebih suka bermain gitar. Akibatnya ibu merampas gitar itu lalu melemparkannya ke pohon jambu hingga pecah.
"Kejadian itu sangat menyedihkan saya, karena gitar bagi saya adalah teman nomor satu. Kalau saya pulang sekolah, yang pertama saya pegang adala gitar. Setiap keluar rumah, gitar selalu saya bawa. Pendeknya, saya hampir tak pernah keluar tanpa gitar," kata Rhoma.
Tapi, dunia Rhoma di masa kanak-kanak bukan hanya dunia musik. Lingkungan pergaulannya ketika itu tergolong keras. Anak-anak saat itu cenderung mengelompok dalam geng, dan satu geng dengan geng lainnya saling bermusuhan, atau setidaknya saling bersaing. Dengan demikian, perkelahian antar geng sering tak terhindarkan. Bagi Rhoma, mengenang perkelahian di masa kanak-kanaknya itu merupakan suatu yang mengesankan.
Entah mengapa teman-temannya hampir selalu menjadikan dirinya sebagai pemimpin. Akibatnya, bila gengnya bentrok dengan geng lain, Rhoma lah yang diharapkan tampil paling depan, untuk berkelahi. Tentu saja ia sering babak belur, bahkan pernah luka cukup parah.
"Pada waktu itu boleh dikatakan berkelahi adalah salah satu hobi saya. Rasanya ada kebanggan tersendiri setiap habis melakukan perkelahian," katanya.
Pada waktu itu perkelahian masih berlandaskan sportivitas tinggi, Setiap kelompok mengajukan seorang ‘jago’ yang diadu. Bukan tawuran seperti sekarang. Selain itu, mereka berkelahi menggunakan ilmu bela diri silat. Maklum tempat belajar silat waktu itu masih bisa dijumpai di setiap kampung. Gurunya juga guru mengaji anak-anak, dan merupakan kegiatan tambahan selain mengaji.
Rhoma mulai belajar silat dari ayahnya sendiri. Selanjutnya sejumlah guru membimbingnya, sehingga menurut kakaknya, Benny Muharam, dalam hal ilmu bela diri Oma kini bisa disebut guru.(Adt/bs)
Baca juga:
Nama Rhoma Irama Diambil dari Nama Grup Sandiwara Keliling
"Hubungan di antara kami alhamdulillah baik, nggak ada masalah. Kalau soal berantem di waktu kecil sih biasa. Apalagi kami berempatbelas, delapan lelaki dan enam perempuan," kata Rhoma dalam sebuah kesempatan.
Di antara mereka yang terjun ke dunia musik adalah kakak perempuan Rhoma yang kini sudah meninggal, dan dua adiknya, Herry dan Dedy.
Karier musik Rhoma dibangun di Jakarta tanpa direncanakan olehnya. Sejak tahun 1950-an, dirinya memang sudah tinggal di Jakarta. Saat itu, Rhoma sekeluarga pindah ke kawasan Bukitduri, Manggarai. Rhoma kecil bersekolah di SR (Sekolah Rakyat) kawasan Manggarai Jakarta Selatan.
Saat itu, bakat sebagai penyanyi mendapat perhatian penyanyi senior, Bing Slamet. Suatu hari saat Rhoma masih duduk di kelas 4, Bing membawanya tampil dalam sebuah show di Gedung SBKA (Serikat Buruh Kereta Api) di Manggarai. Ini merupakan pengalaman yang membanggakan bagi Rhoma.
"Bing mengenal saya di sekolah. Waktu itu saya menyanyi dalam pesta sekolah. Lagunya, saya lupa, tapi pasti lagu Barat. Rupanya penampilan saya waktu itu membuat Bing tertarik," kenang Rhoma.
Sejak itu, meski belum berpikir untuk menjadi penyanyi, Rhoma sudah tidak terpisahkan lagi dari musik. Alat musik yang selalu dimainkannya adalah gitar, tanpa melalui bimbingan guru. Ia tergila-gila pada alat musik yang satu ini. Sampai-sampai, ibunya dibuat marah karena Rhoma lebih peduli kepada gitarnya.
Ceritanya, Ibunda Rhoma menyuruh dirinya menjaga adiknya, tapi Rhoma lebih suka bermain gitar. Akibatnya ibu merampas gitar itu lalu melemparkannya ke pohon jambu hingga pecah.
"Kejadian itu sangat menyedihkan saya, karena gitar bagi saya adalah teman nomor satu. Kalau saya pulang sekolah, yang pertama saya pegang adala gitar. Setiap keluar rumah, gitar selalu saya bawa. Pendeknya, saya hampir tak pernah keluar tanpa gitar," kata Rhoma.
Tapi, dunia Rhoma di masa kanak-kanak bukan hanya dunia musik. Lingkungan pergaulannya ketika itu tergolong keras. Anak-anak saat itu cenderung mengelompok dalam geng, dan satu geng dengan geng lainnya saling bermusuhan, atau setidaknya saling bersaing. Dengan demikian, perkelahian antar geng sering tak terhindarkan. Bagi Rhoma, mengenang perkelahian di masa kanak-kanaknya itu merupakan suatu yang mengesankan.
Entah mengapa teman-temannya hampir selalu menjadikan dirinya sebagai pemimpin. Akibatnya, bila gengnya bentrok dengan geng lain, Rhoma lah yang diharapkan tampil paling depan, untuk berkelahi. Tentu saja ia sering babak belur, bahkan pernah luka cukup parah.
"Pada waktu itu boleh dikatakan berkelahi adalah salah satu hobi saya. Rasanya ada kebanggan tersendiri setiap habis melakukan perkelahian," katanya.
Pada waktu itu perkelahian masih berlandaskan sportivitas tinggi, Setiap kelompok mengajukan seorang ‘jago’ yang diadu. Bukan tawuran seperti sekarang. Selain itu, mereka berkelahi menggunakan ilmu bela diri silat. Maklum tempat belajar silat waktu itu masih bisa dijumpai di setiap kampung. Gurunya juga guru mengaji anak-anak, dan merupakan kegiatan tambahan selain mengaji.
Rhoma mulai belajar silat dari ayahnya sendiri. Selanjutnya sejumlah guru membimbingnya, sehingga menurut kakaknya, Benny Muharam, dalam hal ilmu bela diri Oma kini bisa disebut guru.(Adt/bs)
Baca juga:
Nama Rhoma Irama Diambil dari Nama Grup Sandiwara Keliling