Sukses

Angelina Sondakh yang Tak Bisa Bahasa Indonesia dan Juara Lomba

Angie kecil memang lahir dan besar di Australia.

Angelina Patricia Pingkan Sondakh atau lebih dikenal dengan Angelina Sondakh. Lahir di Armidale Hospital, Armidale, New South Wales, Australia pada tanggal 28 Desember 1977. Dia adalah anak bungsu dari pasangan suami-isteri Prof. Dr. Ir. Lucky Sondakh, MSc dan Ir. Sjul Kartini Dotulong.

Nama Angelina sendiri diberikan kepada bayi kecil cantik itu karena kedua orangtuanya menyukai serial televisi, Charlie’s Angels di tahun 1970-an. Sang ayah beralasan nantinya Angelina bisa menjadi wanita cantik yang memiliki kecerdasan, keberanian, dan kepahlawanan. Selain itu, kedua orang tuanya juga berharap agar akan menjadi Angel dalam arti yang umum, malaikat.

Sebelum menginjakkan di Sekolah Dasar (SD), Angie sempat sekolah di Presbyterian Ladies College, Sidney, Armidale Public High School, Australia . Orang tuanya pindah ke Manado dan hal ini membuat Angelina pun mengikuti orangtuanya. Saat itu, dirinya masuk SD Laboratorium IKIP Manado tahun 1989, lalu kemudian SMP Katolik Pax Christi, Manado, lulus tahun 1992 dan diteruskan ke SMUN 2, Manado.



Dalam dunia sekolahnya, Angie banyak menorehkan prestasi. Di antaranya merebut aneka lomba putri-putrian dari putri ayu, Wulan Minahasa, Putri Intelegensia Manado hingga menjadi Noni Sulut tahun 1996. Ia pernah dinobatkan sebagai Cewek Keren tahun 1995.

Semasa menjadi pelajar di SMA Negeri 2 Manado, Angelina juara lomba pidato dan debat dalam bahasa Inggris. Kemampuan Angelina berbahasa Inggris karena ia lahir dan tinggal di Australia sampai berusia 11 tahun. Ayahnya, Lucky Sondakh saat itu tengah sekolah doktoral bidang ekonomi.

"Waktu pulang ke Manado tahun 1989, Angelina dan kakaknya Frangky bahkan tak bisa berbahasa Indonesia," ucap Nico Mandey salah satu kerabat Angelina.

Angie memang kerap berpindah tempat tinggal dari Australia ke Manado. Dalam keluarganya, bersama sang kakak dirinya juga banyak mendapatkan pelajaran bahasa Indonesia dan Manado.

"Saya adalah anak kecil gemuk, berpipi chubby dan tidak bisa berbahasa Indonesia. Wajar saja, karena semasa di Australia, kedua orang tua saya dan Frank, kakak saya, jarang sekali berbahasa Indonesia. Jadi itulah saat pertama saya mulai mempelajari bahasa Indonesia bercampur dengan bahasa Manado," tulis Angie dalam blog pribadinya.

Orangtua Angie memang lebih memilih untuk menyekolahkan anak-anaknya ke Australia. Menurut orangtuanya, pendidikan di negeri Kangguru itu terbilang bagus.

"Dengan pertimbangan pendidikan yang lebih baik, orang tua mengirim saya dan Frank kembali ke Australia. Tepatnya ke Sidney, New South Wales, sesaat setelah saya lulus SMP. Saya dipilihkan salah satu sekolah yang termasuk berkualitas di sana," ujar Angie.

Berada di Australia memang membuat Angie sedikit tak kerasan. Pertama kali berada di boarding school, dirinya sering menangis dan ingin pulang ke Indonesia. Terutama di masa tiga bulan pertama.


Menginjak kelas 2, Angie pindah dari boarding school ke homestay di Armidale, tempat kelahirannya yang agak jauh dari Sidney. Pemindahan itu dikarenakan orang tuanya ingin dirinya lebih mandiri. Di boarding school, apa pun sudah tersedia. Dengan memilih homestay, Angie harus lebih pandai membagi waktu dan mengerjakan semuanya sendiri. Lulus dari Boarding School, dirinya meneruskan sekolah di Armidale Public High School.

Sampai akhirnya, Angie harus pulang ke Indonesia. Selain karena kakaknya Frank telah lulus kuliah dari Sidney, alasan lainnya adalah masalah keuangan yang menimpa keluarganya.

kepulangan Angie ke Indonesia membuat dirinya setengah hati. Maklum, dirinya sudah terlanjur betah di Australia.


"Saya sudah mampu beradaptasi dengan semua kondisi di Australia, sudah mencintai dan terbiasa hidup di sana, tiba-tiba harus pulang dan memulai kehidupan yang baru lagi. Tak ada pilihan lain, saya akhirnya menerima hal itu," katanya.

Yang membuat Angie kesal adalah saat masuk ke SMU Negeri 2 Manado. "Terus terang, saya sekolah dengan setengah hati, apalagi saya yang mestinya kelas 2 SMU, jadi turun lagi ke kelas 1, mengingat di Australia tidak mengajarkan beberapa mata pelajaran penting yang ada di sini," ujarnya.

Setelah masa-masa sulit kehidupan keluarganya Angie  mulai menikmati kehidupan yang baru. Untuk mengisi waktu luang, sepulang sekolah dirinya sering mengajar bahasa Inggris kepada anak-anak di sekitar rumah.(Adt)