Sukses

Miing Minta Blitz Megaplex Jelaskan Kepemilikan oleh Asing

Miing menegaskan, kepemilikan saham CJ CGV di Blitz Megaplex telah melanggar aturan di Indonesia.

Komedian yang juga anggota DPR, Dedy Gumelar alias Miing meminta pemilik brand bioskop Blitzmegaplex, PT Graha Layar Prima, menjelaskan tentang kepemilikan CJ CGV, perusahaan asal Korea Selatan, di perusahaan tersebut. Hal itu disampaikan Miing, terkait rencana PT Graha Layar Prima melantai di bursa saham melalui skema Initial Public Offering (IPO) pada Maret 2014. Miing khawatir ada upaya penjualan saham di bursa efek melalui skema Initial Public Offering (IPO) itu sebagai akal-akalan untuk melegalkan kepemilikan CJ CGV di Blitz Megaplex.

Miing menegaskan, kepemilikan saham CJ CGV di Blitz Megaplex telah melanggar aturan di Indonesia. Pasalnya, sektor perfilman tidak masuk ke dalam revisi Daftar Negatif Investasi (DNI). Oleh sebab itu, perusahaan asal Korea Selatan itu yang telah membeli Blitz Megaplex, otomatis harus menghentikan investasi di industri film nasional.

"Walaupun (Blitz Megaplex) sudah dibeli, tapi itu harus dihentikan. Haram kalau dilanjutkan, karena DNI-nya sendiri tidak jadi dibuka.
Sedangkan mereka merupakan pemodal asing, yang artinya masuk ke dalam Penanaman Modal Asing (PMA). Intinya, mereka tidak berinvestasi di sektor bioskop," kata Miing kepada wartawan, Kamis  (9/01/2014).

Miing memang menentang keras bila bioskop dimasuki modal asing lantaran masih masuk dalam Daftar Negatif Investasi. Dia menegaskan, harus ada sanksi tegas apabila Blitz Megaplex benar-benar dibeli CJ CGV. Miing mengatakan, dirinya sudah banyak mendapatkan informasi terkait pembelian itu. Hal ini sudah terbukti dengan adanya perombakan direksi Blitz Megaplex, di mana mayoritas ekspatriat asal
Korea Selatan menempati jabatan strategis, termasuk COO dan CFO.

Bahkan CEO Blitz Megaplex yang baru adalah mantan Chief Representative di CJ CGV Greater China. Selain itu, sejak akhir 2012, sudah masuk sembilan orang ke manajemen Blitz Megaplex. Politisi PDI Perjuangan itu mengatakan, pemerintah tidak pernah mencabut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2010, sehingga belum mengeluarkan bioskop dari DNI.

"Pemerintah tidak melepas gedung bioskop, yang merupakan rumah budaya, kepada investor asing. Kalau benar Blitz dijual kepada investor Korea, itu jelas pelanggaran. Mestinya pembelian tersebut harus seizin Mendag, BKPM dan Kemenparekraf," ungkap Miing.

Menurutnya, selain fungsinya sebagai hiburan dan informasi, film juga menjalankan fungsi pendidikan dan kebudayaan. Ini tercantum dalam UU No.33/1999 Pasal IV tentang Perfilman. Dapat dikatakan, film merupakan salah satu instrumen untuk membangun karakter bangsa," ujar Miing.

Atas alasan inilah, lanjut dia, mengapa industri perfilman tidak bisa disamakan dengan bidang usaha lainnya (lex specialis). Karena itu menyangkut upaya untuk menangkis infiltrasi budaya asing dan melindungi kebudayaan lokal yang saat ini sedang susah payah dikembangkan oleh Indonesia, baik melalui pendidikan formal-nonformal (kurikulum) maupun melalui pendidikan informal seperti tontonan film.(Adt)
Video Terkini