Kabar mengenai kepemilikan Blitzmegaplex oleh orang-orang Korea sampai juga ke telinga Direktur Pengembangan Industri Perfilman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Armein Firmansyah. Namun, dirinya tak mengetahui mengenai masuknya orang-orang Korea dari CJ CGV, sebagai direksi di PT Graha Layar Prima, pemilik merek bioskop Blitzmegaplex.
"Saya tidak tahu (tentang adanya orang Korea di jajaran direksi Blitzmegaplex). Sampai saat ini, dalam laporannya dijelaskan bahwa kepengurusan di Blitz masih orang (direksi) yang lama. Artinya tidak ada perubahan,” aku Armein, kepada wartawan, Minggu (26/1/2014).
Lebih lanjut dirinya mengungkapkan, Blitzmegaplex menggunakan teknologi asal Korea seperti teater iMAX. Oleh sebab itu, jika alasannya alih teknologi dengan tenaga ahli asal Negeri Ginseng, ya sah-sah saja. “Itu pun harus ada kontraknya. Bisa enam bulan, setahun atau dua tahun. Tergantung kesepakatan,” tambahnya.
Faktanya, berdasarkan data dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, susunan direksi PT Graha Layar Prima sejak 8 April 2013 didominasi oleh wakil CJ CGV dari Korea Selatan. Beberapa nama Korea yang masuk di jajaran direksi antara lain Lim Jong Kil, Im Shang Youp, dan Coi Dae Ayon. Sementara Direktur Utama Graha Layar Prima diisi Laksamana TNI (Purn) Bernard Kent Sondakh, yg sebelumnya diketahui sebagai Komisaris Utama di CJ Indonesia.
Mengenai niat Blitzmegaplex untuk melantai di bursa Indonesia melalui mekanisme penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) pada Maret tahun ini, lagi-lagi Armein mengaku tidak tahu. Dia berdalih, belum ada laporan resmi yang masuk ke Kemenparenkraf sehingga dirinya belum bisa mengkaji apa yang harus dilakukan. “Laporan resmi tidak ada. Pembicaraan lisan pun juga belum tuh. Jadi, belum bisa berkomentar apa-apa, apalagi sampai mengkaji,” jelas Armein.
Sementara anggota Komisi X DPR, Dedy Gumelar, justru meminta PT Graha Layar Prima untuk bisa menjelaskan tentang kepemilikan CJ CGV, perusahaan asal Korea Selatan di perusahaan tersebut. Dia khawatir upaya penjualan saham di Bursa Efek Indonesia ini sebagai akal-akalan untuk melegalkan kepemilikan CJ CGV di Blitzmegaplex.(Adt)
"Saya tidak tahu (tentang adanya orang Korea di jajaran direksi Blitzmegaplex). Sampai saat ini, dalam laporannya dijelaskan bahwa kepengurusan di Blitz masih orang (direksi) yang lama. Artinya tidak ada perubahan,” aku Armein, kepada wartawan, Minggu (26/1/2014).
Lebih lanjut dirinya mengungkapkan, Blitzmegaplex menggunakan teknologi asal Korea seperti teater iMAX. Oleh sebab itu, jika alasannya alih teknologi dengan tenaga ahli asal Negeri Ginseng, ya sah-sah saja. “Itu pun harus ada kontraknya. Bisa enam bulan, setahun atau dua tahun. Tergantung kesepakatan,” tambahnya.
Faktanya, berdasarkan data dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, susunan direksi PT Graha Layar Prima sejak 8 April 2013 didominasi oleh wakil CJ CGV dari Korea Selatan. Beberapa nama Korea yang masuk di jajaran direksi antara lain Lim Jong Kil, Im Shang Youp, dan Coi Dae Ayon. Sementara Direktur Utama Graha Layar Prima diisi Laksamana TNI (Purn) Bernard Kent Sondakh, yg sebelumnya diketahui sebagai Komisaris Utama di CJ Indonesia.
Mengenai niat Blitzmegaplex untuk melantai di bursa Indonesia melalui mekanisme penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) pada Maret tahun ini, lagi-lagi Armein mengaku tidak tahu. Dia berdalih, belum ada laporan resmi yang masuk ke Kemenparenkraf sehingga dirinya belum bisa mengkaji apa yang harus dilakukan. “Laporan resmi tidak ada. Pembicaraan lisan pun juga belum tuh. Jadi, belum bisa berkomentar apa-apa, apalagi sampai mengkaji,” jelas Armein.
Sementara anggota Komisi X DPR, Dedy Gumelar, justru meminta PT Graha Layar Prima untuk bisa menjelaskan tentang kepemilikan CJ CGV, perusahaan asal Korea Selatan di perusahaan tersebut. Dia khawatir upaya penjualan saham di Bursa Efek Indonesia ini sebagai akal-akalan untuk melegalkan kepemilikan CJ CGV di Blitzmegaplex.(Adt)