Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengemukakan, Gedung Grahadi akan dibuka untuk masyarakat umum. Hal ini karena Gedung Grahadi memilii nilai sejarah tinggi.
Bagaimana cerita dari Gedung Grahadi yang memiliki nilai sejarah tersebut dan termasuk bangunan cagar budaya di Surabaya, Jawa Timur? Berikut hasil penelusuran Liputan6.com, yang dikutip dari berbagai sumber.
Gedung Grahadi ini berada di Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Jawa Timur. Gedung tersebut dirancang oleh arsitek Belanda, W.Lemci. Sebelumnya gedung ini dikenal dengan nama tuinhuis. Dibangun pada 1794-1798 pada masa kekuasaan Belanda Dirk Van Hogendorp.Â
Advertisement
Baca Juga
Mengutip cagarbudaya.kemdikbud.go.id, Dirk van Hogendoorp ini seorang penguasa Jawa bagian timur (Gezahebber van Hat Oost Hoek). Pada 1799-1809, gedung ini ditempati oleh Fredrik Jacob Rothenbuhler.
Kemudian pada 1810, masa pemerintahan Herman William Daendels, bangunan tersebut direnovasi menjadi empire style atau Dutch Collonial Villa. Gaya ini merupakan arsitektur neo klasik Prancis yang dituangkan secara bebas di Indonesia sehingga menghasilkan gaya Hindia Belanda.
Pada 1870, bangunan ini digunakan untuk rumah residen Surabaya. Lalu pada masa pemerintahan Jepang digunakan untuk rumah Gubernur Jepang.
Sebelumnya, gedung ini menghadap ke Kalimas di sebelah utara. Kemudian pada 1802, letak gedung ini diubah menghadap ke selatan. Nama Grahadi diambil dari nama ruang pertemuan yang ada di gedung tersebut yang dinamakan Grahadi. Kata "Grahadi" juga diambil dari Bahasa Sansekerta "Graha" artinya rumah, dan "Adi" artinya derajat tinggi. Jadi, jika digabung keseluruhan Grahadi berarti rumah yang memiliki derajat tinggi.
Gedung ini pernah menjadi tempat perundingan Presiden Soekarno dengan Jenderal Hawtorn pada Oktober 1945. Kemudian pertemuan itu mendamaikan pertempuran pejuang dengan pasukan sekutu.
Tak hanya itu, Gubernur Suryo yang merupakan gubernur ke-6 Jawa Timur juga pernah menolak ultimatum menyerah tanpa syarat pada Inggris pada 9 November 1945.
Adapun gedung tersebut memiliki pintu-pintu besar khas kolonial yang diberi hiasan. Hal ini menambah kesan menarik dari gedung tersebut. Gedung Negara Grahadi kini menjadi aula pertemuan sekaligus rumah dinas bagi Gubernur Jawa Timur. Gedung ini juga sering dipergunakan untuk upacara, dan acara-acara lainnya.Â
Â
(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara)
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Jejak Arsitek Belanda Citroen di Balai Kota Surabaya
Sebelumnya, menikmati masa lalu kota Surabaya, Jawa Timur bisa lewat bangunan yang dibangun oleh kolonial Belanda. Sebagian bangunan itu masih bertahan hingga kini. Salah satunya Balai Kota Surabaya yang dahulu dikenal dengan Staadhuis te Surabaya.
Pembangunan Balai Kota Surabaya diwujudkan pada saat pimpinan Wali Kota Surabaya yang kedua G.J Dijkerman. Mengutip berbagai sumber, Balai Kota Surabaya dirancang oleh arsitek Belanda G.Cosman Citroen.
Hasil karya Citroen ini dikabarkan mendominasi bangunan di Surabaya, termasuk Balai Kota Surabaya. Sedangkan pelaksanaan pembangunan dikerjakan oleh H.V Hollandsche Beton Mij.
Citroen memakai gaya arsitektur modern yang melanda Eropa saat itu dalam karyanya. Hal ini ia tuangkan juga dalam pembangunan Balai Kota Surabaya. Bangunan tersebut merupakan hasil menggabungkan gaya arsitektur modern yang menyesuaikan dengan iklim Indonesia yang tropis.
Rancangan gedung Balai Kota ini dilakukan dua tahap. Rancangan tahap pertama pada 1915-1917. Tahap kedua sekitar 1920. Bangunan dua lantai itu pun digunakan resmi pada 1927. Ukuran gedung utama bangunan ini memiliki panjang 102 meter dan lebar 19 meter.
Bangunan dua lantai ini juga ternyata pernah dipakai sebagai kantor DPRD Tingkat II Surabaya. Di bagian belakang gedung utama terdapat bunker. Bunker ini dibuka secara umum sebagai tempat wisata heritage.
Nah, di seberang balai kota ini terdapat taman yang menjadi obyek wisata. Taman ini juga digunakan untuk menerima tamu dan upacara. Anda juga bisa sambil duduk di taman untuk melepas penat.
Â
Advertisement