Surabaya - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soetomo Surabaya menyatakan panitia penyelenggara Surabaya Marathon 2019 seharusnya membuat satu sistem tentang kelayakan peserta untuk bisa ikut dan mungkin pembagian kategori. Misalkan peserta layaknya di kategori (5KK) dan di kategori (10K).
Hal ini mengingat ada insiden meninggalnya dua peserta Surabaya Marathon 2019 yaitu Chusnun N Djuraid (60) da Oentung P.Setiono (55).
"Kalau iya, kalau sesuai peraturannya mesti ada kewajiban memeriksakan kesehatan. Tapi ini tidak diverifikasi, apa memang kondisinya ini memungkinkan," ujar Humas RSUD dr Soetomo Surabaya, Pesta Parulian, seperti dikutip dari suarasurabaya.net, Senin (5/8/2019).
Advertisement
Baca Juga
RSUD dr Soetomo pun menyesalkan dengan ada insiden tersebut. “Kami tentunya menyayangkan, ini acara besar dengan membutuhkan beban fisik yang juga besar. Mestinya panitia penyelenggara membuat satu sistem verifikasi tentang kelayakan peserta,” kata Pesta.
Pesta mengatakan, RSUD dr Soetomo Surabaya tidak dilibatkan secara aktif di kepanitiaan sehingga tidak bisa berbuat banyak untuk mengantisipasi kedaruratan saat kegiatan itu berlangsung.
"Terus kita sudah punya sistem penanggulangan darurat terpadu. Tentu dengan acara sebesar ini, maunya kita dilibatkan. Sehingga semuanya bisa terantisipasi. Paling tidak panitia bisa menduga dari 6.000 peserta ini apa yang perlu disiapkan,” ujar dia.
Pesta menegaskan, panitia tidak berkoordinasi dengan RSUD dr Soetomo Surabaya secara resmi dalam bentu kepanitiaan. Panitia hanya meminjam ambulans dan minta disiapkan ambulans dalam acara tersebut.
"Secara resmi koordinasi dalam bentuk kepanitiaan, ya tidak ada. Panitia hanya minjam ambulans dan minta disiapkan ambulans di acara tersebut. Kita sudah memenuhi. Tetapi koordinasi sebagai tim kita tidak ada,” kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Tidak Bisa Dipastikan Penyebab Utama Meninggalnya Peserta Surabaya Marathon
Dengan insiden dua peserta meninggal, tim RSUD dr Soetomo tidak bisa memastikan penyebab utama meninggalnya dua peserta itu. Apalagi tidak ada rekam medis dan riwayat kesehatan peserta dan kondisi fik peserta yang sudah diverifikasi.
“Karena untuk memastikannya.tentunya kita melakukan otopsi atau visum. Nah, dengan usia sedemikian dan berat badan sedemikian, dan tidak adanya tahapan-tahapan verifikasi seorang itu ikut di nomor mana, ini semakin membuat kita sulit menentukan kira-kira orang ini kenapa. Bisa saja stroke. Bisa saja memang ada penyakit jantung, bisa saja asma. Kita belum tahu,” ujar dia.
Pesta menuturkan, kedua peserta ketika datang ke rumah sakit sudah dalam kondisi meninggal dunia. Rumah sakit masih berupaya melakukan pertolongan pertama pada jantung.
“Namun, setelah masing-masing kita lakukan resuitasi sepanjang 30 menit, ternyata gagal untuk mengembalikan detak jantungnya. Ya, kita serahkan kepada keluarga,” ujar dia.
Advertisement